Column
Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya
  • Kemuliaan Muharram

Muharram adalah satu dari 4 bulan yang dimuliakan Allah (QS. At Taubah [9]: 36). Pada 4 bulan mulia itu (Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab), kita dianjurkan Nabi untuk berpuasa, tanpa ditentukan tanggalnya. Seorang sahabat, Abu Mujibah Al-Bahili, r.a datang kepada Nabi, lalu ia diperintah untuk berpuasa pada bulan-bulan itu,  

صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ

“Berpuasalah pada (sebagian hari) bulan-bulan mulia, dan tinggalkan” Nabi mengulang nasihatnya tiga kali, sambil menggengamkan tangan, dan melepaskan jarinya satu per satu. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi dari Abu Mujibah Al Bahili) (Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, 3: 204-205).

Khusus tentang bulan Muharram, Nabi SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
“Puasa terbaik selain Ramadan adalah puasa Muharram” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, r.a). Dalam hadis ini, Nabi juga tidak menyebut tanggalnya.

  • Puasa tanggal 10 Muharram (‘Asyura’) 

Dalam hadis riwayat Al Baihaqy dari ‘Aisyah, r.a disebutkan, hukum puasa ‘asyura’ semula adalah wajib. Setelah datangnya perintah puasa Ramadan, puasa ‘asyura berubah hukumnya menjadi  sunah, tidak wajib. Dalam hadis Aisyah itu juga disebutkan, ‘asyura’ adalah hari pertama kali ka’bah ditutup dengan kain. Ketika ditanya sahabat tentang keutamaan puasa ‘asyura’ (10 Muharram), Nabi SAW menjawab,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ

“Puasa tersebut menghapus dosa setahun yang lewat” (HR. Muslim dari Abu Qatadah, r.a).

Pada masa Jahiliyah, orang-orang Quraisy berpuasa ‘Asyura’, melanjutkan tradisi Nabi Ibrahim. Ternyata, orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal itu untuk merayakan keselamatan Nabi Musa dan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan tentaranya. Jadi, puasa ‘asyura’ adalah bentuk penghormatan Islam terhadap tradisi masyarakat, termasuk penganut Yahudi.  

  • Puasa tanggal 9 Muharram (Tasu’a’).

Ketika para sahabat memberitahu Nabi, bahwa puasa ‘asyura’ merupakan puasa orang Yahudi dan Nasrani, Nabi bersabda,  

فَاِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا فِي الْيَوْمِ التَّاسِعِ

“Insya-Allah, tahun depan saya berpuasa tanggal 9 Muharram (tasu’a’).” Tapi, sebelum memasuki tahun berikutnya, Nabi SAW wafat (HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas, r.a).

  • Puasa tanggal 11 Muharram

Para ulama berselisih tentang puasa tanggal 11 Muharram. Sebagian ulama melarangnya, sebab hadis yang dijadikan dasar dipandang tidak valid. Sebagian ulama lainnya justru menganjurkannya, sebab: (1) dalam hadis tentang perintah puasa pada empat bulan yang mulia, termasuk Muharram, tidak disebut tanggalnya secara khusus. Jadi, kita boleh berpuasa kapan saja, (2) Nabi SAW bersabda,

صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَ خَالِفُوْا فِيْهِ الْيَهُوْدَ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا اَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Berpuasalah pada hari Asyura (10 Muharram), dan hendaklah berbeda dengan puasanya orang Yahudi, (artinya) berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudah ‘asyura’” (HR. Al Baihaqi dari Ibnu Abbas, r.a).

Dengan puasa tiga hari dalam Muharram, yaitu puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, maka puasa ‘Asyura’ kita benar-benar secara jelas tidak sama dengan puasa penganut Yahudi dan Nasrani.

  • Tambahan

(1) Puasa Muharram boleh kita lakukan dengan niat ganda. Misalnya, niat berpuasa Muharram sekaligus berpuasa Senin atau Kamis, asalkan puasa Senin dan Kamis itu sudah rutin kita lakukan, (2) meskipun pada jaman Nabi belum ada tahun Islam, tidaklah dilarang kita menyambut tahun baru Islam dengan kegiatan membaca Al Qur’an, mengadakan khitanan masal, kajian Islam, sedekah untuk fakir miskin dan yatim, serta aneka lomba dengan nuansa Islam. Kita bangga, muslim Indonesia telah melaksanakan semua kegiatan mulia tersebut setiap Muharram. 

Dirangkum oleh Moh. Ali Aziz, Youtube: Moh Ali Aziz Channel, 7-8-2021/28 Dzulhijjah 1442).