Column

Oleh
Dr. Sokhi Huda, M.Ag.
Kaprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Ampel Surabaya

Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan salah satu inisiatif yang lahir dari semangat reformasi pendidikan di Indonesia. Kebebasan belajar dan fleksibilitas kurikulum menjadi poin penting dalam usaha mendukung pengembangan mahasiswa. Sejak diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, program ini bertujuan memberikan ruang kepada mahasiswa untuk lebih mandiri dalam penentuan jalur pembelajarannya dan mempersiapkan mereka menghadapi dunia kerja yang semakin dinamis. Namun, di balik optimisme ini, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh institusi pendidikan tinggi dan mahasiswa dalam pemaksimalan manfaat program MBKM.

Artikel singkat ini berikhtiar untuk mengeksplorasi dua konsep yang dipandang relevan dalam pelaksanaan MBKM, yaitu kerjasama ‘terukur’ dan ‘terukir’, serta bagaimana keduanya menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi implementasi program ini di Indonesia.

Optimisme Kerjasama ‘Terukur’ dalam Dinamika MBKM
Kerjasama ‘terukur’ dalam konteks MBKM mengacu pada kolaborasi yang berfokus pada hasil yang dapat diukur secara kuantitatif. Hal ini mencakup berbagai aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dengan indikator yang jelas seperti angka kelulusan, perolehan sertifikat keterampilan, peningkatan kesempatan kerja, atau output dalam bentuk publikasi ilmiah dan inovasi teknologi. Pendekatan ini menjadi elemen penting dalam pemastian program MBKM memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kualitas lulusan.

Kerjasama ‘terukur’ dalam dinamika MBKM dapat diidentifikasi, di antaranya, pada tiga contoh berikut.

  1. Magang Industri
    Salah satu kebijakan inti MBKM adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk magang di industri selama satu atau dua semester. Kolaborasi antara kampus dan perusahaan ini memiliki tujuan yang jelas, yaitu memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa dan meningkatkan kesiapan kerja mereka setelah lulus. Hasil dari kerjasama ini dapat diukur melalui evaluasi performa magang, penerimaan kerja di perusahaan mitra, dan peningkatan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri
  2. Proyek Riset dan Inovasi
    Mahasiswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam proyek riset kolaboratif antara kampus dan industri atau lembaga penelitian. Tujuannya adalah menghasilkan inovasi yang bermanfaat secara praktis bagi masyarakat. Indikator kesuksesan dapat diukur dari jumlah inovasi yang dihasilkan, publikasi ilmiah, atau paten yang diterbitkan.
  3. Pertukaran Pelajar
    Dalam rangka pemberian pengalaman global kepada mahasiswa, MBKM juga mendorong pertukaran pelajar baik di tingkat nasional maupun internasional. Hasil dari program ini dapat diukur dari jumlah mahasiswa yang terlibat, peningkatan kompetensi lintas budaya, dan jumlah kerjasama antara universitas di dalam dan luar negeri.

Melalui kerjasama ‘terukur’ ini, institusi pendidikan tinggi diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan daya saing global. Optimisme ini didasarkan pada keyakinan hipotetis bahwa kolaborasi yang terstruktur dengan hasil yang terukur akan menciptakan lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja dan berkontribusi signifikan terhadap pembangunan bangsa.

Tantangan Kerjasama ‘Terukur’ dalam Implementasi MBKM
Di balik potensi besar kerjasama ‘terukur’, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi. Salah satu tantangan terbesar adalah perbedaan kapasitas antarinstitusi pendidikan tinggi di seluruh Indonesia. Tidak semua kampus memiliki akses yang sama terhadap industri, fasilitas riset, atau kerjasama internasional. Akibatnya, tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam program-program MBKM yang dirancang untuk memberikan pengalaman kerja dan belajar yang terukur.

Selain itu, evaluasi kinerja mahasiswa selama menjalani program MBKM, terutama yang berbasis magang dan proyek riset, sering kali masih menghadapi kendala dalam hal standar pengukuran. Ada institusi yang mungkin belum siap untuk mengintegrasikan hasil dari pengalaman belajar di luar kampus ke dalam sistem penilaian akademis. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam penerapan MBKM di berbagai PT.

Optimisme Kerjasama ‘Terukir’ dalam Dinamika MBKM
Kerjasama ‘terukir’ dalam MBKM mengacu pada upaya membangun hubungan dan nilai-nilai yang lebih dalam di antara berbagai pemangku kepentingan dalam pendidikan tinggi. Fokus kerjasama ini adalah pengembangan karakter, kompetensi sosial, serta kontribusi yang lebih besar terhadap masyarakat luas. Meskipun tidak selalu dapat diukur secara langsung, dampak dari kerjasama ‘terukir’ ini berpengaruh jangka panjang terhadap kualitas lulusan dan institusi pendidikan.

Salah satu contoh nyata kerjasama ‘terukir’ dalam MBKM adalah program pengabdian masyarakat yang memungkinkan mahasiswa untuk terlibat langsung dalam memecahkan masalah nyata di masyarakat. Dampak kegiatan semacam ini mungkin tidak terlihat dalam angka, tetapi berperan penting dalam pembentukan karakter mahasiswa, peningkatan kepedulian sosial, serta pembangunan keterampilan kepemimpinan dan kerjasama.

Selain itu, kerjasama ‘terukir’ juga terlihat dalam program-program mentoring dan networking. Mahasiswa yang terlibat dalam program MBKM sering kali mendapatkan kesempatan untuk membangun hubungan dengan para profesional, baik di dalam maupun di luar negeri. Hubungan ini mungkin tidak menghasilkan indikator kinerja yang dapat diukur langsung, tetapi nilai dari hubungan jangka panjang tersebut dapat membantu mahasiswa dalam pengembangan karir di masa depan.

Tantagan dalam Kerjasama “Terukir”
Tantangan terbesar dalam kerjasama ‘terukir’ adalah bagaimana menjaga kesinambungan hubungan dan nilai-nilai yang sudah dibangun. Tidak jarang, kerjasama jangka panjang yang berbasis pada nilai-nilai ini terputus di tengah jalan karena perubahan kebijakan, rotasi staf, atau kurangnya komitmen dari salah satu pihak.

Selain itu, dengan fokus MBKM yang cenderung lebih besar pada hasil yang dapat diukur, ada risiko bahwa elemen-elemen ‘terukir’ seperti pengembangan karakter, hubungan sosial, dan kontribusi terhadap masyarakat akan terpinggirkan. Padahal, aspek-aspek ini sama pentingnya dalam pembentukan lulusan yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki etika, empati, dan keterampilan kepemimpinan yang kuat.

Muhasabah MBKM
Muhasabah terhadap pelaksanaan MBKM menunjukkan bahwa kerjasama ‘terukur’ dan ‘terukir’ merupakan kombinasi strategis yang menjanjikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Pendekatan ‘terukur’ memberikan arahan dan target yang jelas, membantu institusi pendidikan dalam usaha mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di dunia kerja. Di sisi lain, kerjasama ‘terukir’ memperkuat dimensi nilai, karakter, dan relasi yang berdampak jangka panjang pada perkembangan pribadi mahasiswa dan kontribusi mereka terhadap masyarakat.

Namun, muhasabah ini juga menyoroti tantangan besar dalam penyelarasan kedua pendekatan tersebut. Institusi pendidikan tinggi tidak boleh hanya berfokus pada hasil yang dapat diukur, tetapi juga perlu menjaga dan memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai mendalam yang esensial dalam pendidikan. Dengan pengintegrasian optimisme akan masa depan dan kesadaran akan tantangan yang ada, MBKM dapat menjadi fondasi bagi terciptanya pendidikan yang lebih fleksibel, bermakna, dan relevan dalam usaha mempersiapkan generasi penerus bangsa yang terpercaya.