Berita

The Four-C Model: Sebuah Tawaran Formulasi Kebijakan Pendidikan Diniyah Takmiliyah

“Pendidikan diniyah takmiliyah memang merupakan pendidikan non formal. Sifatnya pun hanya sebagai pelengkap guna membekali peserta didik dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, tafaqquh fi al-ddin, ukhuwah Islamiyah, tawadu’, tasamuh, tawazun, tawasut, keteladanan dan cinta tanah air. Meski demikian, lembaga pendidikan ini tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Setidaknya, per tahun 2023, sudah ada 101.313 lembaga pendidikan diniyah takmiliyah di Indonesia. Di Jawa Timur saja jumlah lembaga diniyah takmiliyah sudah mencapai 31.748 lembaga dengan total peserta didik yang terdata mencapai 1.780.147. Jumlah ini merupakan potensi, dalam artian pendidikan diniyah takmiliyah ini telah berpartisipasi secara aktif memastikan peserta didik Indonesia memiliki nilai-nilai sebagaimana disebutkan. Oleh sebab itu, pendidikan diniyah takmiliyah ini memerlukan perhatian lebih, terutama dari sisi kebijakannya untuk mengupayakan optimalisasi arah implementasinya.” Jelas Moh. Rifqi Rahman dalam paparan awal sidang disertasi terbukanya.

Selain potensi, Rifqi (panggilan Moh. Rifqi Rahman) melengkapi ulasannya dengan penjelasan problematika dalam pelaksanaan pendidikan diniyah takmiliyah. Menurutnya permasalahan tersebut cukup kompleks, mulai dari masalah klasik dualisme pendidikan Indonesia, peran serta masyarakat yang rendah dimana hal ini sedikit anomali sebab pendidikan diniyah takmiliyah sendiri justru merupakan pendidikan berbasis masyarakat, minimnya komunikasi antar pemangku kebijakan, atau masalah-masalah lain seperti manajemen, tenaga pengajar, pendanaan, dan lain-lain. Berlandaskan pada potensi dan masalah-masalah yang menyertai ini, melalui disertasinya, Rifqi menawarkan formulasi persiapan kebijakan pendidikan diniyah takmiliyah.

Tawaran formulasi persiapan kebijakan dalam disertasi Rifqi berupa The Four-C Model (coalition building, citizen involvement, conflict management, dan compensation). Gagasan The Four-C ini tentu memantik pertanyaan-pertanyaan kritis dari para penguji. Prof. Dr. H. Tedi Priatna, M.Ag. selaku penguji eksternal dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung mencoba memastikan apakah formulasi tersebut dapat mempertahankan ciri khas diniyah takmiliyah. Prof. Dr. Hj. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag. (penguji internal UIN Sunan Ampel Surabaya) mempertanyakan apakah formula persiapan kebijakan ini dapat melakukan identifikasi terhadap kelemahan-kelemahan kebijakan diniyah takmiliyah yang sudah berjalan serta memastikan pengembangan kurikulum ke-diniyahtakmiliyah-an. Dr. Taufik, M.Pd.I (penguji internal) mempertanyakan bagaimana mendesiminasikan formulasi tersebut kepada para pemangku kebijakan diniyah takmiliyah di masing-masing daerah. Prof. Dr. Kusaeri, M.Pd. (sekretaris penguji) mencoba memastikan bagaimana implikasi dari teori baru ini terhadap para praktisi dan pemangku kebijakan diniyah takmiliyah. Termasuk juga Prof. H. Masdar Hilmy, S.Ag., M.A., Ph.D. (ketua penguji) mengkritisi bagaimana The Four-C ini digeneralkan secara teoritis, sebab teori tersebut merupakan kritik terhadap teori sebelumnya yaitu The Six-C Model tentang strategi implementasi kebijakan.

Rifqi berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan lugas, tegas, dan meyakinkan. Bahkan ia mensimulasikan bagaimana cara mengkomunikasikan tawaran teorinya kepada pemangku kebijakan daerah untuk mengembangkan pendidikan diniyah takmiliyah. Rifqi juga menekankan bahwa tawaran teorinya dapat secara operasional digunakan untuk memastikan pengembangan kurikulum pendidikan diniyah takmiliyah berada pada track yang benar. Artinya, pengembangan kurikulum pendidikan diniyah takmiliyah tetap secara konsisten mengarah pada nilai-nilai yang disebutkan sebelumnya.

Di akhir sesi ujian, kedua promotor menyampaikan pesan-pesannya. Prof. Dr. H. Ah. Zakki Fuad, M.Ag. berpesan bahwa promovendus sudah sangat layak menjadi doktor. Oleh sebab itu, promovendus harus berani menyatakan dan menyuarakan ide-idenya, khususnya tentang pengembangan pendidikan diniyah takmiliyah ini. Demikian juga Prof. Dr. H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag. berpesan agar promovendus terus konsisten menjadi ilmuan, harus terus menyuarakan ide-ide cemerlang melalui jalan ilmuan ini.