Upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Jawa Timur kembali mendapatkan perhatian serius melalui penyelenggaraan kegiatan Pelatihan dan Pembentukan Tim Penyuluh Terpadu untuk Pencegahan Radikalisme–Terorisme oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 3–4 Desember 2025, bertempat di Ijen Suite, Malang, dan menghadirkan berbagai unsur penting di bidang keamanan sosial dan kehidupan beragama.

Dalam sambutan pembukaan, Kepala Bakesbangpol Jawa Timur, Edi Supriyanto, S.STP., M.M., menegaskan bahwa langkah preventif harus menjadi perhatian bersama, terutama dalam konteks dinamika sosial kontemporer yang sering kali memunculkan radikalisme secara tiba-tiba. Ia menilai bahwa radikalisme dan terorisme tidak muncul dalam ruang kosong, melainkan dipengaruhi berbagai faktor sosial, politik, ekonomi, maupun ideologis yang kadang sulit diprediksi. Oleh karena itu, kewaspadaan dini dinilai menjadi dasar penting agar potensi ancaman dapat ditekan sejak awal sebelum berkembang menjadi aksi nyata.

Ketua Panitia Pelaksana, Doni Setiawan, M.M., yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Kewaspadaan Dini dan Penanganan Konflik Bakesbangpol Jawa Timur, menjelaskan bahwa kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 105 peserta. Mereka berasal dari unsur Kementerian Agama, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta Bintara Pembina Desa (Babinsa). Menurutnya, komposisi peserta ini mencerminkan kolaborasi multisektor yang dibutuhkan untuk mencegah penyebaran paham radikal secara lebih sistematis. Doni juga menambahkan bahwa pelatihan ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi difokuskan pada pembekalan keterampilan penyuluhan dan pembentukan jejaring kerja di daerah.
Kegiatan berlangsung semakin dinamis berkat kehadiran Dr. Muhammad Fahmi, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya sekaligus Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, yang pada kesempatan ini bertindak sebagai pemandu acara. Dalam paparan yang disampaikannya, Fahmi menggarisbawahi bahwa ancaman radikalisme tidak pernah benar-benar hilang. Menurutnya, radikalisme memiliki karakter siklus: meredup pada satu periode namun dapat muncul kembali di periode lain melalui pola-pola baru. Karena itu, kesiapsiagaan masyarakat sipil, tokoh agama, dan aparat keamanan perlu terus diperbarui melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas.
Lebih jauh, Fahmi menekankan pentingnya membangun tim penyuluh terpadu yang tidak hanya memahami indikator radikalisasi, tetapi juga mampu mendeteksi potensi bahaya secara kultural dan sosial di komunitas masing-masing. Ia menjelaskan bahwa pencegahan akan efektif ketika dilakukan melalui pendekatan edukatif, dialogis, dan persuasif yang menyasar akar persoalan. Pendekatan tersebut dinilai mampu mencegah masyarakat terjerumus ke dalam narasi ekstrem yang sering kali dibungkus dalam bahasa keagamaan atau ideologis.

Suasana kegiatan berlangsung hangat dan interaktif. Para peserta menunjukkan antusiasme tinggi dalam menjalani rangkaian pelatihan maupun diskusi kelompok. Banyak peserta mengungkapkan kesediaan untuk berkolaborasi dalam menjalankan agenda penyuluhan di daerah masing-masing.
Kegiatan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat Jawa Timur terhadap radikalisme dan terorisme. Ke depan, diharapkan tim penyuluh yang terbentuk dapat menjadi garda depan dalam menjaga keamanan dan harmoni sosial melalui pendekatan edukasi yang berkelanjutan dan berbasis kolaborasi lintas lembaga.