Column UINSA

KECERDASAN DAN ETIKA: BEKAL UTAMA

SEORANG MAHASISWA SEJATI

 Oleh: Rizki Rahmadini Nurika
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

 

“Aku lebih menghargai orang yang beradab, dari pada orang yang berilmu. Kalau hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya dari pada manusia” 
(Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani)

Pelanggaran etika banyak terjadi di lingkungan kampus. Mirisnya, hal ini banyak dilakukan oleh mahasiswa yang sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak benar. Lantas, apakah mereka masih pantas untuk menyandang status sebagai mahasiswa?

Terdapat beberapa bentuk pelanggaran etika yang sering kali dilakukan oleh mahasiswa di kampus. Pelanggaran etika yang paling sering dilakukan adalah kecurangan (menyontek) dan plagiarisme. Perilaku tidak etis ini dapat merusak marwah pendidikan dan pertumbuhan pribadi. Dengan menyalin karya orang lain, maka akibatnya tidak hanya akan menghambat perkembangan akademik tetapi juga merusak integritas dan prospek masa depan mahasiswa itu sendiri.

Pelanggaran etika lainnya yang meresahkan di kampus adalah penindasan/perundungan dan pelecehan. Mahasiswa dapat melakukan berbagai bentuk penindasan, seperti penindasan fisik, verbal, atau penindasan di dunia maya. Perilaku seperti ini tidak hanya meninggalkan luka bagi para korbannya, namun juga melanggengkan lingkungan yang “toxic”. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mengingat bahwa setiap orang berhak mendapatkan rasa hormat dan kebaikan, terlepas dari penampilan, keyakinan, atau kemampuannya.

Pelanggaran etika lainnya adalah ketidakjujuran. Bentuk ketidakjujuran yang sering dilakukan oleh mahasiswa adalah berbohong tentang prestasi, memalsukan dokumen, atau menyalahgunakan wewenang. Dengan melakukan praktik seperti itu, mahasiswa tidak hanya menipu orang lain tetapi juga diri mereka sendiri. Kejujuran adalah landasan kepercayaan, dan tanpanya, mahasiswa akan kehilangan kredibilitasnya. Sehingga, penting bagi mahasiswa untuk menjaga integritas dalam semua aspek kehidupan mereka, karena hal itu membangun karakter dan mendapatkan rasa hormat dari orang lain.

Fenomena pelanggaran etika yang banyak dilakukan oleh mahasiswa menunjukkan bahwa kecerdasan yang mereka miliki tidak serta merta diikuti oleh ketaatan terhadap kode etik. Padahal, etika dan kecerdasan merupakan dua hal yang wajib dimiliki oleh seorang mahasiswa. Hubungan antara etika dan kecerdasan bersifat kompleks dan beragam. Etika, sebagai cabang filsafat, berkaitan dengan prinsip dan nilai moral yang memandu perilaku manusia. Kecerdasaan, di sisi lain, mengacu pada kemampuan untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan. Meskipun kecerdasan membantu mahasiswa memperoleh pengetahuan dan unggul dalam kegiatan akademik, tetapi etika diperlukan untuk penerapan pengetahuan tersebut secara bertanggung jawab. Mahasiswa yang mempunyai etika yang baik tidak hanya menggunakan kecerdasannya untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Pertimbangan etis sangat penting dalam menentukan bagaimana kecerdasan digunakan. Baik itu kecerdasan buatan (AI) atau kecerdasan manusia, penggunaan pengetahuan yang bertanggung jawab dan etis merupakan bekal yang dibutuhkan untuk mencetak seorang mahasiswa sejati. Hal ini termasuk menghindari pengembangan dan penerapan teknologi yang dapat digunakan secara tidak etis, seperti untuk kecurangan atau hal-hal yang merugikan. Sains dan pengetahuan memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Namun, tanpa pertimbangan etis, hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang tidak diinginkan. Mahasiswa yang memahami pentingnya etika lebih cenderung mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan mereka. Dengan mempraktikkan perilaku etis, mereka memastikan bahwa sains dan pengetahuan digunakan secara bertanggung jawab dan demi kebaikan semua orang.

Etika juga memegang peranan penting dalam menciptakan masyarakat yang adil dan merata. Mahasiswa dengan etika yang baik akan lebih cenderung mempertanyakan norma-norma masyarakat dan mendukung keadilan dan kesetaraan. Mereka memahami perlunya melawan ketidakadilan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, mahasiswa menjadi partisipan aktif dalam membangun dunia yang lebih baik.

Sepanjang hidupnya, mahasiswa akan menghadapi berbagai dilema etika. Namun, dengan memiliki landasan etika yang kuat, hal ini justru akan mengasah keterampilan mereka dalam menghadapi berbagai situasi. Mahasiswa dengan etika yang baik dikenal karena integritas dan kejujurannya, sehingga menjadikan mereka individu yang dapat dipercaya. Dengan menunjukkan perilaku etis, mahasiswa akan mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari teman sebaya, dosen, dan masyarakat luas.