Rabu, 20 November 2024 merupakan salah satu hari bahagia untuk Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas Adab dan Humaniora di UIN Sunan Ampel Surabaya (Prodi Sasindo FAH Uinsa) sebab kala itu hadir sebuah rangkaian pementasan drama dan musikalisasi dari mahasiswa Prodi Sasindo Angkatan 2022 (Semester V). Pementasan dan musikalisasi itu merupakan muara dari Mata Kuliah Pementasan semester gasal 2024-2025, sebuah bentuk tugas akhir berupa praktikum. Acara kian sakral lantaran dihadiri Haris Shofiyuddin, M.Fil.I. selaku Kaprodi Sastra Indonesia guna membuka acara tersebut. Beliau menyampaikan bahwa drama sebagai seni, merupakan pemenuhan kebutuhan manusia. “Pikiran manusia memerlukan ilmu dan pengetahuan untuk berkembang, sama seperti tubuh memerlukan makanan. Ilmu pengetahuan memberikan pemahaman, wawasan, dan kemampuan berpikir kritis yang memperkaya mental dan intelektual seseorang”, tuturnya.
Turut hadir pula Jiphie Gilia Indriyani, M.A. selaku penanggung jawab acara sekaligus pengampu mata kuliah ini, disertai dosen-dosen Prodi Sasindo lain. Dalam sambutannya, Jiphie menyampaikan bahwa pementasan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam merancang, mengorganisasi, dan melaksanakan sebuah pementasan seni pertunjukan secara profesional. Melalui pemahaman mendalam tentang konsep, teknik, dan unsur-unsur dalam pementasan, mahasiswa diharapkan dapat menciptakan karya tidak hanya mengedepankan aspek artistik, tetapi juga memenuhi tuntutan teknis dan logistik produksi. Mata kuliah ini juga bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam bekerja secara kolaboratif, memecahkan masalah selama proses produksi, serta mengaplikasikan teori dan praktik dalam konteks dunia seni pertunjukan dinamis dan terus berkembang.
Kegiatan tersebut dimulai pukul 08.00-15.00 WIB di Auditorium Kampus A. Yani UIN Sunan Ampel Surabaya dan dihadiri oleh seluruh mahasiswa-mahasiswi aktif Prodi Sasindo. Ketua pelaksana — Muflich Dhafa Athilla — menegaskan dalam sambutan bahwa tema pementasan drama dan musikalisasi kali itu ialah Nyawiji Sastra Ing Seni Mahakarya Sandiwara. Tema tersebut menggambarkan perpaduan harmonis antara sastra dan seni pertunjukan di mana teks sastra — kaya akan makna dan nilai-nilai kebudayaan — dipadukan dengan seni teater untuk menciptakan karya mendalam dan memikat. Dalam konteks ini, sastra tidak hanya berfungsi sebagai sumber cerita, tetapi juga menjadi elemen penting pembentuk karakter, dialog, dan pesan dalam sandiwara. Kedua unsur tersebut — sastra dan seni pertunjukan — bekerja bersama untuk menciptakan sebuah mahakarya teater penuh makna, estetika, dan pengalaman emosional bagi penonton. Konsep ini mengedepankan sinergi antara karya tulis mendalam dengan ekspresi visual dan fisik dalam pertunjukan teater.
Pementasan pertama berjudul Gandrung & Vidiara karya Ilham Zoebazary. Cerita ini berkisah tentang perjalanan cinta seorang laki-laki bernama Panjikawuk yang gemar menari dengan penari gandrung. Suatu hari ia mendapati kenyataan bahwa ia menyukai seorang perempuan yang bernama Ayu Jumilah, namun ternyata perempuan tersebut adalah putri kandungnya. Kenyataan ini membuat Panjikawuk tercengang karena selama ini ia tidak mengetahui bahwa ia memiliki seorang putri dari hubungannya dengan Lasmi, seorang penari gandrung yang dikencaninya beberapa tahun lalu.
Pementasan selanjutnya berjudul Bulan Bujur Sangkar karya Iwan Simatupang. Cerita ini berkisah tentang kegelisahan seorang lelaki tua yang ingin mengakhiri hidupnya. Ia mengalami konflik batin karena ia merasa sudah selesai menjalani hidupnya. Di luar dugaan, ketika ia merasa sudah jenuh dan ingin menyelesaikan hidup, ia justru bertemu dengan seorang perempuan yang kembali mengobarkan gairah hidupnya. Untuk sesaat ia mengurungkan niat untuk mati walaupun pada akhirnya ia tetap mengakhiri hidupnya.
Pementasan terakhir berjudul Hantu +62 karya Alwiya (Mahasiwa Prodi Sastra Indonesia) yang mengadaptasi karya Meidito Dian dalam Webtoon dengan judul Hantu +62. Cerita ini berkisah tentang kasih tak sampai, dimana sepasang kekasih harus berpisah dikarenakan satu diantarnya meninggal dunia. Keduanya masih belum bisa melupakan kisah mereka semasa masih bersama. Kisah ini juga mengangkat isu beauty previlege yang marak terjadi di Indonesia. Kisah sedih ini dikemas dalam bentuk komedi tragis ini berhasil dibawakan dengan ringan namun tetap merespon isu sosial dengan apik.