MBKM Mandiri dan Perubahan Mindset Mahasiswa
Prof. Abdul Chalik
DPL MBKM dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya
Jumat, 26 Januari 2024 saya menemui mahasiswa yang sedang melaksanakan magang MBKM di Bawaslu Gresik. Mereka mahasiswa Ilmu Politik yang berjumlah 8 orang. Sejak 8 Januari atau tiga minggu lalu mereka sudah berada di Bawaslu untuk kepentingan dimaksud. Kedelapan mahasiswa tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari beberapa kesepakatan yang tertuang dalam MoA antara FISIP dengan Bawaslu dalam rangka pelibatan mahasiswa dalam kepengawasan partisipatif. Mereka berada di Bawaslu selama empat bulan hingga 26 April 2024, atau setelah tahapan Pemilu dan Pilpres 2024 selesai.
Permintaan dari Bawaslu bukan tanpa alasan. Tiga-lima bulan menjelang Pemilu kesibukan aktifitas Bawaslu cukup tinggi di saat menghadapi kampanye baik Pileg maupun Pilpres. Pada bulan tersebut adalah momen terbaik bagi mahasiswa untuk belajar secara langsung bagaimana dinamika Pemilu berlangsung.
Saya menyebut magang MBKM FISIP dengan ‘MBKM Mandiri’. MBKM mandiri merupakan bentuk MBKM yang dilakukan secara sukarela oleh mahasiswa untuk belajar secara langsung terhadap kehidupan nyata. Disebut sukarela karena mahasiswa dapat memilih MBKM atau tidak dengan sukarela tanpa ada paksaan dengan beberapa konsekuensi. Begipula mahasiswa melakukan MBKM atas biaya mandiri bukan karena ‘proyek’ sebagaimana yang terjadi di instansi sebelah. Karena biaya mendiri, maka mahasiswa mengeluarkan beberapa biaya yang ditanggung sendiri seperti kebutuhan akomodasi (bagi yang memerlukannya), transportasi hingga kebutuhan sehari-hari mereka.
MBKM secara mandiri memiliki plus-minus. Salah satu aspek plus dimana mahasiswa dapat lebih maksimal dalam merencanakan program tanpa didasari keinginan memperoleh insentif materi. Mahasiswa akan lebih aktif dalam beragam kegiatan karena adanya dorongan dari dalam untuk belajar. Kehati-hatian dalam mengelola menejemen keuangan juga dapat terjadi karena semua kebutuhan dengan biaya sendiri. Sementara aspek minus, MBKM mandiri dapat menguras kantong terutama bagi mahasiswa yang jauh dari tempat tinggal, atau tidak mampu mengelola keuangan pribadi dengan baik. Tetapi bagi mahasiswa yang tertib, antara MBKM mandiri atau tidak sama saja, karena saat mereka berada di kampus juga tinggal di kos dengan pengeluaran kebutuhan sehari-hari tidak berbeda ketika memilih tingga di kos saat melaksanakan MBKM.
Kehadiran saya dalam rangka melakukan monitoring atas pelaksanaan MBKM. Cukup lama bertemu dan berdiskusi dengan mahasiswa untuk mendengarkan apa saja yang sudah dilakukan serta agenda-agenda lain yang dirancang dalam waktu dekat. Saya membawa bekal istrumen dengan 16 pertanyaan yang wajib diisi oleh mahasiswa. Instrumen tersebut saya copy dari buku panduan MBKM FISIP 2024. Mahasiswa mengisi pertanyaan dan selanjutnya saya bertugas menanyakan dan mendalami atas jawaban mahasiswa. Tanya jawab dan diskusi di seputar poin-poin krusial dalam instrumen. Pertanyaan krusial terutama tentang pengetahuan mahasiswa tentang CPL dan CPMK dan relevansinya dengan magang, perencanaan magang, aktifitas sehari-hari, dan membangun relasi dengan dosen pamong, serta seberapa banyak relasi yang sudah terbangun selama 3 minggu di tempat magang.
Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab oleh mahasiswa tentang bagaimana cara mengatasi masalah komunikasi dan sosialisasi dengan orang-orang baru serta bagaimana mengintegrasikan kebiasaan, cara berpikir hingga bekerja bersama dengan pegawai di tempat magang. Pertanyaan berikutnya tentang bagaimana mengelola sumber daya atau potensi agar berkembang dengan baik bersama dengan pimpinan dan pegawai. Pertanyaan-pertanyaan tersebutk dapat dijawab dengan baik oleh mahasiswa sesuai dengan harapan dan tujuan sebagaimana yang tertuang dalam panduan.
Perubahan cara berfikir
Di salah satu bagian laporan magang FISIP tertulis kata identifikasi, adaptasi dan integrasi. Kata identifikasi merujuk pada upaya awal mahasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin baik dalam bentuk jenis kegiatan, pekerjaan, tantangan hingga nama-nama yang dianggap sebagai orang penting dalam kegiatan MBKM. Identifikasi dilakukan lebih awal untuk mempermudah mahasiswa mengenali lingkungan dimana mereka akan berinteraksi selama empat bulan.
Tahap berikutnya adalah adaptasi. Pada tahap ini mahasiswa sudah tercapai di minggu kedua dan ketiga. Adaptasi berarti mengikuti irama kerja pada institusi yang menyangkut volume, budaya, dan cara pandang pegawai dalam melihat dan menyelesaikan pekerjaan. Sementara tahap integrasi merupakan puncak dari proses MBKM yang dimulai pada minggu ke-3 dan seterusnya. Pada tahap ini mahasiswa mulai menjadi bagian dari institusi yang secara pribadi embeded dengan lingkungan tempat magang. Tidak ada jarak dalam setiap kegiatan atau pekerjaan di institusi magang.
Menuju tiga tahapan tersebut tidak mudah bagi mahasiswa sebagai orang baru apalagi memiliki perasaan inferior karena berhadapan dengan pegawai senior dan pejabat penting yang harus dihormati. Masing-masing budaya lingkungan magang cukup menentukan ketercapaian tiap tahapan. Di Bawaslu Gresik berdasarkan pengalaman mahasiswa tahapan tersebut dapat dilampaui lebih cepat karena pada hari ke-2 magang mahasiswa sudah terlibat dalam beragam kegiatan baik di dalam maupun di luar kantor. Beberapa di antaranya sudah mengikuti supervisi ke beberapa kecamatan dan desa, melakukan pendampingan dalam rekrutmen pengawas desa hingga mengerjakan laporan dan membuat berita di media sosial. Intensitas pekerjaan yang tinggi menjelang Pemilu turut andil dalam mempercepat adaptasi bahkan integrasi dengan lingkungan magang.
Rata-rata jam magang 8 jam sehari sesuai dengan jam kerja dari jam 08.00-16.00. Tetapi sebagian besar mahasiswa menyatakan magang hingga 10 jam karena berkegiatan hingga malam hari terutama saat berkegiatan di luar kantor. Sebagian juga berkegiatan pada hari sabtu-minggu mengikuti ritme kegiatan instansi atau komisioner. Intensitas pekerjaan dan budaya kerja tidak berbanding lurus dengan kebiasaan mahasiswa sebelumnya yang sering datang terlambat, mengerjakan tugas tidak tepat waktu, hingga melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat di malam hari.
Mengapa kegiatan MBKM menjadi bagian penting dari kebijakan perguruan tinggi, saya menemukan jawabannya saat melakukan monitoring awal. Bukan kata orang, bukan kata teman saya, tetapi saya mendapatkannya dari lapangan. Mahasiswa perlu mengerti budaya kerja, perlu adaptasi dengan dinamika kerja, perlu banyak relasi, perlu tantangan baru, perlu tekanan agar dapat mengakselerasi keterampilan teknis mereka yang pada akhirnya mahasiswa lebih dewasa dalam bertindak dan berfikir. Kondisi magang MBKM dengan durasi waktu empat bulan terasa berbeda dengan magang satu bulan, sebagaimana yang sudah dilakukan. Waktu satu bulan cukup pendek bahkan amat sangat pendek untuk mencapai CPL dan CPMK. Waktu satu bulan belum tentu mengenal dan familiar dengan nama ruangan, apalagi mau mengembangkan program.
Magang MBKM mandiri banyak tantangan, tetapi manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Memang terlalu dini untuk mengambil kesimpulan bahwa magang MBKM mandiri lebih baik. Saya juga terlalu dini untuk menjelaskan bahwa magang MBKM dapat membantu memandirikan mahasiswa. Tetapi pertemuan saya dengan mahasiswa selama 2 jam cukup menggambarkan bagaimana suasana batin mahasiswa tentang hasil dan manfaat yang diperoleh.