
Dr. H. Muhammad Ghufron, Lc., M.H.I.*
Krisis ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan perang tarif antara negara-negara adidaya, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok, telah memunculkan ketidakpastian dalam sistem ekonomi dunia. Negara-negara berkembang seperti Indonesia terkena imbas langsung berupa inflasi, gangguan rantai pasok, depresiasi nilai tukar, serta meningkatnya harga kebutuhan pokok. Dalam realitas ini, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah kembali menjadi pihak yang paling terdampak dan rentan secara struktural.
Situasi krisis semacam ini menuntut respons negara yang tidak semata-mata teknokratis, tetapi juga etis dan berpihak. Kepemimpinan nasional tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan ekonomi-politik pragmatis, melainkan harus mengusung keberanian moral dan komitmen terhadap keadilan sosial. Di sinilah relevansi model kepemimpinan profetik menjadi penting, tidak hanya sebagai kerangka etik religius, tetapi juga sebagai landasan praksis politik alternatif.
Model kepemimpinan profetik, sebagaimana diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW, bertumpu pada empat dimensi: sidiq (integritas moral), amanah (tanggung jawab publik), tabligh (komunikasi etis dan keberanian moral), dan fathanah (kecerdasan strategis). Dimensi ini sejatinya kompatibel dengan teori-teori kontemporer tentang kepemimpinan transformatif dan etis.
James MacGregor Burns, dalam teorinya tentang transformational leadership, menekankan pentingnya nilai, moralitas, dan keterlibatan pemimpin dalam mengangkat motivasi dan kesadaran kolektif masyarakat menuju tujuan bersama. Pemimpin transformatif tidak hanya mengelola, tetapi juga mentransformasi struktur ketimpangan sosial melalui visi yang melampaui kepentingan sesaat.
Sementara itu, teori servant leadership yang dipopulerkan oleh Robert K. Greenleaf memiliki kedekatan erat dengan amanah dalam kepemimpinan profetik. Seorang pemimpin pelayan menempatkan kesejahteraan orang lain, terutama yang lemah dan marginal, sebagai prioritas utama. Dalam konteks krisis global, pendekatan ini meniscayakan keberpihakan pada rakyat kecil melalui kebijakan yang konkret dan terukur.
Lebih jauh lagi, kepemimpinan etis (ethical leadership) sebagaimana dijelaskan oleh Brown dan Treviño, menggarisbawahi pentingnya integritas, keadilan, dan teladan moral dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan profetik dalam Islam menyediakan kerangka yang lebih utuh karena menambahkan elemen transendensi sebagai sumber nilai dan orientasi publik.
Dalam konteks krisis ekonomi global, keempat pilar kepemimpinan profetik memiliki implikasi kebijakan yang signifikan. Pertama, sidiq mendorong transparansi dan kejujuran dalam penyusunan serta pelaksanaan kebijakan ekonomi, terutama subsidi dan bantuan sosial. Kedua, amanah meniscayakan keberpihakan pada kepentingan rakyat, bukan pada elite ekonomi atau kekuatan pasar. Ketiga, tabligh menuntut keberanian menyuarakan kebenaran, termasuk saat menghadapi tekanan dari lembaga keuangan internasional atau korporasi multinasional. Keempat, fathanah merujuk pada kecerdasan merumuskan kebijakan jangka pendek yang efektif sekaligus membangun ketahanan ekonomi jangka panjang.
Dalam situasi perang tarif global, negara tidak cukup hanya menjaga stabilitas pasar, tetapi juga harus tampil sebagai pembela rakyat. Penyaluran subsidi yang tepat sasaran, penguatan produksi dan distribusi pangan lokal, perlindungan terhadap UMKM, serta kebijakan pengendalian impor adalah langkah-langkah strategis yang harus diprioritaskan. Lebih dari itu, negara perlu membangun kedaulatan di bidang pangan, energi, dan teknologi, dengan meminimalkan ketergantungan pada investasi asing yang tidak berkelanjutan.
Dengan demikian, kepemimpinan profetik tidak berhenti pada idealisme moral-religius, melainkan menjelma sebagai tawaran praksis etis dan strategis dalam konteks kenegaraan. Di tengah situasi global yang tidak pasti dan sistem ekonomi yang semakin timpang, hanya kepemimpinan yang berani berpihak, cerdas secara strategis, dan kokoh secara moral yang mampu menjaga marwah negara serta memperjuangkan martabat rakyatnya. Wallahu ‘Alam
*Dosen FSH UINSA