
Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya
Pembahasan sedang seru-serunya. Siang itu, Selasa (25 November 2025). Di sebuah kantor lembaga di sebuah kampus negeri di Surabaya. Kalimat berikut ini memecah keseriusan kala itu: “Sekarang mainnya MBG, Pak Rektor.” Kalimat itu diucapkan salah seorang rekan yang posisinya sebagai sekretaris lembaga kantor itu. Kalimat itu dikeluarkan untuk menjelaskan usaha baru sang pimpinannya. Dalam hati pun aku berbisik: “Memang, sahabatku yang ketua lembaga satu ini selalu kreatif.” “Keuntungan perbulan pun sangat menjanjikan,” ulas lebih jauh sang sekretaris untuk menambahkan betapa signifikannya pendapatan yang diterima pimpinannya perbulannya. Dia lalu menyebut angka yang cukup tinggi untuk sebuah usaha baru itu.
MBG sendiri berarti makanan bergizi gratis. Sebuah layanan makanan gratis yang disediakan untuk anak sekolah di seantero penjuru Indonesia. Itu adalah kebijakan nasional yang dikeluarkan secara genuine di negeri ini oleh Presiden Prabowo. Siang itu aku bersama seorang wakil rektorku mampir di kantor itu. Kami berduamemang berbincang dengan sejawat ketua lembaga beserta sejumlah pimpinan lembaga di kampus itu. Rekan-rekan di kantor itu menginformasikan sambil memuji kreativitas pribadi sang ketua lembaga di kampus itu sebagai sosok kreatif dengan usaha bisnis barunya. Dikabarkan bahwa pribadi sang ketua lembaga di kampus itu telah memiliki satuan pengadaan MBG di kabupaten asalnya. Sebelumnya, aku sendiri juga pernah berbisnis kayu sengon dengannya. Jadi, nggak heran banget jika bisnisnya kini merambah ke urusan peneydiaan MBG.
Lalu, aku pun bercanda kepada ketua lembaga di kampus yang menjadi subyek pembahasan itu. “Wah harus ditambah gelar baru nih di belakang nama Pak Ketua, MBG,” kataku sekenanya. Oh iya, kata “ketua” lazim kita sebut untuk pucuk pimpinan lembaga. Mendengar pernyataan usilku itu, dia pun langsung melepas riang bersama. Tawa lepas pun tak bisa dihindari. Hingga semua orang yang sedang berada di ruang rapat di kantor itu terbahak-bahak. Kala itu, aku bersama rekan-rekan itu memang sedang membicarakan materi untuk naskah Deklarasi Surabaya. Sebuah naskah yang akan dirilis di akhir sesi International Conference on Indonesian Islam keesokan harinya, Rabu (26 November 2025).
Tentu, lepas dari canda itu, apresiasi tetap kuberi. Untuk langkah kreatif yang dilakukan rekan ketua lembaga di kampus itu dalam perkembangan terkini. Sebab, dia secara cerdas mampu menangkap peluang. Apapun motif dan derap langkah yang diambil. “Hebat kawanku ini, pandai sekali membaca peluang,” bisikku dalam hati. Aku lalu berbincang mulai agak serius tentang langkah bisnisnya dengan penyediaan MBG bagi siswa sekolah itu. Sebab, tak semua orang kampus mengambil langkah itu. Termasuk pimpinan perguruan tinggi sekalipun. Apalagi, di sana pasti dibutuhkan modal yang besar dan sumber daya manusia yang cakap dalam mengelolanya.
Dia pun lalu menjelaskan bahwa sebetulnya yang dia lakukan adalah membuka usaha secara patungan. “Bertiga, Pak Rektor,” katanya singkat. Kalimat itu dia ucapkan untuk menjelaskan bahwa usaha penyediaan layanan MBG itu tak dilakukan sendirian. Dia bermodal patungan bersama dua rekannya yang lain. Pembicaraan pun lalu berkembang. Di antaranya bahwa usaha layanan penyediaan MBG yang dia usahakan itu dilakukan secara kolaboratif. “Ada kawan saya yang bisa menyediakan pasokan susu dengan harga lebih murah dari yang lain,” jelasnya. Apalagi, di kabupaten tempat dia membuka dapur MBG itu, harga sayur-mayur masih murah. Akhirnya, dia pun bisa memberdayakan potensi dan kecakapan sosial bisnis kawan-kawannya yang kesemuanya adalah aktivis PMII. “
Dalam kaitan itu, sahabatku yang ketua lembaga di kampus itu bisa disebut telah menjadi agensi penting dalam melakukan kapitalisasi atas modal sosial dan finansial yang tersebar di tengah masyarakatnya. Ada dua pemilik modal finansial yang bisa ditarik masuk ke dalam kerjasama penyediaan usaha layanan MBG. Kedua pemilik modal itu mungkin tak akan bisa melahirkan kebaikan dalam bentuk usaha layanan penyediaan MBG kecuali dengan perantara agensi. Dan, sebagai pribadi, sahabatku yang ketua lembaga di kampus di Surabaya itu telah memainkan peran penting sebagai agensi yang mempertemukan para pemilik modal yang beragam jenis itu.
Tentu, cara mempertemukan para pemilik modal yang beragam jenis itu adalah melalui skema dan strategi kolaborasi. Konkretnya, kerja kapitalisasi lintas pemilik modal itu dilakukan oleh pribadi sahabatku yang ketua lembaga di kampus di Surabaya itu melalui mekanisme kerjasama berbasis jejaring lintas kepentingan. Lintas kepentingan itu bisa dipertemukan melalui strategi kolaborasi itu. Dan sang sahabat itu menjadi agensinya. Dengan kekuatan kolaborasi yang demikian ini, dia perkuat fungsinya sebagai agensi pengembangan masyarakat sekitarnya sehingga para pemilik modal yang beragam, mulai finansial hingga sosial, itu bisa bekerjasama dalam kerja penyediaan layanan MBG itu.
Sejatinya Pemimpin
Idealisasi selalu ditambatkan. Sebagai bentuk penghargaan atas apa yang diinginkan. Pada siapapun yang memegang posisi sebagai pemimpin idaman. Idealisasi itu lalu di antaranya melahirkan sejumlah konsep impian. Salah satunya adalah konsep a good leader is a good guide. Atau, pemimpin yang baik adalah pemandu yang baik. Konsep ini memperkuat prinsip leaders are guiding. Prinsip serupa lainnya di antaranya, leaders are influencing,atau pemimpin itu mempengaruhi. Ada juga lainnya yang berbunyi begini: leaders are directing, atau pemimpin itu mengarahkan. Masih banyak lagi versi lain yang mungkin bisa dikenali. Masing-masing memiliki titik sentuh dan fokus tersendiri. Kepentingannya untuk menegaskan satu kelebihan yang dikehendaki.
Secara partikular, konsep a good leader is a good guide memperkuat dan memastikan kapasitas pemimpin dalam memandu timnya untuk cakap, minimal, dalam dua hal penting. Pertama, cerdas menyambut setiap peluang yang datang. Dalam kerja pemanduan ini, setiap peluang tak akan dilepaskan. Setiap kesempatan tak akan dikesampingkan. Institusi yang dikelolanya digerakkan untuk selalu secara cakap dan tanggap merespon setiap peluang dan kesemptan yang ada. Apakah ada itu karena dihadirkan oleh yang lain, atau diciptakan sendiri melalui isyarat awal yang ada, atau ada dengan sendirinya. Pemimpin dalam konsep ini memiliki kemampuan untuk memandu timnya untuk bergerak dalam langkah tanggap peluang.
Dalam kisah yang kuuraikan di atas, tampak bahwa sebagai pribadi, sahabatku yang ketua lembaga di kampus di Surabaya di atas menunjukkan langkah tanggap peluang dimaksud. Bagaimana tidak, MBG adalah program baru yang belum ada sebelumnya. Layanan yang harus disediakan berlaku untuk konsumsi harian. Tanpa jeda. Kecuali libur sekolah. Besarnya jumlah anak sekolah semakin membuat program MBG menemukan nilai signifikansinya yang tinggi, khususnya dari sisi finansial. Belum lagi, bahwa keberlakuannya yang berskala nasional telah membuat peluang penyediaan layanan MBG begitu besar. Maka, langkah tanggap peluang yang dilakukan oleh sahabatku yang pimpinan lembaga di kampus di Surabaya di atas sungguh menjadi contoh menarik bagaimana pemimpin seharusnya dalam merespon peluang yang ada. Bahkan peluang yang ada itu diperluas untuk bisa menciptakan peluang baru lainnya.
Perihal kedua yang menjadi fokus konsep a good leader is a good guide adalah kreatif menghadapi tantangan yang ada. Memang disadari, setiap zaman ada orangnya. Setiap orang ada zamannya. Prinsip ini berlaku pula bagi sebuah kepemimpinan. Seorang pemimpin bisa saja sedang dan akan menghadapi tantangan yang tidak sama dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Sukses, karena itu, tak selalu bisa direplikasi dengan cara copy and paste. Perkembangan zaman menjadi latar belakang pemicunya. Karena itu, pemimpin tak seharusnya gampang kagetan. Karena kagetan berarti tak siap menghadapi tantangan yang datang.
Bahkan, lebih dari itu, pemimpin yang baik itu selalu hadir dengan kemampuan kreatifnya dalam menghadapi tantangan yang ada. Baik ada karena tantangan itu datang dengan sendirinya. Atau dipicu oleh selainnya. Atau bahkan malah lahir sebagai konsekuensi lanjutan dari tantangan sebelumnya. Tak ada dalam kamus kepemimpinan jenis a good leader is a good guide ini langkah menghindar dari tantangan. Apalagi lari darinya. Sama sekali tak pernah ada. Yang ada adalah selalu menghadapi tantangan itu secara cerdas dan kreatif. Langkah belajar dari pengalaman sukses sesama memang penting. Tapi cerdas dalam berkreasi adalah keharusan.
Bahkan, di tangan kepemimpinan a good leader is a good guide ini, tantangan justeru bisa dikonversi menjadi peluang. Pemimpin dalam jenis ini bukan saja kreatif dalam dirinya, melainkan juga cakap dalam memandu timnya untuk memperkuat kecakapan kreatifnya. Itu khususnya dalam mengonversi tantangan menjadi peluang dan sekaligus mengisi peluang itu dengan nilai kemanfaatan bagi diri dan institusi yang dipimpinnya. Jadi, bukan saja dirinya yang berdaya dalam kecakapan kreatif itu, melainkan juga anggota timnya. Pemimpin jenis ini tak saja mampu memperkuat kecakapan kreatif dalam dirinya, melainkan juga cakap dalam mentransfer kecakapan dirinya itu ke seluruh tim yang berada di bawahnya. Dengan begitu, dia dan seluruh anggota timnya memiliki frekuensi dan tone yang sama dalam kecakapan kreatif itu.
Pengalaman pribadi sahabatku yang menjadi ketua lembaga di kampus di Surabaya dalam mengambil langkah penyediaan layanan MBG di atas menunjukkan bukan saja dirinya yang kreatif, melainkan juga orang-orang yang dilibatkannya. Dalam kasus penyediaan layanan MBG, dia mampu menggaet investor lainnya untuk ikut menjadi pemodal bagi bisnis penyediaan layanan MBG di kabupaten asalnya itu, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tantangan kepemilikan atas modal besar bagi usaha penyediaan layanan MBG dikonversi menjadi peluang bisnis. Langkahnya tak sendirian. Tapi berkolaborasi dengan investor yang tertarik untuk usaha penyediaan layanan MBG di atas.
Lalu Apa Pelajarannya?
Dari kisah dan pengalaman pribadi sahabatku yang ketua lembaga di kampus di Surabaya dalam penyediaan layanan MBG di atas, ada dua pelajaran penting yang bisa dipetik. Pertama, bahwa pemimpin yang berkarakter memandu itu pasti berorientasi maju. Bentuknya, memandu seluruh anggota timnya untuk bergerak maju ke arah tujuan bersama (common goals) yang menjadi kehendak institusi. Kata “insitusi” ini bisa diwakili dengan padanan lain seperti organisasi, jam’iyah, dan lembaga. Mereka yang sedang diberi amanah sebagai pemimpin insitusi itu tak saja wajib sadar, melainkan juga wajib cakap untuk memandu jalannya organisasi, jam’iyah, atau lembaga yang dipimpin ke tujuan yang dipunya. Disebutnya kata organisasi dan padanannya ini juga untuk meliputi semua individu yang berada di dalamnya.
Memang untuk bisa memandu individu anggota institusi, seorang pemimpin sudah harus berdaya diri terlebih dulu. Prinsipnya sesederhana begini: orang yang tak selesai dengan dirinya tak akan mampu menyelesaikan problem tempat kerjanya. Juga, orang yang tak selesai dengan dirinya tak akan mampu menyelesaikan problem masyarakatnya. Frase “selesai dengan diri sendiri” ini mengandung arti telah berdaya diri. maka, jika tak selesai dengan diri sendiri berarti dia tak memiliki kecakapan untuk menyelesaikan problem tempat kerjanya dan atau masyarakatnya (lihat juga tulisanku “Merdeka: Pribadi Selesai, Lembaga Menuai,”Times Indonesia, 18 Agustus 2025: https://timesindonesia.co.id/kopi-times/550780/merdeka-pribadi-selesai-lembaga-menuai). Sebab, kecakapan untuk selesai dengan diri sendiri merupakan modal untuk bisa memandu organisasi yang diamanahkan kepadanya beserta individu yang ada di dalamnya untuk diberdayakan.
Pengalaman pribadi sahabatku yang pimpinan lembaga di kampus di Surabaya dalam penyediaan layanan MBG di atas memberi kita semua pelajaran berharga. Betapa rekam jejaknya selama ini sebagai aktivis sosial akademik dan kemasyarakatan telah mampu dia konversi menjadi kecakapan untuk memandu pergerakan dirinya dan sekelilingnya ke arah prestasi dalam bentuk usaha penyediaan layanan MBG. Dengan kecakapan diri yang memadai ini, dia mampu menampilkan dirinya sebagai agensi pemandu bertemunya para pihak, seperti investor dan aktivis mahasiswa, menuju ke arah positif usaha bersama penyediaan layanan MBG dimaksud. Kerjanya di usaha itu adalah langkah maju yang tak banyak pimpinan kampus berorientasi ke situ. Kedua, pemimpin yang berkarakter memandu itu pasti kreatif membangun jejaring untuk kerja kolaborasi. Proses kerja yang demikian lahir karena kesadaran mendalam bahwa tak semua hal bisa diselesaikan sendiri. Tak semua urusan bisa diberesin sendiri. Lebih-lebih, tak setiap diri dilengkapi dengan kecakapan yang multi. Untuk tugas berat yang diamanahkan oleh institusi. Karena itu, sinergi dan kolaborasi adalah solusi. Hanya mereka yang mampu membangun sinergi dan kolaborasi ini yang akan memenangkan masa depan dengan skala perubahan yang tak pernah ada kata henti.

Dengan kesadaran yang semacam itu, maka pemimpin yang berkarakter memandu itu pasti selalu memutar otak untuk membangun dan sekaligus memperkuat jejaring. Kepentingannya untuk lahirnya sinergi dan kolaborasi. Kisah yang kuceritakan dari langkah kreatif sahabatku yang pimpinan lembaga di kampus di Surabaya itu pada uraian di atas memberi pelajaran berharga bahwa sinergi dan kolaborasi itu penting dalam usaha apapun. Kisahnya memang tentang usaha layanan penyediaan MBG. Namun sejatinya, langkah kreatif itu bisa ditiru untuk diberlakukan pada jenis usaha apapun. Tentu, jejaring menjadi prasyarat penting yang tak bisa dihilangkan. Maka, membangun jejaring adalah langkah awal untuk lahirnya sinergi dan kolaborasi itu.
Akhirnya, pemimpin yang baik memang harus memiliki dua kecakapan, inspiring (menginspirasi) dan empowering (memberdayakan). Kecakapan inspiring melambangkan bukan saja kepemilikan kemampun pengelolaan diri yang baik, melainkan juga kemampuan untuk bisa mengilhami orang sekelilingnya untuk maju melalui kekuatan kreativitas dan inovasi yang dimiliki. Dengan kecakapan inspiring beserta terjemahan operasionalnya ini, maka akan muncul kecakapan yang kedua, yakni empowering. Sebab, bertemunya kecakapan pengelolaan diri yang baik dan kemampuan untuk bisa mengilhami orang lain akan memfasilitasi kerja pemberdayaan sesama. Dengan dua kecakapan inspiring dan empowering inilah, konsep a good leader is a good guide menemukan lahan suburnya untuk tumbuh efektif. Karena hanya mereka yang memiliki kecakapan inspiring yang bisa disebut sebagai pemimpin yang baik. Juga, hanya mereka yang memiliki kecakapan empowering yang bisa disebut sebagai pemimpin yang baik. Maka, dengan kemampuan inspiring dan empowering itu, dia pasti akan bisa memerankan diri sebagai pemandu yang baik bagi siapa saja yang berada di bawah kepemimpinanya. Dengan begitu, semua yang berada di bawah kepemimpinannya akan bersama-sama sampai kepada kinerja terbaiknya.