Surabaya, 20 Mei 2025 — Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (Puskolegis) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Digital Constitutionalism: Pengaruh Perkembangan Digital Terhadap Tatanan Hukum dan Peradilan”. Pada Selasa, 20 Mei 2025, bertempat di Ruang Amphiteater Tower Teungku Ismail Ya’qub, Kampus A. Yani. Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan akademisi, praktisi, mahasiswa, dan pemerhati hukum yang antusias menyimak isu krusial seputar relasi antara hukum dan perkembangan teknologi digital.

Seminar diawali dengan pemaparan oleh Dr. Fachrizal Afandi, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sekaligus Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi. Dalam presentasinya, ia mengupas pilar utama dari digital constitutionalism, serta evolusi dan sumber pembentuknya. Ia menekankan bahwa kehadiran teknologi digital telah mentransformasi struktur peradilan pidana secara fundamental—dari metode investigasi, pembuktian, hingga aspek perlindungan hak-hak terdakwa. Dalam konteks ini, hukum pidana tak hanya dituntut untuk adaptif secara prosedural, tetapi juga harus mempertahankan integritas prinsipilnya di tengah arus perubahan digital yang disruptif.
Sesi berikutnya diisi oleh Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H., Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jawa Timur. Ia memaparkan perkembangan dan teori digital constitutionalism, yang menurut Giovanni De Gregorio merupakan sebuah ideologi hukum yang berupaya mengadaptasi nilai-nilai konstitusional klasik ke dalam konteks masyarakat digital. Ia menjabarkan tiga fase utama dari digital constitutionalism: (1) pengakuan hak-hak digital warga negara seperti kebebasan berekspresi, perdagangan elektronik, dan pengumpulan data; (2) peran badan peradilan dalam menangani sengketa digital termasuk pelanggaran hak cipta dan privasi; serta (3) munculnya tuntutan terhadap negara dan penguasa untuk menjamin pelayanan publik berbasis prinsip-prinsip digital yang konstitusional.

Materi terakhir disampaikan oleh Dr. Achmad Yasin, M.Ag., dosen Fakultas Syariah dan Hukum UINSA, yang mengangkat perspektif Islam melalui kajian Fiqh Siyasah Dusturiyah. Ia menyampaikan bahwa dalam tradisi Islam, sistem pemerintahan dan perundang-undangan memiliki akar teologis dan etis yang kuat, dan tetap relevan untuk dikontekstualisasikan dalam menjawab tantangan era digital. Konstitusionalisme dalam kerangka fiqh tidak sekadar menjadi sistem formal, tetapi mencerminkan tanggung jawab moral dan sosial pemerintah dalam menjaga keadilan substantif dan kemaslahatan umum.
Diskusi berkembang dalam atmosfer akademik yang dinamis, diselingi dengan pertukaran gagasan kritis dari para peserta. Tiap narasi yang dibangun oleh narasumber tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga reflektif dan spekulatif dalam bingkai analisis yang multidisipliner. Forum ini tidak hanya menjadi ajang transfer ilmu, tetapi menjelma menjadi medan dialektika intelektual, di mana hukum ditelaah sebagai organisme hidup yang bergerak, menyesuaikan, dan bahkan merevolusi dirinya di hadapan kompleksitas dunia digital yang terus berevolusi.
Dengan terselenggaranya seminar ini, Puskolegis UINSA menegaskan posisinya sebagai episentrum kajian hukum progresif dan visioner. Diharapkan hasil dari diskusi ini tidak hanya memperkaya khazanah keilmuan, tetapi juga mendorong lahirnya kebijakan hukum yang lebih adaptif dan transformatif dalam mengawal era konstitusionalisme digital.
Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany
Desain Foto: Alya Luthfy Adzani