Column

Oleh Muflikhatul Khoiroh

Sering kita dengar cerita-cerita unik dari para Jemaah haji yang kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya. Diantara cerita unik yang terjadi pada tahun 2024 M, yaitu ada seorang petugas haji, jika ia hendak ke Masjid Nabawi pintu yang selalu dilewati adalah pintu 310 dan memang pintu itu yang terdekat menuju hotelnya. Suatu hari terbesit dalam  hatinya, bahwa ia merasa bosan lewat pintu 310 tersebut. Ia ingin lewat pintu lain, ternyata setelah dia lewat pintu lain dia tersesat bahkan sudah berulangkali lewat pintu yang menuju ke hotelnya, namun dia tidak menyadari sehingga dia harus berputar berulang kali. Dari cerita itu, si pelaku mengambil kesimpulan bahwa kita tidak boleh ada sedikitpun dalam hati ada rasa sombong, yakni merasa bosan dengan pintu tersebut.

Cerita unik lainnya, yaitu pada waktu keberangkatan Jemaah haji menuju Arofah yaitu tanggal 8 Dzulhijjah 1445 H./14 Juni 2024 M. Pemberangkatan Jemaah permaktab terbagi menjadi 3 Trip, kloter SUB 42 yang bergabung dengan maktab 45 mendapat bagian Trip ke-3, yaitu berangkat mulai pukul 16.30-21.00 WAS. Waktu pemberangkatan Trip pagi, yaitu pukul 08.00 WAS, saya, Ketua Kloter SUB 42 keluar kamar hotel untuk mengamati pemberangkatan Trip pagi. Hal itu dimaksudkan sebagai pembelajaran bagi dirinya dalam mengelola keberangkatan Jemaahnya nanti agar berjalan tertib dan lancar.  Pada waktu  saya berjalan ke halaman depan hotel di samping hotel yang saya huni, maka saya bertemu dengan Ketua Kloter yang juga dapat bagian trip akhir. Lalu dia bertanya: Bu, jenengan berangkat kapan? Saya menjawab: Sore Pak, karena saya dapat jadwal trip ke-3. Lalu dia menjawab: Alhamdulillah saya ada temannya. Lalu saya membalas bertanya kepadanya: kenapa begitu Pak? Iya bu saya takut tertinggal. Kemudian saya jawab tidak mungkin ketua kloter tertinggal Pak. Kemudian dia bercerita tentang peristiwa yang dia alami pada saat haji tahun 2018. Begini Bu, saya punya trauma. Trauma apa Pak?  Beliau menjawab: pada tahun 2018 saya haji mandiri (tidak ikut KBIHU), pada waktu pemberangkat ke Arofah saya dan teman sekamar itu tertidur dan akhirnya tertinggal pemberangkatan ke Arofah. Pada waktu saya keluar kamar, saya lihat sudah sepi, kemudian saya telpon Ketua Kloter dan ternyata mereka semua sudah berada di Arofah, maka saya bilang sama ketua untuk menggusahakan bagaimana caranya saya bisa sampai di Arofah. Kemudian, kami berempat naik taksi menuju Arofah. Peristiwa itu membuat saya trauma sampai sekarang. Setelah mendengar cerita itu, saya ambil Pelajaran dan saya menyatakan dalam hati agar hal itu tidak pada kloter saya.

Pada waktu pemberangkatan kloter saya di sore hari, dan semua jemaah sudah masuk bus, maka salah satu petugas dari maktab meminta saya menyisir jemaah ke lantai atas. Kebetulan Jemaah Kloter SUB 42 menempati hotel Durrat Asma di lantai 8,9,10, dan 11. Saya dan dua petugas kesehatan menyisir kel antai atas. Kemudian saya membagi tugas penyisiran tersebut.  Saya bertugas menyisir lantai 8, lantai 9 saya tugaskan kepada perawat dan lantai 10 saya tugaskan ke dokter. Penyisiran tersebut dilakukan dengan cara mengetuk setiap pintu kamar dan memanggilnya. Setelah dipastikan bahwa semua pintu sudah terkunci dan juga tidak ada jawaban dari pengguni kamar, maka diyakini bahwa Jemaah telah turun semua, maka saya dan dua tim Kesehatan turun dan bus terakhir bersiap berangkat. Namun, di tengah perjalanan kami yang sudah hampir sampai di Arofah  mendapat telpon dari owner KBIHU bahwa ada jemaah perempuan satu kamar (empat orang) tertinggal di Makkah. Diantara keempat orang Jemaah tersebut, salah satunya adalah isteri dari seorang ketua regu (KARU). Ketua regu itu adalah penungjawab 10-11 jemaah yang menjadi anggotanya. Dalam penuturan dari ketua regu tersebut bahwa dia telah menelpon istrinya, namun tidak diangkat. Ketika saya dapat kabar bahwa ada Jemaah saya yang tertinggal, maka solusi yang diambil adalah memberitahu maktab. Dan pihak maktab bertanggungjawab akan segera menjemputnya bersama dengan menjemput kloter lain. Setelah mereka tiba di Arofah dan dikonfirmasi tentang ketertinggalannya, mereka berempat mengatakan bahwa mereka tertidur pulas dan tidak mendengar ada telepon termasuk ada ketukan pintu. Setelah peristiwa itu, saya merenung dan bertanya-tanya, tentang peristiwa yang terjadi di kloter SUB 42 itu yang persis seperti yang diceritakan oleh Ketua Kloter yang saya temui pagi tadi. Apakah pertemuan saya dengan ketua kloter tersebut hanya sebuah kebetulan atau pemberian informasi agar saya lebih cermat. Terus saya berpikir tentang peristiwa itu dan saya teringat bahwa ketika saya mendengar cerita dari Bapak tersebut, saya sedikit menertawakan. Dari sini saya dapat mengambil pelajaran bahwa dalam diri kita jangan ada sedikitpun kesombongan, karena yang pantas sombong hanyalah Allah. Melawan kesombongan diri sendiri itu lebih berat sebagaimana hadis Nabi Saw: ليس عدوك الذى يقتلك فيدخلك الله به الجنة وان قتلته كان لك نورا ولكن أعدى الأعداء نفسك التي بين جنبيك

“Bukanlah musuhmu itu orang yang membunuhmu yang lantas dengan itu kamu dimasukkan ke surga Allah dan jika kamu yang membunuhnya maka kamu menadapat cahaya kemuliaan. Tetapi, musuh yang sejati adalah ego dirimu (hawa nafsu) yang berada di antara kedua lambungmu (menyusup dalam jiwamu sendiri).

Jadi, kesombongan merupakan bagian dari musuh diri kita yang harus diwaspadai, karena dengan kesombongan itu manusia tergiring jatuh kedalam keterlenaan, merasa sudah sempurna, cukup diri serta tidak perlu ikhtiar maksimal. Padahal tugas manusia adalah ikhtiar.