Dr. Slamet Muliono Redjosari
Al-Qur’an memerintahkan untuk mengadakan perjalanan dan melihat perilaku orang yang berlimpah harta dan sikapnya pada orang beriman. Orang beriman seringkali menjadi sasaran olok-olok dan ejekan orang-orang kafir. Kesederhanaan orang beriman karena fokus kepada kehidupan akherat dipandang rendah oleh mereka yang berfokus dan rakus untuk menumpuk kekayaan melebihi kebutuhannya. Merendahkan orang beriman merupakan salah satu kemaksiatan di antara kemaksiatan-kemaksiatan lainnya. Qarun merupakan sosok manusia rakus yang mana hidupnya menumpuk kekayaan sehingga menjadi manusia yang berlimpah harta hingga melahirkan berbagai perilaku maksiat. Menumpuk harta melebihi kebutuhannya didorong merupakan perwujudan dari keinginan atau impian untuk hidup makmur dan mapan di dunia. Kemakmuran dan kemapanan hidup ini pada akhirnya menginspirasi kemaksiatan di muka bumi.
Kesederhanaan Orang Beriman
Allah memerintahkan kepada kita untuk mengamai perilaku manusia yang berlimpah harta kekayaan. Mereka serius dan fokus mengumpulkan harta. Tenaga dan waktu mereka dimaksimalkan untuk memperkaya diri, sehingga bisa menikmati hidup secara leluasa. Mereka memiliki tenaga yang kuat hingga sanggup pengelola tanah hingga menjadikannya kaya raya. Mereka tak mengenal waktu, dan seluruh hidupnya untuk memakmurkan dirinya. fokus pada untuk memperkaya diri
Kehidupan yang mapan dan mewah ini membuat mereka terjerembab dalam kehidupan menyimpang. Mereka hidup menghambur-hamburkan harta hingga terjadi kemaksiatan, seperti hidup bebas hingga terjadi korupsi, suap, perjudian, perzinaan, mabuk, dan sebagainya. Situsai seperti ini datang peringatan agar mereka menyadari dan kembali ke jalan yang benar. Alih-alih sadar, mereka justru berpaling dan terus melakukan kemaksiatan. Hal ini ditegaskan Alla sebagaimana firman-Nya :
أَوَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ ۚ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنۡهُمۡ قُوَّةٗ وَأَثَارُواْ ٱلۡأَرۡضَ وَعَمَرُوهَآ أَكۡثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَآءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ
Artinya:
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka, rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. (QS. Ar-Rūm :
9)
Kedzaliman mereka mendatangkan bencana mulai dari kerusuhan sosial, konflik, perebutan kekuasaan, serta terjadinya banjir, kekeringan, hingga kelaparan. Allah memberi ilustrasi sekaligus contoh manusia yang diberi karunia harta kekayaan melimpah. Anugerah harta kekayaan yang melimpah digambarkan sangat fantastis. Kunci pergudangan itu dibawa oleh mereka yang berbadan kuat dan fisik prima. Harta yang melimpah itu melahirkan kesombongan dan keangkuhan tanpa batas. Al-Qur’an menggambarkan hal ini sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡ ۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ
Artinya:
Sesungguhnya Qarūn adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. (QS. Al-Qaşaş : 76)
Kesederhanaan Orang Mukmin
Orang beriman yang fokus pada kehidupan akherat, sehingga bersikap sederhana dan tak memperlihatkan kekayaannya. Sementara lainnya terlihat hidup dalam kekurangan sehingga menjadi sasaran ejekan dan cemooh. Fokus kepada akherat dengan mentauhidkan Allah membuat kehidupannya terlihat sederhana. Hal ini justru menjadi sasaran ejekan. Al-Qur’an menjelaskan fenomena ini sebagaimana firman-Nya :
وَإِذَا رَءَاكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَٰذَا ٱلَّذِي يَذۡكُرُ ءَالِهَتَكُمۡ وَهُم بِذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ هُمۡ كَٰفِرُونَ
Artinya:
Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan), “Apakah ini orang yang mencela tuhan-Tuhan-mu?” Padahal mereka adaIah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah. (QS. Al-‘Anbiyā : 36)
Watak buruk memperolok dan merendahkan mereka yang fokus pada kehidupan akherat seolah menjadi hukum sejarah. Orang beriman bertindak jujur, Amanah, dan tidak terlibat dalam kejahatan sosial. Sementara mereka yang melimpah harta justru tidak lepas dari penyuapan, mencuri takaran, dan berbagai tindakan menyimpang. Kesuksesan duniawi itu melalaikan pada keberadaan Tuhan dan meniadakan hari pertanggungjawaban. Mereka seolah hidup selama-lamanya dan tidak akan ada kehidupan sesuah kematian. Mereka tidak ada waktu untuk beribadah atau berterima kasih pada Sang Pemberi kekayaan.
Sementara orang yang beriman disibukkan dengan amal ibadah, baik yang bersifat individu maupun kolektif. Mereka shalat berjamaah lima waktu, shalat sunnah, puasa sunnah, bersedekah, atau ibadah sosial lainnya. Kehidupan yang mengarah kepada kehidupan akherat itu tidak menjadikan hidupnya mapan dan berlimpah harta. Bahkan hidupnya tanpa terlihat kemewahan. Hal inilah yang membuat bahan oloh-olok dan dipandang rendah oleh orang kafir. Hal ini direkam dengan baik sebagaimana firman-Nya :
وَإِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُنَا بَيِّنَٰتٖ قَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَيُّ ٱلۡفَرِيقَيۡنِ خَيۡرٞ مَّقَامٗا وَأَحۡسَنُ نَدِيّٗا
Artinya:
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” (QS. Maryam : 73)
Kehidupan orang beriman yang sederhana dengan perabot rumah yang sederhana, dan jauh dari kemewahan, membuatnya terjaga hubungan baiknya dengan sang Pencipta. Mereka senantiasa beribadah dengan khusyuk dan istiqomah dengan memasrahkan hidupnya pada Allah.
Surabaya, 19 Maret 2025