Surabaya, 18/02/2025 – Auditorium FISIP Lantai 5 menjadi panggung digelarnya seminar bertajuk “Implementasi Asas Dominus Litis: Upaya Penguatan Peran Kejaksaan Menjadi Absolute Power”. Seminar berjalan mulai pukul 13.00 hingga 16.00, menyuguhkan deretan pemateri ternama dengan ranah keilmuan dan pengalaman masing-masing di bidang hukum.
Materi diawali oleh Pak Imam Rosyadi, Dosen Hukum Pidana FSH UINSA, dengan penguraian mendalam mengenai konsep “dominus litis”. Beliau memaparkan bahwa kata “dominus” berasal dari bahasa latin yang berarti “pemilik”, sedangkan “litis” berarti “perkara”. Sehingga istilah ini menegaskan peran kejaksaan sebagai pengendali penuh atas suatu perkara sejak penyidikan hingga penuntutan.
Materi yang tersaji lengkap dalam beberapa slide presentasi, juga mengupas transformasi asas dominus litis dalam berbagai sistem hukum, mulai dari HIR, KUHP, dan RKUHP. Dalam KUHP, dikenal prinsip diferensi fungsional, yang membagi tugas, fungsi, dan wewenang antar lembaga penegak hukum antara polisi, kejaksaan, dan hakim. Namun, pergeseran paradigma dari diferensiasi fungsional menuju RKUHP dengan sistem terintegrasi menempatkan kejaksaan sebagai ujung tombak proses penuntutan.
Tak sampai situ, Pak Khoirul Umam, Dosen FISIP UINSA, menambahkan pandangannya terkait risiko apabila asas dominus litis diterapkan secara berlebihan dan menimbulkan sentralisasi kekuasaan di tangan kejaksaan. Menurutnya, pemberian kekuasaan absolut dapat membuka celah bagi distorsi proses hukum dan melemahkan peran lembaga lain.
Ilham Fariduz Zaman, Founder Pinter Hukum dan Advokat, menyatakan bahwa penerapan dominus litis harus disertai sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel. Menurutnya, kekuatan kejaksaan yang absolut berpotensi menjadi alat dominasi yang merugikan pihak-pihak lain apabila tidak ada mekanisme kontrol yang ketat. Tak kalah penting, Sulaiman, seorang praktisi hukum, memberi imbuhan tentang pentingnya mekanisme check and balance antar lembaga penegak hukum supaya kecenderungan otoritarianisme dapat dicegah.
Alhasil, seminar ini tidak hanya membuka ruang diskusi akademis dan praktik hukum, namun juga sebagai momentum penting untuk mengevaluasi struktur dan mekanisme penegakan hukum di Indonesia. Seperti yang disampaikan Pak Imam Rosyadi bahwa hukum pidana tak ubahnya seperti ayam berjalan tanpa kepala, mengerikan, menjijikkan, dan menyedihkan. Ibarat tersebut menggambarkan kondisi sistem yang bertindak tanpa arah, kendali, dan disiplin.
Jika lembaga hukum beroperasi tanpa sistem check and balance yang memadai, maka keputusan yang diambil bisa sembarangan, tidak konsisten, bahkan bias. Dengan demikian, seperti ayam tanpa kepala yang berkeliaran tanpa arah, sistem hukum yang tidak terstruktur dengan baik menghasilkan keputusan yang kacau dan tidak terprediksi. Jika dibiarkan tidak hanya akan merugikan seluruh masyarakat, namun juga melemahkan tatanan hukum secara keseluruhan. (repost:lpmparlemen)
Penulis: ZMRA