Program Director of INOVASI dari The Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, Mark Heyward menyampaikan paparan materinya dalam Seminar Internasional Kompetisi Inovasi Ma’arif yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan pada Minggu, 5 Februari 2023 di Ampitheater Gedung Tengku Ismail Yakub UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam paparannya Mark menyampaikan tantangan dan peluang dalam peningkatan kualitas pendidikan madrasah. Sebagai direktur program INOVASI yang sudah lebih dari 25 tahun bersama-sama pemerintah Indonesia membangun pendidikan dari Sabang sampai Merauke, tentunya beliau sangat menguasai seluk-beluk pendidikan, tak terkecuali pendidikan di madrasah.
Lima poin penting yang disampaikan Mark, yaitu industri 4.0, pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, lulusan seperti apa yang kita butuhkan untuk masa depan? Kemajuan apa yang dicapai Indonesia? Apa masalahnya? Mengapa kita perlu mengubah pembelajaran? Serta apa pengalaman INOVASI? Apa yang telah INOVASI pelajari tentang bagaimana meningkatkan hasil belajar? Semua disampaikan dengan lugas dan terstruktur.
Indonesia bercita-cita, dan diproyeksikan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045. Untuk mempersiapkan itu semua, tentu kita harus mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang mumpuni. Artificial Intelligence (AI) menghubungkan Industri 4.0 dengan keterampilan manusia yang dibutuhkan pada 2020-2050. “Tantangan AI bukan hanya tentang mendidik lebih banyak pakar AI dan komputer, meskipun itu penting. Ini juga tentang membangun keterampilan yang tidak bisa ditiru oleh AI. Itu adalah keterampilan manusia yang penting seperti kerja tim, kepemimpinan, mendengarkan, tetap positif, berurusan dengan orang dan mengelola krisis dan konflik” Papar Mark. Oleh karena itu, kita perlu memelihara manusianya. Siswa harus mencapai setidaknya kompetensi minimum dalam keterampilan dasar literasi dan numerasi.
Lantas manusia seperti apa dibutuhkan untuk masa depan? OECD Project Future of Education and Skills 2030 menyatakan setidaknya setiap manusia untuk siap menghadapi masa depan diperlukan tiga jenis keterampilan. Keterampilan kognitif dan meta-kognitif, yang meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, belajar-untuk-belajar dan pengelolaan diri. Keterampilan sosial dan emosional, yang meliputi empati, self-efficacy, tanggung jawab dan kolaborasi. Keterampilan praktis dan fisik, yang meliputi penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi baru. Untuk mempelajari keterampilan abad ke-21, siswa perlu kurikulum, pedagogi, penilaian dan lingkungan belajar yang sesuai.
Pada paparannya Mark juga menyampaikan bahwa ada kemajuan yang baik dalam menerapkan kebijakan kunci peningkatan pendidikan: Pendidikan universal 12 tahun. Perluasan pendidikan anak usia dini 2 tahun, dukungan disabilitas dan pendidikan inklusif, Guru yang lebih berkualitas, kurikulum baru yang fleksibel (KM), belajar sesuai kebutuhan (TaRL), asesment baru: AKM, survei karakter, asesmen diagnostik, serta moderasi beragama. Hal ini sejalan dengan kurikulum merdeka yang saat ini diimplementasikan di Indonesia. Khususnya dengan adanya Projek penguatan profil pelajar pancasila (P5) yang menanamkan ketrampilan Abad 21 kepada siswa. Dan tentu sejalan dengan program moderasi beragama yang digeloran kementerian Agama dalam pendidikan di madrasah.
“Tetapi masih ada jalan panjang menuju kesuksesan” tukas Mark. Masih banyak permasalahan yang muncul di berbagai segi. Hasil pembelajaran lemah dalam keterampilan dasar literasi, numerasi. Metode pengajaran tradisional tidak sesuai untuk mengajarkan keterampilan abad ke-21, termasuk ‘berpikir kritis’. Akses internet dan teknologi digital masih terbatas. Transformasi digital dapat memperlebar ‘kesenjangan digital’ jika tidak didukung dengan infrastruktur dan pelatihan. “Hampir tidak ada kemajuan dalam keterampilan literasi dan numerasi siswa selama 15 tahun terakhir” terang Mark.
Apa pengalaman INOVASI? INOVASI telah bekerjasama dengan LP Ma’arif NU dengan fokus pendampingan pada peningkatan keterampilan dasar: literasi, numerasi dan karakter / keterampilan abad ke-21 serta Inklusi. Lantas apa saja temuan studi studi INOVASI/Puslitjak terkait pendidikan di Indonesia? “Learning loss after 12 months of COVID-19, Literasi setara 6 bulan proses pembelajaran, Numerasi setara 5 bulan proses pembelajaran. Dalam beberapa kasus, kehilangan belajar setara dengan 15 bulan” jelas Mark. Dan kabar baiknya, terdapat learning recovery di tahun 2021/2022 sehingga kita perlu optimis hal ini akan menjadi tren positif ke depan. Apa yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut? Fokus pada kemampuan dasar yang esensial, bekerja bersama LPTK, komunitas, dan orang tua, partisipasi di Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), dukungan sekolah/madrasah berupa dana, waktu, dan kebijakan. “Pendekatan ini sejalan dengan pendekatan Kurikulum Merdeka” tutup Mark.