Column

Ceramah dhuhur 2 Oktober 2024 disampaikan oleh Dr. Abdul Hakim., M.E.I.

Beliau memaparkan tentang Konsep penilaian Allah terhadap hamba-Nya, yang menekankan bahwa Allah tidak menilai seseorang berdasarkan hubungan keluarga atau keturunan, melainkan berdasarkan keimanan dan amal perbuatannya. Al-Qur’an dan hadis mengajarkan bahwa kedekatan fisik atau darah bukanlah jaminan keselamatan atau keutamaan di hadapan Allah. Justru, ketakwaan dan amal yang baik yang menjadi tolok ukur penilaian.
Kisah Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim menjadi contoh nyata dari prinsip ini. Dalam kisah Nabi Nuh, meskipun Kan’an adalah putra Nabi Nuh secara biologis, Allah tidak menyelamatkannya karena ia termasuk golongan orang-orang yang durhaka. Allah menegaskan bahwa Kan’an tidak termasuk keluarganya dalam arti spiritual, karena amalnya tidak mencerminkan keimanan yang benar. Ini menunjukkan bahwa hubungan darah tidak dapat menjadi jaminan keselamatan di sisi Allah jika seseorang tidak beriman dan berbuat kebaikan.
Begitu juga dalam kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim diuji oleh Allah dengan berbagai cobaan berat, dan ia berhasil menyempurnakan semua ujian tersebut. Sebagai hasilnya, Allah menjadikannya sebagai pemimpin bagi umat manusia. Namun, Allah memberikan batasan bahwa janji kepemimpinan tersebut tidak berlaku bagi keturunan yang zalim. Ini kembali menggarisbawahi bahwa keturunan tidak menjadi syarat utama untuk mendapatkan kemuliaan atau kedudukan di hadapan Allah; yang utama adalah keimanan dan amal saleh.
Hadis Rasulullah juga memperkuat konsep ini. Rasulullah bersabda bahwa orang Muslim tidak bisa mewarisi dari orang kafir, dan sebaliknya, orang kafir tidak bisa mewarisi dari orang Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa iman memiliki peran fundamental dalam menentukan hak-hak dan kedudukan seseorang, termasuk dalam urusan hukum waris. Begitu pula, Rasulullah mengajarkan bahwa orang yang membunuh tidak bisa mewarisi dari orang yang dibunuh, juga ayah yang kafir tidak sah menjadi wali nikah anaknya yang muslimah. Ini semua menegaskan bahwa perbuatan buruk memiliki konsekuensi yang nyata dalam Islam.
Secara keseluruhan, prinsip utama yang dapat diambil dari ini adalah bahwa penilaian Allah didasarkan pada kualitas keimanan dan amal perbuatan, bukan semata-mata berdasarkan keturunan atau hubungan keluarga. Keimanan yang kuat dan amal saleh adalah hal yang akan menentukan kedudukan seseorang di sisi Allah.