Berita

KULIAH UMUM BERSAMA KOMPAS: KISAH DIBALIK REPORTASE JURNALISTIK SEBAGAI TELADAN MAHASISWA MASA KINI

UINSA Newsroom, Kamis (16/03/23); Harian Kompas bekerjasama dengan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengadakan kuliah umum bertajuk, “Pengalaman Reportase Perjalanan Medaki Gunung Elbrus.” Acara ini dilaksanakan di ruang Amphitheater Gedung Twin Tower UINSA Surabaya, Kamis (16/03/2023).

Hadir mengikuti acara ini, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Prof. Dr. Abdul Muhid, M.Si.; para dosen; serta mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA. Pemateri dalam acara ini ialah Adi Prinantyo, selaku Redaktur Pelaksana Kompas dan Kompas.id; dan Ambrosius Harto M, selaku Wartawan Harian Kompas.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UINSA Surabaya dalam sambutannya menyampaikan, bahwa pengalaman reportase perjalanan pendakian Gunung Elbrus dapat menjadi inspirasi mahasiswa generasi Z untuk membantu menghadapi persoalan hidup di era saat ini. “Dari pengalaman pendakian Gunung Elbrus yang terjang diharapkan mampu memberikan inspirasi untuk para generasi Z untuk menghadapi persoalan hidup mereka. Karena mendaki gunung tak hanya untuk mencapai puncak tapi bagaimana melalui prosesnya, serta dapat menjadi motivasi bagi mahasiswa yang ingin belajar jurnalistik secara mendalam,” ungkap Prof. Muhid.

Dalam pengantarnya Adi Prinanto selaku Redaktur Pelaksana Kompas dan Kompas.id menyampaikan, bahwa dampak digitalisasi menyebabkan terjadinya banjir informasi. Merujuk pada semboyan dari Kompas, bahwa Kompas sebagai sumber informasi yang terpercaya, akurat, dan mendalam membuat kompas terus berupaya menjadi media yang bertanggung jawab khususnya dari sisi akurasi dan eksklusifisme.

“Dalam setiap pemberitaan kami selalu mengedepankan akurasi agar berita yang dihasilkan dapat berkualitas. Demi sebuah akurasi kami tetap menerjunkan wartawan kami ke berbagai peristiwa penting. Salah satunya dalam peperangan Ukraina dan Rusia dan pendakian Gunung Elbrus,” terang Adi Prinanto.

Selanjutnya Ambrosius Harto M menyampaikan, hal terpenting dalam reportase jurnalistik adalah proses di dalamnya. Kala itu, ia dan tim tidak bisa melanjutkan perjalanan karena terhalang badai salju. “Tiara Gunung Eropa, sebenarnya Gunung Elbrus. Dimana puncak tertingginya berada di puncak barat dan puncak timur. Waktu itu jarak kami dengan puncak hanya 200 meter namun tidak bisa melanjutkan perjalanan karena kondisi fisik tak mendukung dan terjadi badai salju,” ungkap Ambrosius.

Gunung Elbrus berada di ketinggian lebih dari 5000 m, di mana oksigen pun akan ikut menipis dan badai salju semakin kencang. Dengan kondisi fisik yang tidak mendukung maka hal ini cukup beresiko. “Saya bisa nekat ke puncak Elbrus dan mungkin bisa berhasil. Tapi saya bisa game over dan tidak bisa berbagi pengalaman,” imbuh Ambrosius.

Acara ini mendapatkan respon positif dari seluruh mahasiswa yang hadir. Kisah dibalik reportase pendakian Gunung Elbrus diharapkan bisa menjadi inspirasi mahasiswa yang ingin belajar jurnalistik secara mendalam. “Karena jurnalistik itu bukan hanya pekerjaan yang membutuhkan kehadiran. Tetapi jurrnalistik merupakan kerja otak yang kemudian kerja otot untuk “ke” dan “di” lapangan,” terang Adi Prinanto. (Ainun)