Kamis pagi, 2 Oktober 2025, suasana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya tampak berbeda. Di ruang-ruang program studi, meja penuh dengan tumpukan dokumen, laptop terbuka dengan layar penuh tabel, sementara staf sibuk menyiapkan berkas tambahan. Hari itu, FISIP menjadi bagian dari Bulan Audit Mutu Internal (AMI) 2025 yang digelar universitas.
Bagi sebagian orang, audit hanyalah rutinitas tahunan. Namun bagi fakultas, terutama pengelola prodi, agenda ini bukan main-main. AMI menjadi semacam cermin besar: memperlihatkan dengan gamblang apa saja yang sudah rapi, apa yang bolong, dan apa yang perlu segera dibenahi. Tema besar tahun ini, “Audit Integrasi Menebalkan Continuous Improvement”, mengingatkan bahwa mutu adalah perjalanan panjang, bukan hasil sekali jadi.

Tiga program studi FISIP mendapat giliran pada hari yang sama. Prodi Ilmu Politik diaudit oleh Rizki Endi Septiyani, M.A. Di meja meeting lantai satu, laporan kurikulum, rekam jejak penelitian dosen, hingga dokumentasi kegiatan mahasiswa disisir satu per satu.
Prodi Sosiologi menghadapi auditor Iin Nur Zulaili, M.A. Dokumen kerja sama eksternal, laporan pengabdian masyarakat, dan bukti kegiatan mahasiswa menjadi perhatian utama.
Sementara itu, Prodi Hubungan Internasional berhadapan dengan Esti Novi Andyarini, M.Kes. Sejumlah arsip internasionalisasi dipaparkan, mulai dari seminar global hingga kerja sama dengan perguruan tinggi asing.
Audit berlangsung serius. Auditor menelisik dokumen, mencocokkan data, sekaligus memberi catatan di sela-sela pemeriksaan. “AMI itu semacam detektor. Semua aktivitas setahun ke belakang akan terlihat jelas,” ujar Sekprodi Ilmu Politik.

Ajeng Widya Prakasita, M.A., selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik, mengakui bahwa AMI selalu menuntut kerja keras. “Audit ini mengingatkan kita untuk merapikan dokumen sesuai standar ISO. Itu penting, karena bukan hanya administrasi, tapi bukti nyata tata kelola yang inovatif,” ujarnya.
Menurut Ajeng, dokumen adalah arsip hidup yang mencatat langkah prodi. Dari laporan kecil hingga besar, semua menunjukkan bagaimana sebuah program studi beradaptasi. Namun ia tak menampik, menjelang audit sering muncul tekanan. “Kadang baru sadar ada kekurangan ketika waktunya sudah dekat. Itu yang bikin kita harus berpacu,” katanya.
Bagi Rizki Rahmadini Nurika, S.Hub.Int., M.A., Ketua Prodi Hubungan Internasional, audit tidak sekadar formalitas. “AMI membuat prodi sadar. Kalau ada dokumen kurang, harus segera dipenuhi. Itu alarm yang jelas,” tuturnya.
Menurutnya, kualitas prodi tidak diukur dari ketiadaan kekurangan, melainkan dari kemampuan memperbaiki. “Audit ini jadi deteksi dini. Begitu ada celah, kita tahu titiknya, lalu bisa segera menutupnya,” katanya.
Ia menekankan bahwa keberhasilan audit bukan tanggung jawab individu, melainkan kerja tim. “Dosen pun harus sadar bahwa laporan pengajaran mereka bagian dari dokumen mutu. Semua pihak punya tanggung jawab,” tambahnya.
Dekan Fisip menegaskan bahwa AMI harus dilihat sebagai bagian dari budaya mutu. “Tujuannya bukan mencari kesalahan, tetapi memastikan tata kelola berjalan dengan prinsip perbaikan berkelanjutan,” ujarnya Pernyataan itu sejalan dengan tema besar continuous improvement. Audit tidak lagi sekadar laporan akhir tahun, melainkan pembelajaran kolektif. Catatan auditor adalah peta jalan untuk tahun-tahun berikutnya. (BsR)