Column UINSA

BERSEMANGAT DENGAN TERAPI SHALAT

(Tour Dakwah di London. Serial ke-4)
Oleh: Moh. Ali Aziz

Figure 1: Penjelasan kata kunci PTSB dengan jari-jari untuk perenungan doa-doa shalat

KBRI di London gempar. 300 muslim yang mayoritas mahasiswa Indonesia berdesakan memenuhi aula gedung bekas markas intelejen Inggris yang baru saja dibeli hampir satu triliun rupiah oleh KBRI untuk mengikuti Pelatihan Terapi Shalat Bahagia (PTSB). “Kita amat bangga punya kantor KBRI semegah ini dan di jantung kota, dekat dengan pusat pemerintahan,” kata beberapa hadirin sambil mengacungkan dua jempol sebelum melepas sepatunya. Sore itu (Sabtu, 25/3/23) itu, Dubes, Wakil Dubes, kepala BUMN, serta sejumlah sesepuh dan tokoh muslim juga bersukacita dengan peserta silaturrahim sebanyak itu. Bisa dimaklumi, sebab inilah buka puasa pertama kali sejak vakum 2.5 tahun karena covid-19.

            “Hadirin, sebentar lagi acara dimulai. Mohon semua anak usia di bawah 12 tahun diantarkan ke ruang sebelah untuk hiburan bernuansa Ramadan, agar kita fokus mengikuti acara pelatihan ini,” kata Ari Wibowo, home staff KBRI yang memandu acara. Saya lihat ada sekitar 25 anak yang diajak keluarganya. Mereka datang dari beberapa daerah, bahkan ada yang harus menempuh 3 jam menuju KBRI, transfer dari beberapa stasiun kereta api bawah tanah.

Figure 2: Penjelasan kata kunci PTSB dengan jari-jari untuk perenungan doa-doa shalat

Melihat semangat PMIL (Pengajian Muslim Indonesia di London) yang mengumpulkan dana dan pengaturan acara ini, saya meneteskan air mata, teringat pesan anak saya setiap kali bersafari Ramadan di luar negeri, “Mohon ayah tidak terlintas berharap imbalan dari panitia. Jika diberi tak apa, tapi jangan berharap. Mereka ini pejuang, berdarah-darah, memeras otak dan keringat untuk acara keagamaan sekecil apa pun di negeri orang.” Pesan itu disampaikan sebab ia pernah di Eropa dan mengalami sendiri betapa susahnya cari dana dan membangun kerjasama dengan banyak pihak termasuk dengan KBRI.

Sebagai pembuka acara, dua remaja putra Bapak Gatot dengan songkok hitam tampil ke panggung membacakan Al Qur’an dan terjemah dengan kualitas bacaan dan lagu yang memukau, walaupun sedikit terganggu oleh suara alat-alat dapur karena kesibukan panitia menyiapkan hidangan buka puasa. “Saya dari ITB. Senang banget dengan tema kajian sore ini. Juga rindu masakan Indonesia,” kata pemuda di sebelah kanan saya. Ia belum tahu saya narasumbernya, karena saya masih berjaket tebal dan berkaos tangan melawan cuaca dingin 6 Co. Inggris terkenal anginnya yang kencang yang menjadikan udara semakin menusuk tulang.

Figure 3: Dua pembaca Al Qur’an dan terjemah sebagai pembuka PTSB

Waktu yang diberikan untuk saya hanya 60 menit. Tidak mungkin cukup untuk pelatihan yang biasanya memakan waktu 5-6 jam dan disertai tim. Sedangkan untuk saat ini, satu-satunya tim hanya satu: istri saya, he he. Maka, PTSB dilaksanakan secara bertahap setiap hari sabtu sebanyak empat kali. “Bapak, ibu dan teman-teman pelajar yang hadir sore ini, saya mohon datang lagi setiap Sabtu selama Ramadan. Jika tidak, akan berbahaya dan timbul kesalahpahaman. Seperti bahayanya minum anti biotik yang tidak tuntas sesuai resep,” kata saya yang disambut tawa hadirin.

Sebelum saya lanjutkan, seorang mahasiswa mengangkat tangan, mengeluh, “Ustad, khusyuk itu sangat sulit. Saya sudah berkali-kali mencoba dan selalu gagal,” tanyanya. “Jika khusyuk itu sulit dan tak mungkin, berarti Allah memerintahkan sesuatu yang tak mungkin dilakukan manusia. Saya jamin tidak sulit. Hanya kita belum tahu caranya. Ikuti sampai tuntas, akan saya tunjukkan caranya melalui otak kanan dan kiri,” jawab saya sambil menepuk pundaknya dan memberi apresiasi atas pertanyaan yang menarik tersebut.

Figure 4: Suasana lesehan melingkar menikmati buka puasa dengan aneka makanan Indonesia di KBRI London

Lalu saya lanjutkan dengan meminta semua hadirin mengangkat tangan kanan dengan jari-jari terbuka untuk menghitung enam gerakan utama shalat, yaitu berdiri, rukuk, iktidal, sujud, duduk, dan tasyahud. Setelah itu, saya minta mengaitkan setiap jarinya dengan enam kata: Subhan, turut, hadir, masjid, aksi, sosial. Ingat, “ada orang bernama SUBHAN TURUT HADIR di MASJID untuk AKSI SOSIAL. Penjelasan akronim masing-masing kata dan cara perenungannya dalam shalat telah saya jelaskan dalam Buku Panduan Pelatihan Terapi Shalat Bahagia (PTSB) bentuk pdf dan telah saya kirimkan sepekan sebelum keberangkatan saya.

“Pak, mohon suara lebih kencang sedikit,” teriak ibu berusia 85 tahun di barisan belakang. Untuk Sabtu perdana ini saya hanya menjelaskan bagaimana meraih keceriaan dan kebahagiaan melalui renungan Surat Al Fatihah. Kandungan surat ini terangkum dalam kata SUBHAN, sebuah akronim dari: Syukur, Bimbingan dan Ketahanan Iman. Kegembiraan itu penting, bahkan misi Al Qur’an adalah membahagiakan manusia dan menghapus kesedihan dan ketakutan (la khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun). Rasa gembira dan syukur itulah yang membuat Allah tersenyum, sekaligus membuat sistem tubuh bekerja dengan baik dan menyehatkan.

Figure 5: Suasana lesehan melingkar menikmati buka puasa dengan aneka makanan Indonesia di KBRI London

Hadirin baru sadar betapa mereka benar-benar kurang bersyukur, lebih sering cemberut daripada tersenyum setelah saya minta menulis 10 nikmat terbesar dalam hidup. Tak ada satu pun hadirin yang bisa menyebutkan dengan cepat. “Keren Prof. Benar-benar keren pelatihan sore ini. Baru sekarang saya mengerti arti shalat. Sabtu saya usahakan datang agar shalat saya tidak bermasalah seperti kesalahan cara minum anti biotik,” komentar pekerja dan mahasiswa sebelum pulang.

Acara saya hentikan, sebab panitia sudah mengingatkan waktu maghrib tinggal tiga menit. Setelah shalat maghrib, ruangan tak ada orang, sebab langsung menyerbu hidangan yang sejak mulai acara sudah merangsang nafsu makan. Setiap 10 orang membuat lingkaran lesehan untuk makan bersama. Tak banyak suara lagi, sebab semuanya dengan lahap menikmati soto daging, ayam panggang, dadar jagung, pindang goreng, sambal terasi, serta aneka buah dan makanan khas Indonesia lainnya. “Sudah lebih lima bulan tidak makan sambal ini ustad,” kata mahasiwa yang jenjang S-1 dan S-2 belajar di Inggris.

Figure 6: Bersama peserta PTSB sebelum acara

Sebelum tarawih, pekerja dengan rambut sebahu asal Jember Jawa Timur di shaf shalat terdepan bertanya, “Pak, kenapa pria yang menghamili wanita di luar nikah dipersulit tobatnya oleh Allah dengan larangan menikahinya. Mana bukti Allah Maha Pengasih? Katanya dosa yang tak terampuni hanya menyekutukan Allah!?” Saya jawab dengan santai, “Tenang. Jangan sedih, jangan marah, jangan menuduh buruk Allah. Malam ini ada solusinya. Klik kompilasi hukum Islam. Beres. Sudah ada fatwa hukum yang menggembirakan Anda atau siapapun yang melakukannya.” Menurutnya, ia sudah bertanya kepada banyak ustad Indonesia yang datang ke London, tapi tak memuaskannya.

Shalat tarawih dan witir sebanyak sebelas rakaat selesai pada pukul 20.30 waktu London. Saya percepat sedikit sebab sebagian hadirin belum kuat shalat berlama-lama. Cukup dengan membaca Surat Ar Rahman untuk sebelas rakaat tersebut. “Wah, Saya selalu lunglai dan hanyut ustad, jika mendengarkan surat Ar Rahman, apalagi dengan lagu khas ustad,” kata Prof. Dr. Khairul Munadi, atase pendidikan dan budaya KBRI sebelum keluar dari KBRI untuk pulang. “Terima kasih. Fi amanillah. Ma’assalamah, sampai jumpa Sabtu depan Prof,” jawab saya. (London, 25-3-2023 /3 Ramadan 1444). Bersambung ke serial ke 5.

KETERANGAN GAMBAR: (1 dan 2) Penjelasan kata kunci PTSB dengan jari-jari untuk perenungan doa-doa shalat, (3) Dua pembaca Al Qur’an dan terjemah sebagai pembuka PTSB (4 dan 5) suasana lesehan melingkar menikmati buka puasa dengan aneka makanan Indonesia di KBRI London (6) Bersama peserta PTSB sebelum acara.