UINSA Surabaya– Perkembangan teknologi di dunia modern semakin pesat. Teranyar adalah teknologi artificial intelligence (AI) dan Big Data yang menggegerkan jagad dunia akademis dunia. Komputer/laptop mungkin akan melakukan apa yang kalian perintahkan, tetapi itu jauh berbeda dari apa yang kalian pikirkan. Big data merupakan istilah untuk jumlah data yang sangat besar. Data-data tersebut berasal dari data internal perusahaan atau organisasi, bahkan data dari sumber lain yang ada di internet seperti media sosial dan media online.
Program Studi Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya kembali mengadakan kuliah umum bersama Lembaga Riset berbasis Software Artificial Intellegence (AI) PT Indonesian Indicator yang membahas tentang “Big Data dalam Komunikasi Politik”, Rabu,(14/6/2023). Kuliah umum ini bertujuan untuk mengetahui mengenai peran penting big data di dalam komunikasi politik, terutama kampanye politik modern.Hadir sebagai pembicara, Halmar Polanunu, International Media Analyst, Department Co-Leader at PT Indonesia Indicator.
Halmar Polanunum mengatakan, bahwa big data mewarnai fenomena kampanye politik di dunia modern, terutama kampanye politik tarkait dengan pemilu dan pengambilan kebijakan publik oleh negara. Dirinya mengambil contoh kasus konflik Israel dan Palestina di tahun 2021 yang mempengaruhi dunia internasional. Dalam konflik ini, Halmar Polanunu meng-highlight bahwa dengan Big Data yang diperoleh dari media online dan media sosial bisa memberi insight kepada negara untuk mengambil kebijakan dan tindakan terkait dengan perang Israel dan Palestina.
Tools dari Big Data sendiri diantaranya ialah melihat pembicaraan publik secara real time di media terkait Israel dan Palestina. Misalnya seperti apa persepsi dari masyarakat di media terkait konflik Israel dan Palestina. Hal ini jika dilakukan dengan menggunakan riset survey akan banyak memakan ongkos, waktu dan durasi untuk melakukannya. Sementara bagi pembuat kebijakan (decision makers) informasi tersebut dibutuhkan dalam waktu yang segera untuk merumuskan kebijakan.
Halmar Polanunu juga mengatakan bahwa ada empat komponen yang perlu diperhatikan untuk mengetahui isu komunikasi politik. Pertama, analisa dokumen, ialah peneliti harus menelaah dokumen-dokumen resmi yang sesuai dengan isu tersebut. Selanjutnya ada wawancara, dimana wawancara dapat memberikan wawasan tentang maksud dan persepsi. Ketiga, analisis media yaitu dengan mempelajari liputan berita Indonesia dan Internasional, aktivitas media sosial, dan kampanye hubungan masyarakat sehingga dapat mengidentifikasi strategi dan narasi yang digunakan.. Terakhir, studi kasus yang dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang strategi komunikasi politik.
Lebih lanjut Halmar Polanunu mengatakan, bahwa ada tiga metode penelitian yaitu metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan campuran, yang masing-masing metode tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda. Adapun bentuk hasil analisa juga dikategorikan menjadi tiga yaitu; memetakan tren wacana yang akan dianalisa melalui media social, terutama mengenai isu-isu yang ramai di media, menganalisis sentimen publik, dan pemetaan jaringan sosial dan influencer.
Halmar Polanunu juga mempraktekkan bagaimana cara menggunakan sistem software yang bisa memberikan pandangan lebih mendalam tentang penggunaan Big Data di dalam komunikasi politik. Menurutnya, dalam menggunakan Big Data pada area komunikasi politik yang harus dilakukan ialah mencari tahu keywords khusus yang akan dicari di media sehingga semakin fokus data yang diperoleh. Setelah melakukan pencarian kemudian melakukan oleh data dan menganilisinya dengan menggunakan prangkat analisis yang relevan dengan data.
Sebagai penutup, Halmar Polanunu mengatakan bahwa perguruan tinggi harus sadar dengan situasi dan paham mengenai pentingnya teknologi bagi riset-riset di dalam studi komunikasi politik.
“Dunia kerja kalian ini berbeda dengan generasi sebelumnya, karena saat ini yang bisa dijalankan oleh mesin ya mesin yang bekerja sehingga kita tidak akan digunakan lagi dalam dunia pekerjaan. Teknologi sekarang semakin cepat dan canggih, sehingga kita harus adaptif terhadap perubahan tersebut.”
(Tania dan Agnina)