Column UINSA

CULTURE SHOCK MAHASISWA STUDENT EXCHANGE DI MALAYSIA

Mahasiswa perantau tentunya akan menghadapi sebuah proses penyesuaian kebiasaan-kebiasaan baru yang belum ada di tempat tinggal asalnya. Terkadang pada proses penyesuaian mengalami kesulitan yang menimbulkan culture shock pada mahasiswa perantau baru.

Culture Shock adalah kondisi seseorang merasa takut dan khawatir yang berlebihan ketika berada di lingkungan baru yang tidak terbiasa oleh dirinya. Kegelisahan dan rasa takut yang muncul dari hilangnya simbol kefamiliaran akibat perbedaan nilai kebudayaan baru yang belum terbiasa bagi dirinya. Keterkejutan mahasiswa baru ketika dihadapkan oleh sesuatu yang baru baginya dan mendorong mahasiswa baru untuk meninggalkan kebiasaan lamanya.

Culture Shock dalam istilah psikologis menggambarkan perasaan yang muncul ketika seseorang tengah dihadapkan oleh kondisi lingkungan sosial baru yang berbeda dari diri lamanya. Perasaan yang muncul meliputi perasaan tidak berdaya, rasa takut, gelisah, menarik diri dari lingkungan sosial maupun keluarga, merendahkan diri, merasa diri tak berharga dan ketidakmampuan mengatasi tututan lingkungan, sehingga hal tersebut bisa mempengaruhi pola kehidupan individu. Seperti gangguan pola makan, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, menyendiri, dan mengalami stress yang berkepanjangan.

Hal tersebut terjadi pada saya sebagai mahasiswa student exchange yang berada di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Akan tetapi culture shock yang saya alami tidak begitu extreme dan tidak sampai menyerang kesehatan mental. Beberapa culture shock yang saya alami masih terbilang normal bagi mahasiswa yang juga baru berpindah ke negara lain.

Pada awal kedatangan banyak sekali hal-hal baru yang membuat saya shock, yang paling terlihat adalah perbedaan nilai mata uang yang terpaut jauh dengan Indonesia. 1 RM (Ringgit Malaysia) kurang lebih setara dengan Rp. 3500. Harga makanan satu porsi di kantin universiti jika di samakan dengan kantin kampus di Indonesia tidak jauh berbeda. Berbeda lagi jika saya membeli makanan di luar universiti harganya bisa duakali lipat harga kantin. Untuk bertahan hidup seperti makan dan membeli kebutuhan lainnya sebisa mungkin saya membeli keperluan yang memang betul-betul diperlukan dan belajar berhemat.

Selain itu life style (gaya hidup) Gaya hidup adalah konsep yang lebih baru dan lebih mudah terukur dibandingkan kepribadian dan didefinisikan sebagai pola di mana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya. Gaya Hidup mahasiswa UKM jauh berbeda dengan yang biasanya saya lihat di Indonesia. Gaya hidup mahasiswa disini lebih mewah banyak yang menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil. Beberapa parkiran fakultas bahkan di sebelah jalan raya ketika jam kuliah efektif parkiran mobil membludak dibandingkan parkiran motor yang kosong melompong.

Meskipun gaya hidup mahasiswa disini lebih mewah tetapi untuk masalah mengatur waktu sangat baik. Karena selain kesibukan perkuliahan di kampus banyak kegiatan yang diadakan setelah kegiatan perkuliahan seperti sukan (olahraga) dan kegiatan kursus lainnya. Mahasiswa disini sangat aktif mengikuti berbagai kegiatan tanpa meninggalkan kewajiban belajar dan selalu tepat waktu mengumpulkan tugas.

Perbedaan bahasa terkadang membuat saya berpikir keras, karena walaupun Indonesia dan Malaysia memiliki persamaan suku dan bahasa melayu akan tetapi banyak perkataan yang berbeda antara keduanya. Contohnya: Boleh (Malaysia) = Bisa (Indonesia), Jabatan (Malaysia) = Kantor (Indonesia). Sehingga ketika saya melakukan komunikasi dengan beberapa teman mahasiswa asal sini kami perlu mencerna lebih lama tentang apa yang di ucapkan.

Menurut beberapa konselor ada beberapa cara untuk mengatasi culture shock, yakni:

  1. Tetap Berusaha Untuk Berpikiran Terbuka
  2. Mulai Membangun Relasi atau Pertemanan
  3. Tidak Malu Untuk Bertanya
  4. Mengeksplorasi Lingkungan Sekitar Kampus
  5. Hindari Untuk Membandingkan Suatu Hal
  6. Mencari Cara dalam Menghilangkan Stress

Untuk mengatasi beberapa culture shock yang terjadi pada diri saya. Mengatasi hal tersebut saya telah melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan baru yang sangat berbeda di negara asal. Selain itu membangun relasi juga menjadi keharusan supaya dapat berkomunikasi lebih aktif dengan lingkungan sekitar dan tentunya aktif dalam beberapa kegiatan kebudayaan supaya lebih mengenal kebudayaan negara Malaysia.

Life happens. Adapt. Embrace change, and make the most everything that comes your way” (Nick Jonas).

Penulis: Vivin Amiroh (mahasiswa student exchange di UKM Malaysia Prodi Ilmu Hadis semester 6)