Berita

Forum Mahasiswa Studi Agama Agama Se-Indonesia (FORMASAA-I) berkolaborasi dengan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Studi Agama Agama UIN Sunan Ampel Surabaya dalam menggelar acara Talkshow & Peringatan Hari Perdamaian Internasional yang bertema “Pluralisme dalam Bingkai Perdamaian: Membangun Jembatan Kemanusiaan” di Gedung Student Central UIN Sunan Ampel Surabaya pada hari Senin, 30 September 2024. Acara diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Perdamaian Internasional pada tanggal 21 September setiap tahun sekaligus membangun, membentuk, dan mempromosikan ruang dialog, toleransi, dan kerjasama antarumat beragama dalam membentuk generasi penggerak perdamaian mahasiswa Studi Agama Agama UIN Sunan Ampel Surabaya.

Acara diikuti oleh seluruh anggota HMP dan mahasiswa Prodi Studi Agama Agama UIN Sunan Ampel Surabaya serta turut dimeriahkan oleh tamu undangan dari berbagai kalangan pemuda lintas iman mencakup Gusdurian Surabaya, Pemuda Katolik Surabaya, Roemah Bhinneka, dan Pemuda Ahmadiyah. 

Acara ini menghadirkan tiga narasumber luar biasa, Esthi Susanti Hudiono, M.Si., seorang Pengamat Agama Baha’i & Koordinator Komunitas Inklusi Sosial dan Perdamaian Indonesia selaku pemateri pertama, I Gde Sandy Satria, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG) & Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia selaku narasumber kedua, serta Dr. Haqqul Yaqin, M.Ag., dosen sekaligus Sekretaris-Prodi Studi Agama Agama UIN Sunan Ampel Surabaya selaku narasumber ketiga. Acara berjalan lancar dipandu oleh saudari Thohiratul Hasanah, S. Ag sebagai moderator acara.

 Keseruan peserta selama mengikuti acara. (Sumber: HMP SAA)

Dalam materi pertama, Esthi menjelaskan bagaimana rasa kemanusiaan bisa membangun jembatan perdamaian di dunia. Ia memaparkan bahwa untuk membangun perdamaian di Indonesia kita harus kembali pada konstitusi pancasila, sebab pancasila sebagai dasar negara menunjukkan kearifan lokal bangsa Indonesia. Negara menjamin kebebasan beragama setiap warganegara namun kenyataannya negara belum menunaikan kewajibannya. Penghalangnya antara lain pandangan eksklusif agama yang pada pokoknya mempunyai pandangan sebagai miliki kebenaran satu-satunya. Maka, membangun jembatan kemanusiaan konsep kunci, salah satunya dengan melakukan dialog iman.

Sebagai pengamat agama Bahai, ia juga mengutip beberapa ayat agama Bahai, sebagaimana disebutkan “Jika timbul pikiran untuk berperang, lawanlah pikiran itu dengan pikiran perdamaian yang lebih kuat. Pikiran benci, harus dihancurkan dengan pikiran cinta yang lebih kuat” bahwa manusia tidak akan bisa berdamai dengan orang lain sebelum dia berdamai dengan diri sendiri, manusia tidak akan bisa mendamaikan umat sebelum dia berdamai dengan keadaannya sendiri.

Dilanjutkan dengan materi kedua, Sandy menyampaikan bahwa pluralisme menjadi pondasi penting perdamaian. Dengan memiliki sikap dan keyakinan atas adanya pandangan, agama, kepercayaan, etnisitas, budaya, dan latar belakang sosial yang berbeda menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang harmonis. Karena dalam membangun perdamaianmembutuhkan partisipasi semua elemen masyarakat.

Dia juga menyampaiakan setidaknya terdapat tiga strategi yang harus kita lakukan. Pertama, adanya dialog interkultural. Kita bisa memfasilitasi diskusi antara berbagai kelompok secara terbuka. Dia mewanti-wanti seluruh peserta untuk menjadi generasi perdamaian “agent of peace” yang terus menyuarakan perdamaian baik di dunia nyata ataupun melalui media sosial. Kedua, adanya pendidikan multikultural untuk mengintegrasikan nilai pluralisme dalam kurikulum pendidikan. Pluralisme menjadi pondasi perdamaian. Sebab dengan menyadari, menghargai, dan mengakui adanya keragaman dan perbedaan, maka kita bisa membangun  dialog interkultural. Ketiga, kolaborasi sosial untuk mendorong dan melaksanakan kerja sama antar komunitas dalam proyek sosial sehingga dapat mempererat hubungan.

Penyampaian materi oleh para narasumber. (Dokumentasi: HMP SAA)

Dan materi terakhir dibawakan oleh Dr. Haqqul, ia menyampaikan bahwa upaya memperingati Hari Perdamaian Internasional merupakan momen untuk merefleksikan upaya global dalam menciptakan dunia yang lebih damai dan harmonis. Hari untuk menekankan pentingnya pluralisme, perdamaian, dan kemanusiaan sebagai fondasi utama perdamaian global. Dia juga menyampaikan peran kemanusiaan dalam perdamaian sebagai penggerak moral mendorong tindakan positif untuk perdamaian, perekat sosial yang menjembatani perbedaan dan menguatkan ikatan antar manusia, serta menjadi inspirasi perubahan untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Selain itu dia menyampaikan pentingnya peran pemuda dalam membangun perdamaian. Pemuda bisa menjadi motor penggerak inovasi dan perubahan sosial, dapat menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas, serta menjadi pemimpin masa depan yang berorientasi pada perdamaian. “inti dari perjuangan kemanusiaan adalah kemanusiaan” ucapnya.

Selanjutnya, acara diikuti dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang aktif dilakukan oleh para peserta dan diakhiri dengan doa dan foto bersama. Sebelum keluar dari ruangan, seluruh peserta diarahkan untuk memberikan tanda tangan secara bergantian pada sebuah banner yang sudah disediakan oleh panitia sebagai simbol salam perdamaian dunia. 

Keseruan peserta pada sesi tanya jawab dan penandatanganan pada banner hari perdamaian. (Dokumentasi: HMP SAA)

Dengan adanya acara ini semoga dapat memberikan wawasan dan semangat baru bagi seluruh peserta khususnya mahasiswa prodi Studi Agama Agama UIN Sunan Ampel Surabaya dalam menciptakan ruang dialog dan komunikasi terbuka antarumat beragama, membangun toleransi dalam mewujudkan perdamaian dunia, serta melahirkan generasi-generasi penggerak perdamaian “agent of peace” sebagai salah satu simbol rahmatan lil ‘aalamiin dari umat Islam untuk dunia.

Penulis: Dwi Ayu Zafira Amatilla

Editor: Lidya Karmalia