Berita

Prodi Hubungan Internasional

Saturday, 20 August 2022

Swasembada Pangan dan Energi dalam menghadapi Tantangan Pangan dan Energi Dunia

Prodi Hubungan Internasional, FISIP UINSA menyelenggarakan Kuliah Umum Virtual dengan tema “Kebijakan Luar Negeri Indonesia menghadapi Tantangan Kesehatan, Energi dan Pangan Dunia” pada Jum’at, 19 Agustus 2022 pukul 09:00-11:00 WIB. Webinar tersebut mengundang Drs. Dede Achmad Rifa’i, MA., Diplomat Ahli Madya Minister sebagai narasumber. Sesi tanya jawab didampingi oleh Nur Luthfi Hidayatullah, S.IP., M.Hub.Int., Dosen Hubungan Internasional UINSA sebagai moderator.

Drs. Dede Achmad Rifa’i, MA. Mempresentasikan tentang berbagai tantangan global dan regional, yaitu tantangan geopolitik seperti perang Ukraina-Russia, persaingan major powers, isu kedaulatan dan integritas wilayah. Isu yang sedang terjadi saat ini diantaranya tantangan populasi dunia, penerapan Hukum Internasional termasuk UNCLOS di Laut China Selatan serta dampak Covid-19. Sedangkan isu yang muncul meliputi revolusi industri dan perkembangan TIK, keamanan non tradisional, ketahanan pangan dan energi serta perubahan iklim. Pertanyaan untuk direnungkan bersama terkait dengan relevansi antara multilateralisme dan tatanan global, Ketahanan terhadap future pandemics dan masa depan implementasi Hukum Internasional. Sebagai contoh, saat ini Pemerintah Indonesia memberikan Triliunan Rupiah untuk subsidi bahan bakar berhubung harga minyak dunia meningkat.

Dalam merespon isu-isu global, kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) didasari oleh Pilar Konstitusi Kebijakan Luar Negeri, yaitu: Melindungi WNI; Memajukan Kesejahteraan Umum; Mencerdaskan Kehidupan Bangsa; dan Menjaga Ketertiban Dunia. Saat ini, terdapat 131 Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dengan total PDLN sebanyak 2.565 orang. Kemlu dibentuk dua hari setelah kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga menjadi Kementerian yang berperan penting dalam membuat kebijakan luar negeri Indonesia. Kepemimpinan Global Indonesia diantaranya: Konferensi Asia-Afrika yang memberikan semangat kepada negara-negara Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan; ASEAN Chairmanship (1976, 2003, 2011, 2023); Ketua APEC (1994, 2013); G20 Presidency (2022); serta UNSC Non-Permanent Member (1974-1975, 1995-1996, 2007-2008, 2019-2020). Capaian Kebijakan Luar Negeri Indonesia diantaranya: Diplomasi Kedaulatan dalam penyelesaian 17 perundingan perbatasan dengan Filipina, Malaysia, Palau dan Vietnam (2021); Mengawal Code of Conduct di Laut China Selatan untuk menjaga stabilitas kawasan; Diplomasi Perlindungan dalam mengevakuasi WNI dari Wuhan, RRT (245 orang), Afghanistan 33 orang & Ukraina (104 orang); 73 ribu repatriasi, termasuk 1300 ABK selama 2021.

Dalam menghadapi kelangkaan pangan dan energi dunia, Indonesia perlu swasembada pangan dan energi, karena ketersediaan sumber daya pangan dan energi di dalam negeri dipengaruhi oleh kondisi global seperti konflik, dll. Sebaliknya, kelangkaan pangan dan energi juga dapat menyebabkan konflik antara dua negara tetangga. Sebagai contoh, Mesir dan Ethiopia rawan konflik. Ethiopia membangun bendungan terbesar di Afrika, yang berdampak air Sungai Nil akan berkurang drastis. Sehingga berkurangnya air Sungai Nil menyebabkan kekeringan pertanian, dan memungkinkan Mesir menyerang Ethiopia untuk menghentikan pembangunan bendungan tersebut.

Di ranah regional, saat ini terjadi Kebangkitan Ekonomi Asia. Pasar negara-negara ASEAN+5, yaitu 10 negara anggota ASEAN, ditambah dengan Jepang, Tiongkok, Australia dan Selandia Baru memiliki nilai ekonomi lebih besar daripada Amerika Utara. Hal ini membuka kesempatan besar bagi Indonesia untuk mengawal swasembada pangan dan energi, lebih-lebih mengekspor kebutuhan pangan dan energi kawasan. Berhubung sumber daya pangan dan energi terbatas dan jumlah penduduk semakin banyak, perebutan pangan dan energi rawan menimbulkan konflik.

Dalam sesi tanya-jawab, narasumber dan peserta webinar mendiskusikan berbagai isu kontemporer yang sedang dihadapi dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam hal Diplomasi Ekonomi, sebaiknya investasi asing difokuskan ke Daerah Ekonomi Khusus, sehingga ada jaminan lahan tanpa sengketa sehingga memperbesar kepercayaan investor. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bukan hanya membahas terkait tarif produk industri tetapi juga pangan. Sehingga, swasembada pangan Indonesia bisa memanfaatkan RCEP untuk ekspor ke negara-negara anggotanya jika surplus pangan. Sebaiknya, setiap Provinsi di Indonesia memulai swasembada pangan, misalnya dengan beternak lele, ayam, menanam pohon di desa, dll. Berhubung sumber energi terbarukan masih mahal dan tidak tahan lama, sehingga masih menjadi tantangan bagi Indonesia (Luthfi).