Articles

Setiap umat Islam, dalam perjalanan hidupnya selalu mendambakan bisa menikmati ibadah puasa di bulan ramadhan, karena keunggulan dan keagungannya dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya seperti, dilipatgandakannya pahala setiap amal kebaikan yang dilakukan,  Al Qur’an diturunkan sebagai penjelas dan pembeda antara yang baik dan buruk, terdapat satu hari di bulan Ramadhan yang nilainya sama dengan seribu bulan, terkabulnya do’a-do’a dan jaminan ampunan dosa-dosa yang telah lalu. Bahkan Allah memberi keistimewaan bagi hamba-Nya,  bahwa semua amalan bani Adam miliknya kecuali Puasa, sesungguhnya ia milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberikan langsung rewardnya. ‘Izzuddin Abd Salam dalam kitabnya Maqashid Al Shaum mengatakan tentang beberapa faedah ibadah puasa yaitu terangkatnya derajad seorang hamba, terhapuskan dosa-dosa, terkikisnya syahwat,  shadaqah yang berlimpah, adanya kuantitas ketaatan dan terjaganya dari segala kemaksiatan. Ibadah puasa yang sudah empat belas abad lebih masa pemberlakuannya, mempunyai definisi yaitu upaya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Dari pengertian puasa itu bisa difahami pada titik tekannya menahan diri  dan ibadah ini diharapkan akan memberikan add value positif kepada hamba-hamba Allah yang melaksanakannya dengan penuh keimanan.

Diantara Add value ibadah puasa Ramadhan adalah Aspek kontrol emosional (pengendalian diri), atau lebih familier dengan sebutan “sabar” yang hakekatnya menahan diri. Dalam surat Al Baqarah ayat 45 Allah berfirman : “Dan mintalah pertolongan kamu sekalian dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Syeikh Al Qurthubi menafsirkan “sabar” dengan puasa.

Sejatinya makna menahan diri tersebut, jangan hanya dipersempit dengan sekedar menahan makan, minum dan segala perbuatan yang membatalkannya, tapi juga bisa diperluas kepada permaslahan menahan diri dan pengendalian terhadap daya emosional hamba, sebagaimana hadis Rasulullah bahwa kekuatan itu bukanlah kekuatan seseorang yang mampu memenangkan pertarungan, tapi kekuatan itu ketika seseorang mampu mengendalikan  emosianalnya, meminjam isitilah lain Daniel Goleman tentang pengendalian emosional itu dengan kecerdasan emosional yaitu merupakan kemampuan mengelola emosi, mengenali perasaan diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.  Dikutip dari buku hasil penelitiannya berjudul Why It Can Matter More Than IQ. Dalam buku ini, Goleman berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah sama pentingnya dengan IQ untuk kesuksesan, termasuk baik dalam aspek akademik, profesional, sosial, dan interpersonal dalam kehidupan seseorang.

Upaya menahan diri bisa juga dari gaya hidup materialistik hedonistik dan konsumeristik yang lebih berorientasi pada kepuasan kehidupan duniawi. Menahan diri juga bisa diaktualisasikan dalam menahan diri dari segala bentuk kemaksiatan atau pelanggaran hukum, jika di bulan suci Ramadhan saja mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang sesungguhnya dihalalkan oleh agama, seharusnya lebih memiliki daya menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama maupun undang-undang serta aturan yang berlaku. Ketika ada upaya godaan dengan imbalan yang menggiurkan untuk melakukan pelaganggaran hukum, sepatutnya harus berani mengatakan inni shaimun maknanya dengan tegas “tidak, kami menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.  Jika ini bisa direalisasikan dengan baik dan benar, niscaya Aparat penegak hukum di Indonesia bisa meminimalisir segala tindak pidana dan semua bentuk kejahatan yang termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) (1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga puasa benar-benar bisa menjadi perisai/benteng sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang bisa membentengi seorang hamba dari segala bentuk pelanggaran hukum dan kamaksiatan.

Dari Aspek sosial, ibadah puasa memberikan edukasi kepada hamba-hamba Allah untuk peduli, mengikis rasa egoisme dan individualisme dengan tingkat sensitifitas sosial yang tinggi, kepada sesama dalam berbagi. Sering dijumpai kegiatan-kegiatan di bulan Ramadhan, saling berbagi, mulai dari grudug sahur, pembagian ta’jil dan ifthar yang marak di masjid-masjid. Pembagian zakat fitrah di akhir Ramadhan, zakat maal dan infak shodaqah yang berlimpah, karena Masyarakat Indonesia dikenal dengan Masyarakat yang dermawan.  Tidak salah jika negara Indonesia 6 tahun berturut-turut  menjadi negara paling dermawan berdasarkan laporan World Giving Index 2023 dari Charities Aid Foundation (CAF). CAF World Giving Index adalah merupakan salah satu survei amal terbesar yang pernah dilakukan di dunia.

Add value ibadah puasa dari aspek Kesehatan, tidak diragukan lagi telah dibuktikan dalam penelitian medis bahwa puasa itu bisa menyehatkan tubuh, meskipun hadis yang menyatakan itu termasuk kategori dha’if (lemah), namun secara subtsansi telah dibenarkan dunia medis, bahwa potensi puasa itu bisa menurunkan berat badan (obesitas), menjaga Kesehatan jantung, meningkatkan metabolisme tubuh, mengendalikan nafsu makan, meningkatkan fungsi otak, mengaktifkan detoksifikasi, mengurangi risiko diabetes, dan bisa juga membantu menjaga kesehatan mental. Sebagaimana diuraikan dalam siloamhospital.com.

Adapun dari Aspek kemampuan intelektual, melalui kegiatan kajian agama yang mendalam, bisa memberikan tambahan ilmu kepada hamba-hamba Allah yang lebih luas dan komphehensip, dari kajian-kajian agama yang diselenggarakan oleh Takmir masjid maupun instansi-instansi perkantoran secara masif, mulai bakda subuh, dzuhur, isya’dan tarawih.

Semoga ibadah puasa bulan ramadhan yang selalu  ditunaikan setiap tahunnya, tidak hanya sekedar menjadi ibadah ritual rutinan, tapi  senantiasa bisa memberikan add value positif kepada hamba-hamba Allah yang melaksanakannya dengan penuh kekhusyuan dan keikhlasan. Karena ibadah puasa bukan ibadah ritual biasa.