Berita

Surabaya, 24 Juni 2025 – Sebuah penelitian mendalam yang menyoroti aspek krusial dalam dinamika keluarga telah berhasil diselesaikan oleh Shafa Tasya Salsabillah, mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya yang berjudul “Pembentukan Kepribadian Melalui Interaksi Sosial di Kalangan Anak Usia Prasekolah dengan Orang Tua Tunarungu Pada Komunitas Pengajian Tunarungu di Kelurahan Wonokromo, Surabaya” telah dinyatakan lulus setelah melalui proses sidang pada 10 Juni 2025.

Shafa Tasya Salsabillah termotivasi untuk mengangkat topik ini karena ketertarikannya memahami proses pengasuhan dalam keluarga dengan keterbatasan komunikasi, khususnya keluarga tunarungu. Ia ingin menelusuri bagaimana orang tua dengan hambatan pendengaran mampu membentuk kepribadian anak, mengingat anak-anak adalah cerminan dari pola asuh yang mereka terima. Subjek penelitian ini melibatkan pasangan orang tua tunarungu beserta anak-anak mereka yang masih berusia prasekolah di Komunitas Pengajian Tunarungu di Kelurahan Wonokromo, Surabaya. Fokus utama penelitian ini adalah mengobservasi dan menganalisis bagaimana proses pengasuhan orang tua berperan dalam membentuk kepribadian anak.

Harapan besar menyertai hasil penelitian ini. Shafa berharap temuannya dapat memberikan gambaran yang jelas bahwa keterbatasan fisik seperti tunarungu, sama sekali tidak menjadi penghalang dalam proses pengasuhan yang berkualitas. Lebih jauh, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para orang tua lainnya, serta referensi penting bagi akademisi, pendidik, atau pihak terkait dalam menyusun program yang lebih inklusif dan suportif bagi keluarga dengan disabilitas.

Keunikan skripsi ini terletak pada fokusnya yang tidak biasa: menyoroti proses pengasuhan anak yang berlangsung dalam keluarga tunarungu. Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa meskipun komunikasi tidak selalu dilakukan secara verbal, interaksi yang dibangun tetap kaya makna. Dalam pengasuhan anak, bahasa tubuh, ekspresi wajah, sentuhan hangat, dan kedekatan emosional adalah fondasi komunikasi yang jauh melampaui kata-kata. Sejak dini, anak-anak, terutama mereka yang memiliki keterbatasan pendengaran, secara intuitif membaca isyarat non-verbal ini sebagai jendela menuju dunia emosi dan niat pengasuhnya. Sebuah senyuman dapat menyampaikan kegembiraan, kerutan dahi menunjukkan kekhawatiran, dan postur tubuh yang terbuka mengisyaratkan penerimaan. Melalui ekspresi dan gerak-gerik ini, anak belajar tentang rasa aman, batasan, dan bagaimana menavigasi interaksi sosial, membentuk pemahaman awal mereka tentang lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.

Sentuhan fisik yang positif berperan krusial dalam membangun ikatan emosional yang mendalam dan memberikan rasa aman. Pelukan erat, gendongan lembut, atau usapan menenangkan secara harfiah melepaskan hormon ikatan, memperkuat rasa percaya antara anak dan pengasuh. Sentuhan tidak hanya menenangkan saat anak merasa takut atau sedih, tetapi juga mengajarkan mereka tentang kenyamanan, perhatian, dan kasih sayang yang tak bersyarat. Ini adalah bahasa universal yang secara langsung memengaruhi regulasi emosi anak dan menjadi penanda penting bahwa mereka dicintai dan dilindungi.

Pada akhirnya, akumulasi dari semua interaksi non-verbal ini bahasa tubuh yang mendukung, ekspresi wajah yang penuh kasih, dan sentuhan yang menenangkan membentuk kedekatan emosional yang esensial. Kedekatan ini memupuk empati, kepercayaan diri, dan harga diri pada anak. Melalui respons sensitif terhadap isyarat non-verbal anak, orang tua mengajarkan mereka bagaimana mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri, serta membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Dengan demikian, meskipun mungkin ada keterbatasan pendengaran, kekayaan komunikasi non-verbal memastikan pengasuhan yang berkualitas, membentuk kepribadian anak yang kuat dan terintegrasi.

 

Salah satu temuan paling menarik dari penelitian ini adalah bagaimana orang tua tunarungu, meskipun dengan keterbatasan dalam berkomunikasi verbal, mampu membangun hubungan yang sangat kuat dan efektif dengan anak-anak mereka. Anak-anak yang menjadi subjek penelitian menunjukkan kemampuan luar biasa dalam bersosialisasi, mengenali dan mengekspresikan emosi, serta menunjukkan kemandirian yang tinggi dalam aktivitas sehari-hari. Komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan sentuhan hangat dari orang tua tidak hanya mampu membentuk kedekatan emosional, tetapi juga secara alami membentuk karakter positif pada anak. Anak-anak belajar memahami dunia melalui simbol-simbol dan isyarat yang digunakan orang tua, bahkan saat menghadapi kendala komunikasi, mereka menunjukkan kesabaran dan pengertian yang luar biasa. Hal ini membuktikan bahwa cinta, kesabaran, dan adaptasi adalah fondasi utama pengasuhan yang sukses, melampaui batasan komunikasi verbal. (Dhimas/ ed. FyP)


Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.