Column

LITERACY DIGITAL MODERASI BERAGAMA PEREMPUAN PASAR MADURA DI DAERAH TAPAL KUDA

Oleh: Wahyu Ilaihi, MA.
Dosen pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya

Dunia digital yang terkoneksikan internet dalam bentuk media sosial sudah merupakan bagian dari kehidupan sehari hari (everyday internet) masyarakat Indonesia. Jika dalam kurung lima tahun yang lalu akses internet masih menjadi permasalahan (hanya dikalangan tertentu) maka saat ini sedikit demi sedikit sudah mulai tereduksi terutama terkait digital divide (kesenjangan digital). Perspektif ketimpangan yang kuat dan banyak menjadi pembicaraan secara global adalah kesenjangan akses antara perempuan dan laki-laki. Faktanya banyak studi sebelumnya mengkaji menemukan kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam pengunaan dan akses teknologi digital (Dholakia, 1994), era digital digambarkan sebagai domainnya kaum laki-laki (Badagliacco, 1990; Wood, 2000; Faulkner, 2001). Kesenjangan “produk” yaitu perbedaan sosial, ekonomi dan fakta tentang pandangan keterampilan digital yang menimbulkan efikasi diri perempuan lebih rendah dalam menggunakan teknologi (Busch, 1995; Joiner,et.al, 1996; Hargittai&Shafer, 2006;  Shashaani, 1994). Perkembangan teknologi digital memunculkan fakta adanya bias gender, laki-laki lebih tertarik teknologi daripada perempuan (Fallows, 2005; Lohan& Faulkner, 2004; Puente, 2008: Varank, 2007), dan masih banyak lagi.

Lebih lanjut terkait fakta digital divide tersebut juga terjadi di Indonesia termasuk di Jawa yaitu daerah Tapal Kuda (kawasan yang terletak di ujung Timur Pulau Jawa yang berbentuk seperti Tapal Kuda). Kawasan yang banyak dihuni  etnis Madura seperti daerah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi (Sholeh, 2014). Walaupun tingkat frekuensi penggunaan digital devices perempuan etnis Madura, Tapal Kuda pada kategori cukup, namun beberapa data menyebutkan bahwa mereka masih rentan dalam kesenjangan literasi digital dalam informasi tertentu.  Fakta ini dilatarbelakangi kesenjangan karena selama ini  masih jarang sekali tentang kampanye dan pendampingan mengenai literasi digital terkait yang menyentuh kalangan perempuan etnis Madura di daerah Tapal Kuda. Literacy digital adalah sesuatu yang masih jarang dilakukan dan hampir tidak ada. Sedangkan terkait dengan konsep tentang moderasi beragama asumsi lainnya adalah dipertajam dengan kesenjangan digital berdasarkan gender yaitu yang menemukan fakta bahwa dibandingkan dengan kaum laki-laki masih belum seimbang (Ilaihi, W &Utami, I.B , 2023) tergambar bahwa Dakwah ber-Moderasi Beragama yang menggunakan teknologi digital di tokoh beragama kalangan NU Klatakan, Jember (merupan bagian wilayah Tapal Kuda). Secara inplisit data-data tergambarkan bahwa rata-rata pegiat moderasi beragama secara digital adalah kaum laki-laki termasuk dari partisipan dan audiennya. Fakta tersebut bisa tidak menutup kemungkinan terjadi dan berlanjut pada akses lainnya seperti ekonomi, politik sosial dan budaya dalam bermedia secara digital.

Pendampingan ini menggunakan ABCD (Asset Base Community Development) dengan lokasi di lingkungan pasar dipilih karena dianggap mewakili sebagai pertemuan dari aktivitas keseharian dan mayoritas pasar banyak di pegang oleh perempuan Madura. Pasar dipilih karena pasar adalah tempat bertemunya semua aktivitas warga. Sedangkan titik fokusnya adalah mengedepankan pengembangan yang  telah mereka miliki terutama aset digital dalam kehidupan mereka sehari hari. Dari hasil pemetaan aset digital perempuan Madura yang ditemukan adalah; Pertama, Aset kepemilikan digital devices terutama smartphone/handphone (hampir semua pedagang perempuan Madura memiliki device tersebut). Kedua, Aset jaringan yaitu terkoneksinya internet yang baik di lingkungan pasar di Probolinggo. Ketiga, Asset community terdapat komunitas diantara sesama perempuan Madura pasar pusat Situbondo (ditemukan kelompok sesama mereka yang terkoneksi dengan media digital (WhatApp grup). Keempat, Aset kebebasan dalam mengakses berbagai informasi keagamaan digital dan menyebarkannya. Kelima, berlimpah dan masifnya konten-konten yang terkait dengan  moderasi beragama di jejaring digital.

Dari hasil pendampingan yang telah dilakukan ditemukan perempuan Madura, adanya perubahan dimana meningkatnya kesadaran di komunitas perempuan Madura pasar Situbondo bahwa mereka memiliki aset yang sangat berharga dan bisa dijadikan media digital literacy secara penuh dalam memahami tentang moderasi beragama dalam kehidupan mereka sehari hari. Kesadaran yang muncul setelah pendapingan adalah selain mengetahui aset digital yang dimiliki menjadikan mereka juga sadar dan lebih bijak dalam bermedia sosial, ditunjukkan dengan mulai tidak secara implusive menerima semua informasi yang hadir di kalangan mereka. Bijak juga berarti dalam tidak mudah terpancing atau provokasi terkait isu-isu agama dan sara dalam konteks ini menyebarkan, mengunggah, berkomentar secara baik dan menfilter informasi yang masuk.

(Artikel ini merupakan bagian hasil penelitian pengabdian masyarakat Liptadimas 2023)