Column UINSA

Oleh: Muhammad Fahmi
Kaprodi Pendidikan Agama Islam

Rabu, 27 Nopember 2024, Negeri ini telah menyelenggarakan pesta demokrasi dalam bentuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Pelaksanaan pilkada telah berjalan lancar meski masih bersifat prosedural. Mengapa prosedural, karena level demokrasi kita masih berada di taraf itu. Demokrasi di negeri ini belum sampai ke level substansial. Buktinya, masih banyak praktik politik uang (money politic) yang menebar secara massif, terencana, dan terstruktur menjelang pelaksanaan pilkada.
Politik uang, atau praktik menggunakan uang untuk memengaruhi hasil politik, telah menjadi isu yang mendalam dalam banyak sistem politik di dunia, termasuk Indonesia. Fenomena ini tak hanya merusak kualitas demokrasi tetapi juga mengarah pada ketidakadilan dalam proses pemilihan umum dan pengambilan keputusan politik. Tulisan ini mengupas politik uang dalam perspektif Islam, dengan mengidentifikasi penyebab, dampak, dan solusi yang dapat diambil untuk mengatasi praktik tersebut, serta bagaimana Islam memandang dan memberi panduan dalam menghadapi masalah ini.
Politik uang merujuk pada praktik pemberian uang atau barang untuk memengaruhi pilihan politik atau hasil pemilu. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bentuk korupsi yang merusak demokrasi (Simanjuntak, 2016). Dalam literatur yang berkembang, politik uang diidentifikasi sebagai masalah yang tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara maju dengan dampak yang merugikan proses pemilihan umum dan memperburuk ketidakadilan sosial (Kurniawan, 2018).
Studi dari Poh & Simanjuntak (2017) menyebutkan bahwa ketimpangan ekonomi sering menjadi faktor pendorong utama praktik politik uang. Mereka menilai bahwa masyarakat yang hidup dalam kemiskinan atau kesulitan ekonomi lebih rentan untuk menerima tawaran uang dalam proses pemilu, karena mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Politik uang dapat terjadi karena beberapa factor. Pertama, Ketimpangan Ekonomi. Politik uang sangat terkait dengan ketimpangan ekonomi yang semakin tajam. Sebagaimana dinyatakan oleh Kurniawan (2019), ketidakmerataan ekonomi menjadikan masyarakat mudah terperdaya oleh tawaran materi, terutama dalam pemilu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya akses ke pendidikan politik yang memadai, serta dominasi ekonomi dari para politisi yang ingin mempertahankan kekuasaan melalui praktik suap dan gratifikasi.
Kedua, Pendidikan Politik yang Lemah. Prasetyo (2020) mengungkapkan bahwa rendahnya pendidikan politik di Indonesia menjadi penyebab politik uang marak. Banyak pemilih tidak menyadari pentingnya memilih berdasarkan program dan rekam jejak calon pemimpin, sehingga mereka lebih mudah tergoda untuk memilih calon berdasarkan uang yang ditawarkan, tanpa memperhatikan kapasitas atau visi calon tersebut.
Ketiga, Kelemahan Sistem Pengawasan. Pengawasan pemilu yang lemah memungkinkan praktik politik uang tumbuh subur. Tanpa pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang efektif, politik uang tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga menurunkan kualitas pemerintahan yang terpilih.
Keempat, Budaya Patronase. Di Indonesia, budaya patronase masih sangat kuat. Politisi yang terpilih melalui praktik politik uang seringkali harus mengembalikan “modal” yang mereka keluarkan untuk mendapatkan dukungan pemilih. Ini mendorong pengambilan keputusan politik yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi atau kelompok daripada kepentingan umum.

Dampak Politik Uang
Politik uang tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga berdampak pada kualitas demokrasi dan pemerintahan yang terbentuk. Beberapa dampak yang ditimbulkan antara lain: Pertama, Merusak Kualitas Demokrasi. Politik uang mengurangi kualitas demokrasi karena memilih berdasarkan uang bertentangan dengan prinsip-prinsip pemilu yang adil dan berbasis pada kompetensi. Praktik politik uang dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemilu dan proses demokrasi, mengurangi legitimasi politisi yang terpilih dan menguatkan ketidakadilan dalam sistem pemerintahan.
Kedua, Meningkatkan Korupsi. Praktik politik uang membuka pintu bagi korupsi lebih lanjut. Politisi yang terpilih melalui politik uang sering merasa berhutang kepada pihak yang mendanai kampanye mereka, yang kemudian mendorong praktik korupsi di dalam pemerintahan. Ini menciptakan lingkaran setan di mana uang dan kekuasaan saling terkait, semakin memperburuk kondisi sosial dan ekonomi negara.
Ketiga, Mengekalkan Ketidakadilan Sosial. Politik uang memperburuk ketidakadilan sosial. Ketika pemilih memilih berdasarkan imbalan materi, mereka tidak memprioritaskan kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan jangka panjang. Sebagai hasilnya, calon-calon yang terpilih seringkali tidak memiliki komitmen untuk mengatasi masalah mendasar seperti ketimpangan sosial dan ekonomi.
Keempat, Penyalahgunaan Kekuasaan. Politisi yang menang melalui politik uang merasa wajib “membayar utang” mereka, yang seringkali menyebabkan kebijakan yang diambil lebih menguntungkan bagi mereka yang mendanai mereka daripada bagi masyarakat luas. Hal ini memperburuk ketimpangan dan ketidakadilan dalam kebijakan publik.

Politik Uang dalam Perspektif Islam
Islam memiliki pandangan yang tegas terhadap praktik politik uang. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT melarang tindakan risywah (suap) yang dapat merusak keadilan. Dalam Surah Al-Baqarah (2): 188, disebutkan:
“Janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada hakim, agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengutuk segala bentuk transaksi yang mengarah pada ketidakadilan dan penipuan dalam urusan sosial dan politik. Praktik politik uang bertentangan dengan prinsip keadilan dan transparansi yang harus diterapkan dalam setiap keputusan publik, termasuk dalam pemilihan pemimpin.
Islam mengajarkan bahwa pemimpin harus dipilih berdasarkan integritas, kemampuan, dan komitmen mereka terhadap kepentingan umat, bukan berdasarkan tawaran materi. Memilih pemimpin dengan kriteria yang salah, seperti uang, adalah bentuk penyelewengan terhadap amanah yang diberikan oleh Allah.
Oleh karena itu, politik uang perlu diatasi. Beberapa Solusi dalam mengatasi politik uang adalah: Pertama, Pendidikan Politik yang Lebih Baik: Meningkatkan pemahaman politik masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan kualitas calon dan bukan imbalan materi sangat penting. Pendidikan politik di Indonesia perlu ditingkatkan melalui kurikulum pendidikan, media, dan kampanye yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya demokrasi yang bersih dan berintegritas.
Kedua, Pengawasan Pemilu yang Lebih Ketat. Perbaikan dalam sistem pengawasan pemilu sangat penting. Lembaga pengawasan pemilu perlu dilengkapi dengan sumber daya yang memadai, serta prosedur yang jelas dan transparan dalam menangani dugaan politik uang. Penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera bagi pelaku politik uang.
Ketiga, Penguatan Etika Politik. Di tingkat legislatif dan eksekutif, para politisi harus menanamkan etika politik yang tinggi. Prasetyo (2020) mencatat bahwa perubahan etika politik bisa dimulai dengan memberi contoh dari para pemimpin yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparansi dalam berpolitik, serta menanggalkan praktik-praktik buruk seperti politik uang.
Keempat, Sanksi Hukum yang Tegas. Pemerintah harus memberikan sanksi hukum yang jelas dan tegas bagi pelaku politik uang. Kurniawan (2019) mencatat bahwa hukum yang kuat dan diterapkan tanpa pandang bulu akan mengurangi insentif untuk terlibat dalam politik uang.
Politik uang merupakan masalah besar yang merusak demokrasi dan integritas pemerintahan. Dari perspektif Islam, politik uang adalah bentuk penyelewengan terhadap prinsip-prinsip keadilan dan amanah. Oleh karena itu, penting untuk mengatasi masalah ini dengan langkah-langkah yang sistematis, termasuk peningkatan pendidikan politik, pengawasan yang ketat, penguatan etika politik, serta penegakan hukum yang tegas. Dengan demikian, kita dapat menciptakan sistem demokrasi yang lebih adil, bersih, dan transparan, serta menghindari korupsi dan ketidakadilan sosial yang lebih luas.

Referensi:
Simanjuntak, R. (2016). Corruption and Democracy in Indonesia: The Role of Political Money. Journal of Political Studies.
Kurniawan, E. (2019). Economic Inequality and Political Money in Indonesia. Journal of Political Economy.
Poh, L., & Simanjuntak, R. (2017). Political Money in Southeast Asia: A Comparative Study. Asian Politics Review.
Prasetyo, R. (2020). Political Education and the Fight Against Money Politics in Indonesia. Indonesian Journal of Political Science.