Artikel

Sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan intelektual ulama, mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) telah berhasil melakukan preservasi terhadap ratusan manuskrip di Bangkalan, Madura.

Hasil magang riset yang dilakukan oleh mahasiswa dan Tim Lajnah Turost ini telah memberikan kontribusi besar dalam melestarikan karya-karya penting dalam sejarah keilmuan Islam di Indonesia.

Lokasi magang riset kali ini berada di Bangkalan, Madura, yang merupakan salah satu daerah yang kaya akan warisan intelektual ulama. Di Bangkalan, terdapat banyak manuskrip kuno yang belum terpelihara dengan baik dan berisiko mengalami kerusakan akibat faktor alam dan manusia.

Melalui kerjasama dengan Lajnah Turost, sebuah lembaga yang berkomitmen dalam pelestarian manuskrip kuno di Indonesia, mahasiswa IAT UINSA berhasil melakukan preservasi terhadap ratusan manuskrip yang tersebar di berbagai tempat di Bangkalan.

Tempat-tempat tersebut di antaranya adalah masjid Talonarah Alas Kokon Modung, Pondok Sepuh Nurul Iman Banyualit Tanah Merah, Langgar Sepuh Morombuh Kwanyar, dan Pondok Pesantren Sembilangan Kramat Bangkalan. Kegiatan preservasi ini telah dilakukan selama dua minggu lebih, terhitung dari awal mulai sejak senin (19/2/2024) hingga Rabu (6/3/2024).

Inayatul Mubarokah, salah satu mahasiswi magang menjelaskan agenda mereka di hari pertama yang bertepatan di Alas Kokon, “Untuk hari pertama, kami ada pembukaan kegiatan magang, kemudian dilanjut dengan kegiatan preservasi manuskrip, di mana kami melakukan pembersihan terhadap manuskrip dan mengidentifikasinya,” ujarnya.

Proses ini merupakan tahapan awal yang sangat penting, mengingat kondisi fisik dan materi dari manuskrip tersebut rentan terhadap kerusakan. Tentu, dalam melakukan proses tersebut mahasiswa magang didampingi oleh Naufal Cholily, M. Th. I selaku dosen pembimbing lapangan, Ust. Ainur Ridho dan Lora Makrom Ubaid selaku penanggung jawab kegiatan, serta Ustadz Mun’iem selaku Wakil Mudir Ma’had Aly, di bawah arahan Lajnah Turost.

Proses preservasi dilakukan dengan hati-hati dan cermat untuk memastikan bahwa manuskrip-manuskrip tersebut dapat tetap terjaga dengan baik untuk generasi mendatang. Mahasiswa juga melakukan digitalisasi terhadap beberapa manuskrip, sehingga karya-karya tersebut dapat diakses secara lebih luas oleh masyarakat.

“Di tempat pertama itu kami berhasil melakukan preservasi lebih dari 100 manuskrip selama empat hari, namun untuk lama hari preservasinya nggak menentu, bisa tiga sampai empat hari, tergantung banyaknya manuskrip yang akan dipreservasi,” jelas Izza Nuzilatul Laili, mahasiswi magang.

Dalam pelaksaan tugasnya sendiri, mereka menggunakan sistem perputaran kerja (rolling system), di mana dalam satu kelompok kerja mahasiswa dapat bertukar posisi. “Kita menggunakan rolling system, jadi jika sudah pernah melakukan proses scan manuskrip, bisa ganti ke proses katalogisasi atau lainnya, sehingga tiap mahasiswa pernah melakukan semua proses preservasi manuskrip,” tutur Siti Rahmawati, mahasiswi magang.

Preservasi manuskrip di Pondok Sepuh Nurul Iman Banyualit Tanah Merah

(Sumber: Dokumen pribadi)

Selain digitalisasi manuskrip, mahasiswa juga melakukan proses katalogisasi secara teliti terhadap manuskrip tersebut. Mereka mencatat setiap detail penting seperti tahun pembuatan, penulis, isi konten, kondisi fisik secara rinci dari manuskrip tersebut. Hal ini penting untuk memudahkan akses dan pemahaman terhadap manuskrip bagi para peneliti dan masyarakat umum.

Hingga Rabu (6/3/2024), agenda preservasi telah berhasil mengalihmediakan (digitalisasi) 327 manuskrip dan menyusun daftar katalognya. Terkumpulnya manuskrip ini tentunya tidak luput dari peran warga sekitar, di mana ketika seseorang mempunyai manuskrip yang sudah lama disimpan di rumahnya, orang tersebut dengan senang hati memberikan akses kepada Tim Lajnah Turost untuk mempreservasi manuskrip tersebut.

Salah satu mahasiswa magang, Muhammad Labib Naufal mengatakan bahwa dari ratusan manuskrip yang telah dipreservasi tersebut terdapat dua manuskrip yang menurutnya menarik. Manuskrip menarik pertama ada di Banyualit yakni terdapat dua manuskrip Al-Qur’an yang dikeramatkan.

“Manuskrip Al-Qur’an di Banyualit menurut saya sangat menarik, karena jika dilihat dari sisi historisnya, Al-Qur’an ini dikeramatkan oleh pemiliknya bahkan teman-teman perempuan ndak diizinkan untuk melihatnya langsung. Di Al-Qur’an itu juga terdapat penafsiran, namun tidak semua ayat ditafsirkan,” tuturnya.

Selain itu, terdapat juga manuskrip lain yang menurutnya tidak kalah menarik, yakni manuskrip yang berada di Sembilangan. Manuskrip tersebut berupa salinan Kitab Taurat yang dituliskan dengan Bahasa Arab. “Manuskrip ini menurut saya menarik karena berbeda dari bidang keilmuan lainnya dan masuk pada ranah antar agama,” jelasnya.

Dalam praktiknya sendiri, tentu banyak tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa magang. Tantangan atau kesulitan yang dihadapi pun berbeda-beda tiap individunya. Melihat ini merupakan kali pertama mereka terjun dalam kegiatan preservasi manuskrip dan pengalaman yang dimiliki tiap individu pun berbeda-beda.

“Selama magang, saya banyak belajar hal baru di sana terutama ketika proses katalogisasi. Berdasarkan pengalaman yang saya miliki, proses katalogisasi lumayan mudah bagi saya. Namun, ada satu proses yang cukup menantang bagi saya, yakni proses digitalisasi manuskrip,” Jelas Fitri Aulia Nisa’ saat wawancara bersama penulis melalui google meeting pada Jum’at (8/3/2024).

Proses digitalisasi manuskrip memang menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian orang, karena proses ini memerlukan pengetahuan tentang jenis manuskrip yang akan didigitalkan, termasuk struktur, dan formatnya. Pemahaman ini penting untuk memastikan digitalisasi dilakukan dengan akurat dan tepat.

“Kalau saya justru lebih suka ketika proses digitalisasi, karena saya cukup memiliki pengalaman dalam mengoperasikan perangkat lunak dan keras selama proses digitalisasi, seperti scanner, kamera digital, atau lainnya,” tutur Mahdaz Zulfa, mahasiswi magang.

Proses preservasi manuskrip (Sumber: Dokumen pribadi)

Keberhasilan dalam mempreservasi ratusan manuskrip ini adalah bukti nyata dari dedikasi dan kerja keras para mahasiswa magang riset. Langkah-langkah ini memberikan harapan baru bagi pelestarian dan penelitian lebih lanjut terhadap warisan intelektual yang berharga ini.

Lebih dari itu, kegiatan ini bukan hanya memberikan manfaat dalam hal pelestarian manuskrip kuno, tetapi juga memberikan pengalaman berharga bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di kampus dalam konteks nyata.

“Kami merasa senang dan bersyukur mengikuti kegiatan preservasi manuskrip ini, karena ini merupakan pengalaman yang berharga bagi kami. Dulu kami mengira mencari manuskrip untuk bahan penelitian itu sulit banget, tapi setelah mengikuti kegiatan ini kami sadar ternyata banyak banget manuskrip yang tersebar di berbagai daerah, salah satunya di Bangkalan ini,” ucap Dewi Maliha, mahasiswi magang.

Tentu hal ini juga menunjukkan pentingnya peran pemuda dalam melestarikan warisan budaya untuk generasi mendatang, sehingga harapannya dapat menginspirasi mahasiswa lain untuk terlibat dalam kegiatan magang riset yang serupa di masa depan. (Lidya Karmalia – Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)