Berita

Surabaya — Di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah, peran middle powers menjadi semakin krusial dalam menjaga keseimbangan dunia. Menyadari hal ini, Nur Luthfi Hidayatullah, S.IP., M.Hub.Int., Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional (Prodi HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, tampil sebagai pembicara kunci dalam Diplomacy Discourse 2024 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Chapter BINUS University pada Sabtu, 16 November 2024.

Dengan tema besar “Navigating Multipolarity: Diplomacy in an Era of Global Realignments,” acara ini menjadi ajang bagi para pakar dan praktisi Hubungan Internasional untuk membedah peran diplomasi di era multipolaritas. Pada Sesi Panel 3 bertajuk “Middle Powers in the Era of Geopolitical Shifts,” Nur Luthfi Hidayatullah berdiskusi bersama Andi Widjayanto, S.Sos., M.Sc., Ph.D. dari Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) dan Jenny Sari Winata dari FPCI Middle Power Studies Network. Diskusi ini dipandu oleh Sukmawani Bela Pertiwi, S.IP., M.A., dosen Hubungan Internasional BINUS University.

Andi Widjayanto membuka diskusi dengan mengelompokkan negara-negara dunia ke dalam lima kategori: negara gagal (failed states), negara kecil (small powers), negara kekuatan menengah (middle powers), negara kuat (great powers), dan negara dominan (hegemon). “Memahami posisi setiap negara dalam hierarki ini penting untuk merumuskan strategi diplomasi yang efektif,” ujar beliau.

Memperdalam analisis dalam diskusi tersebut, Nur Luthfi Hidayatullah mempresentasikan hasil penelitiannya mengenai tipologi middle powers berdasarkan jenis kekuatan yang dimiliki. Dari perspektif Realisme, terdapat middle power enforcers yang mengandalkan kekuatan militer (hard power) untuk mendominasi kawasan. “Negara-negara ini cenderung mengambil peran aktif dalam keamanan regional,” jelas beliau. Sementara itu, dari sudut pandang Neo-Liberalisme, middle power assemblers berperan sebagai representasi kepentingan kawasan di forum-forum multilateral. “Mereka menjadi penghubung yang menjembatani kepentingan berbagai negara,” tambah beliau. Sedangkan menurut Konstruktivisme, ada middle power advocators yang mengedepankan niche diplomacy dengan fokus pada isu-isu non-tradisional seperti lingkungan dan hak asasi manusia. “Pendekatan ini memungkinkan mereka membentuk dan memimpin koalisi global dalam isu yang lebih spesifik,” kata Sekretaris Prodi HI tersebut.

Jenny Sari Winata menambahkan bahwa definisi middle powers tidak hanya dilihat dari ukuran atau kekuatan ekonomi, tetapi juga dari bobot dan posisi politiknya. “Peran strategis mereka seringkali menjadi penentu dalam penyelesaian konflik internasional,” ujar beliau, menyoroti kompleksitas dan fleksibilitas peran middle powers dalam tatanan global.

Sesi tanya jawab berlangsung interaktif dengan berbagai pertanyaan kritis dari audiens. Salah satu pertanyaan yang mencuat adalah mengenai arah politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Meskipun para pembicara belum dapat memberikan prediksi konkret, diskusi ini membuka wacana menarik tentang kemungkinan perubahan kebijakan dan implikasinya bagi peran Indonesia sebagai middle power.

Pertanyaan lain menyangkut manfaat komparatif yang diperoleh middle powers dalam mengangkat isu-isu non-tradisional. Menanggapi hal ini, Nur Luthfi Hidayatullah menjelaskan, “Dengan mempromosikan isu lingkungan, kesehatan, dan hak asasi manusia, middle powers dapat meraih dukungan dari negara-negara kecil di kawasan mereka. Hal ini memungkinkan mereka membentuk koalisi yang kuat dengan negara-negara dari kawasan lain, memperkuat posisi dan pengaruh mereka di panggung internasional.”

Keterlibatan Nur Luthfi Hidayatullah dalam forum internasional bergengsi ini tidak hanya membawa nama baik bagi FISIP UINSA tetapi juga menunjukkan kontribusi nyata akademisi Indonesia dalam diskusi global. Diplomacy Discourse 2024 menjadi momentum penting bagi para akademisi, praktisi, dan mahasiswa untuk memahami pergeseran geopolitik dan peran middle powers di dalamnya. (NL/WD)


Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.