Column
Oleh: Misbakhul Munir, S.Si.,M.Kes., Dosen FST UINSA

Hari ini adalah tepat tanggal 21 April 2025. Setiap 21 April, kita semua tahu bahwa Bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai momentum perjuangan perempuan dalam memperoleh hak pendidikan dan kesetaraan. Raden Ajeng Kartini menjadi salah satu simbol semangat perempuan yang berpikir maju dan visioner. Namun, di balik semangat tersebut, ilmu biologi mengungkap dimensi genetik yang mendasari potensi intelektual perempuan, terutama melalui kromosom X.

Kromosom X membawa ratusan gen yang terkait dengan perkembangan otak dan fungsi kognitif. Perempuan memiliki dua kromosom X (XX), sedangkan laki-laki hanya memiliki satu (XY). Fakta ini memberikan keunggulan genetik tertentu pada perempuan dalam hal stabilitas neurologis, kemampuan verbal, dan kecerdasan emosional.

Pemahaman tentang keunggulan kromosom X bukan sekadar pengetahuan genetika, tetapi juga refleksi ilmiah yang relevan dengan pembentukan karakter mahasiswa, khususnya di mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) yang mengusung integrasi ilmu dan nilai keislaman sebagai ruh pendidikan.

Dalam bidang biologi molekuler, kromosom X diketahui membawa lebih dari 800 gen, termasuk gen yang mengatur perkembangan otak, seperti MECP2, FMR1, dan OPHN1. Banyak dari gen ini terlibat dalam pembelajaran, memori, dan pengaturan emosi (Nguyen & Disteche, 2006). Gen MECP2 adalah gen yang mengkode protein MeCP2, sebuah pengatur transkripsi yang sangat penting untuk perkembangan otak yang normal, terutama pada tahap perkembangan neuron dan Gen FMR1 adalah gen yang terletak di kromosom X dan menghasilkan protein FMRP (Fragile X Mental Retardation Protein). Protein FMRP berperan penting dalam perkembangan otak dan fungsi saraf. Sedang Gen Gen OPHN1 adalah gen yang memainkan peran penting dalam perkembangan otak kecil manusia (yang memiliki peran penting dalam koordinasi gerakan, menjaga keseimbangan dan postur tubuh, serta pembelajaran motorik).

Perempuan dengan dua kromosom X cenderung memiliki cadangan genetik yang melindungi mereka dari gangguan intelektual tertentu. Sebaliknya, laki-laki dengan kerusakan pada satu-satunya kromosom X lebih rentan mengalami gangguan kognitif (Skuse et al., 1997). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan secara genetik memiliki potensi untuk menjadi pemimpin intelektual, emosional, dan sosial, sesuatu yang sejalan dengan nilai-nilai perjuangan Kartini dan juga visi lembaga pendidikan Islam modern.

Islam tidak pernah menghambat perempuan dalam menuntut ilmu. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah mengabadikan perempuan cerdas seperti Maryam, yang mendapatkan wahyu dan mukjizat karena kedekatannya dengan Allah dan akhlaknya yang tinggi (QS. Maryam: 16–21). Firman Allah SWT dalam Al- Quran:

“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, …”
(QS. Ali Imran: 195)

Rasulullah SAW pun menegaskan:

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah.”
(HR. Ibnu Majah, )

Pendidikan perempuan dalam Islam tidak hanya dimuliakan, tetapi menjadi keharusan sebagai bentuk pengabdian dan aktualisasi diri. Hal ini selaras dengan arah Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya yang memiliki visi besar sebagai Pusat Pengembangan Ilmu Keislaman, Keindonesiaan dan Peradaban Global. Dalam implementasinya, mahasiswa diarahkan untuk membentuk karakter intelektual, spiritual, sosial, dan kepemimpinan.

Adanya Studi tentang kromosom X dan kecerdasan perempuan memberi refleksi penting bagi pembentukan karakter mahasiswa, khususnya dalam hal, diantaranya adalah tentang Integritas Ilmiah dimana mahasiswa didorong untuk menggali ilmu dari berbagai sumber, baik Islam maupun sains, sebagai bentuk penguatan akal dan iman. Kajian genetika mendorong mahasiswa berpikir objektif dan berlandaskan bukti. Selain itu juga dapat mendorong adanya Kesetaraan Gender dalam Akademik dimana Perempuan perlu menyadari dan disadarkan keistimewaan biologisnya sebagai motivasi untuk lebih berprestasi, meneliti, dan berkontribusi aktif di ruang-ruang ilmiah tanpa rasa minder. Ini adalah bentuk aktualisasi nilai-nilai Kartini dalam dunia modern.

Refleksi penting lainnya adalah adanya Ketangguhan Emosional dimana Perempuan dikenal memiliki kecerdasan emosional yang tinggi sehingga hal ini dapat dikembangkan menjadi karakter mahasiswa yang mampu bekerja dalam tim, mengelola konflik, dan membangun jejaring sosial yang sehat, dan dapat mendorong terbangunnya nilai Spiritualitas dan Etika tentang kesadaran bahwa ilmu dan potensi yang ada di manusia terutama Perempuan adalah karunia Allah SWT yang sangat luar biasa sehingga akan menumbuhkan rasa syukur, tanggung jawab, dan adab dalam belajar. Nilai-nilai seperti ikhlas, sabar, dan tawakkal menjadi penopang kecerdasan sejati.

Seluruh Mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan, dapat dan perlu menjadikan sains sebagai alat untuk membangun karakter visioner. Studi genetika seperti ini mengajarkan bahwa setiap individu memiliki potensi unik karena Allah menciptakan manusia dengan keunikan yang luar biasa, baik dalam aspek fisik, intelektual, maupun spiritual. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih jalan hidupnya, serta diberikan kemampuan untuk berfikir, berimprovisasi, dan berinovasi.  Dengan adanya pembinaan karakter yang terarah, diharapkan generasi muda khususnya mahasiswa dapat Menjadi pemikir integrative yang mampu memadukan pengetahuan modern dengan nilai-nilai Islam; mampu Meningkatkan empati dan etos kerja, terutama melalui kecerdasan sosial serta mampu Menjadi agen perubahan, yang menjadikan ilmu sebagai alat dakwah dan kontribusi bagi Masyarakat,

Sebagaimana gen yang selalu bekerja dalam harmoni sistem tubuh, mahasiswa pun harus membangun kolaborasi antar individu lintas disiplin dalam semangat ukhuwah islamiah dan ilmiah. Adanya Hari Kartini seharusnya tidak hanya diperingati secara seremonial, tetapi dijadikan refleksi transformasional bagi seluruh generasi muda khususnya mahasiswa, dan lebih khusus lagi adalah Perempuan. Menjadi Perempuan berarti harus menyadari bahwa mereka membawa warisan genetika unggul (dalam bentuk kromosom X) sekaligus warisan spiritual dari tokoh-tokoh besar Islam dan bangsa.

Perpaduan ini dapat melahirkan karakter ilmuwan muslimah yang cerdas, tangguh, dan bermartabat, sesuai dengan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Adanya Studi tentang kromosom X diharapkan dapat membuka cakrawala bahwa kecerdasan bukan hanya hasil lingkungan, tapi juga ditopang oleh desain genetik Ilahi sebagai Anugerah dan Nikmat yang Allah SWT Titipkan kepada Manusia khususnya Perempuan. Perempuan dengan keistimewaan biologisnya, berhak dan wajib mengambil peran dalam dunia pendidikan dan kemasyarakatan. Kampus UINSA sebagai masyarakat ilmiah dan sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam tentu harus terus berupaya menumbuhkan budaya ilmiah yang menghargai potensi semua mahasiswa tanpa diskriminasi.

Visi kampus sebagai pusat pengembangan ilmu dan peradaban akan tercapai jika mahasiswa—baik laki-laki maupun perempuan—membangun karakter berbasis ilmu, iman, dan integritas. Hari Kartini adalah momen tepat untuk menegaskan hal ini. Wallohu’alam Bishowab.