Fakultas Syariah & Hukum
August 1, 2025

DOSA WARISAN ADA ATAU TIDAK ? Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Islam, Yahudi, dan Kristen

DOSA WARISAN ADA ATAU TIDAK ? Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Islam, Yahudi, dan Kristen

Prof. Dr. Hj. Titik Triwulan Tutik, MH
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UINSA Surabaya

Dosa warisan ada atau tidak?  Tema yang sengaja penulis angkat dalam rubrik ini. Pertimbangan yang muncul adalah kenyataan di lapangan (termasuk mereka yang paham dengan ayat-ayat dalam kitab suci, seperti al-Qur’an) masih menghubung-hubungkan dengan apa yang dilakukan oleh orang tua, suami/istri, dan/atau anak-anak mereka ditimpakan juga kepada dirinya yang benar-benar tidak melakukan kesalahan tersebut. Akibatnya, dirinya yang tidak turut dalam melakukan kesalahan tersebut ikut diberi sanksi dari sebuah perbuatan yang tidak pernah dilakukannya, dengan alasan itukan keluargamu, itukan orangtuamu, itukan suami/istrimu, itukan anak-anakmu dan sebagainya. Penulis jadi ingat akan istilah dalam filosofi Jawa, “Bojo (istri) iku, Surga nunut, Neraka katut” (istri itu apa kata atau tergantung perbuatan suami). Konsep ini seolah-olah ada “dosa warisan”, yaitu dosa yang ditanggung seseorang karena perbuatan salah/dosa yang dilakukan oleh orang tua (ayah/ibu), suami/istri, dan/atau anak-anaknya. Apakah memang demikian dalam konsep teologi Agama-Agama Samawi, khususnya Islam?

Islam (Al Qur’an) maupun Agama-Agama Samawi selain Kristen dalam kitab-kitabnya tidak mengenal Dosa Warisan. Semua dosa akan ditanggung oleh siapa yang melakukan perbuatan tersebut. Mengenai masalah “dosa warisan” umumnya orang non kristen (muslim khususnya), menganggapnya sebagai hal yang tidak masuk akal. Mana bisa kakek dan neneknya (suami/istri) yang berdosa, cucu dan seluruh keturunannya terkena dosanya dan terus memikul hukuman dari dosa tersebut termasuk sanksi-sanksi.

Kisah-kisah dalam al-Qur’an dan juga kitab-kitab agama Yahudi dan Kristen pun  telah memberikan gambaran: Pertama, dosa anak tidak ditanggung oleh orangtua. Qabil putra pertama Nabi Adam dan Hawa. Ia dikenal sebagai pembunuh pertama dalam sejarah manusia, membunuh saudaranya, Habil, karena rasa iri dan dengki (Q.S. Al-Maidah: 27-31). Dosa yang diperbuat Qabil tidak ditanggung oleh Adam dan Hawa. Begitupun dengan Kan’an salah satu putra Nabi Nuh AS. Ia seorang anak durhaka dan tidak mau mengikuti ajakan ayahnya untuk naik ke kapal, dan akhirnya ia tenggelam bersama orang-orang kafir (Q.S. Hud: 42-46). Ia menanggung sendiri dari apa yang ia perbuat.

Kedua, dosa orang tua tidak ditanggung oleh anak. Azar ayah Nabi Ibrahim dikenal sebagai seorang pembuat patung yang juga menyembah berhala (Q.S. al-An’am: 74; Q.S. asy-Syuara: 86). Azar menanggung sendiri atas perbuatan yang dilakukannya, dan tidak ditanggung oleh Nabi Ibrahim. Ketiga, dosa istri tidak ditanggung oleh suami. Walihah istri Nabi Luth (Imam Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash al-Anbiyaa), yang durhaka pengikut kaum Sodom (LGBT) dan mengkhianati Nabi Luth. Ia menimpa kutukan atas dosa yang ia perbuat bersama kaum Sodom (Q.S. Al Araf: 80-84, Hud: 69-83, Al Hijr: 51-77, Asy Syu’ara: 160-175, An Naml: 54-58, Al Ankabut: 28-35, Ash Shaffat: 133-138, Adz Dzariyat: 31-37, dan Al Qamar: 33-40). Sedangkan Nabi Luth yang tidak berbuat dibebaskan dari semuannya. Keempat, dosa suami tidak ditanggung oleh istri. Asiyah binti Muzahim, istri Fira’un adalah seorang wanita yang beriman kepada Allah (Q.S. At-Tahrim: 11), meskipun suaminya, Fira’un, adalah seorang penguasa yang zalim dan kafir. Asiyah dikenal karena keteguhan imannya, kesabarannya dalam menghadapi cobaan, dan kemuliaannya di mata Allah. Ia diselamatkan Allah, tidak ikut menanggung dosa Fir’aun.

Berdasarkan paparan tersebut, penulis akan mengeksplorasi secara mendalam bagaimana sebenarnya “konsep dosa warisan” dari sudut Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Islam, Yahudi, dan Kristen tersebut.

Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Islam  

Konsep dosa warisan dalam ajaran agama Islam, tidak ada. Maksudnya dalam Islam menghukumi orang lain karena kesalahan yang lain padahal orang lain yang dihukumi tadi tidak bersalah.

Setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, dan dosa tidak dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Al-Quran menegaskan bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. 

Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-An’am: 164:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Makna ayat ini kata Ibnul Jauzi dalam Zaad Al-Masiir,

لا يؤخذ أحد بذنب غيره

“Janganlah hukum seseseorang karena perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang lain.”

Ibnu Katsir menerangkan pula dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim bahwa demikianlah balasan, hukum dan keadilan dari Allah. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan amalan yang ia perbuat. Jika amalan tersebut baik, maka kebaikan yang akan dibalas. Jika yang diperbuat jelek, maka jelek pula yang dibalas. Ingatlah, seseorang tidak akan memikul dosa yang diperbuat oleh orang lain. Itulah keadilan Allah Ta’ala.

Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata, seseorang tidak akan menanggung kezaliman yang lain walaupun yang berbuat adalah kerabat (sedulur) seperti anak pamannya, orang tuanya, atau anaknya atau istri-suaminya. Seseorang dihukumi salah pada tindakan kejahatan adalah karena yang ia perbuat sendiri, bukan dihukumi karena kejahatan orang lain yang berbuat tindak kriminal secara sengaja. Termasuk kezaliman jika ada yang menghukumi orang lain yang tidak sengaja berbuat dihukumi seperti orang yang sengaja bertindak kejahatan. Ini tidak dibenarkan dalam Islam.

Selanjutnya Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan, bahwa jika ada seseorang berasal dari suatu suku atau marga tertentu lantas ia berbuat kejahatan, yang disalahkan adalah pimpinan dari suku tersebut yang tidak berbuat apa-apa. Tindakan seperti ini adalah perilaku jahiliyyah yang jelas jeleknya.

Berikut adalah beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait dengan konsep dosa yang diperbuat manusia dalam Islam: Pertama, Tanggung jawab individu. Dalam Al-Quran, tanggung jawab individu, yang dikenal juga sebagai mas’uliyyah, adalah bagian integral dari ajaran Islam. Setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya, baik di hadapan Allah (QS. Al-Muddatstsir: 38; QS. Al-Isra: 36)maupun sesama manusia (QS. An-Nisa: 135; QS. Al-Baqarah: 279; QS. Al-Hujurat: 10), serta terhadap lingkungan sekitarnya (QS. Al-A’raf: 56;QS. Al-Baqarah: 205). Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya sendiri di akhirat (QS. Al-Muddatstsir: 38), bukan atas dosa orang lain (QS. Al-Isra: 36), termasuk orang tuanya/anaknya dan/atau suami/istrinya (QS. At-Tahrim: 6; QS. An-Nahl: 90). 

Kedua, Keadilan Allah. Allah Mahaadil, dan hukum-Nya tidak akan menzalimi siapapun. Setiap orang akan menerima balasan sesuai dengan amal perbuatannya, baik itu baik maupun buruk. Keadilan Allah adalah konsep sentral dalam banyak agama, yang menggambarkan bahwa Allah memperlakukan semua makhluk-Nya secara adil dan setimpal dengan perbuatan mereka (QS. Al-Maidah: 8; QS. An-Nisa: 135). Keadilan ini tidak hanya mencakup pembalasan atas dosa, tetapi juga rahmat dan kasih sayang yang diberikan kepada semua ciptaan-Nya (QS. Al-Hujurat: 9; QS. Al-A’raf: 29).

Ketiga, Pentingnya taubat. Meskipun manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa, Allah telah membuka pintu taubat selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin kembali ke jalan-Nya. Taubat adalah kembali kepada Allah dari perbuatan dosa dan kesalahan, dengan menyesali perbuatan tersebut dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Ini melibatkan perubahan hati, pikiran, dan perilaku, serta komitmen untuk menjalankan ketaatan kepada Allah (QS. An-Nuur: 31, dan QS. Al-Baqarah: 222).

Keempat, Tidak ada dosa turunan. Istilah “dosa turunan” atau “dosa warisan” tidak dikenal dalam ajaran Islam. Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke dumia menerima akibat karena mereka telah melanggar larangan Allah. Tetapi Nabi Adam dan Hawa tidak dihukum, karena putranya Qabil telah melakukan pembunuhan terhadap saudaranya, Habil. Hal demikian karena Adam dan Hawa telah memberikan risalah kepada anak-anaknya untuk berbuat baik (termasuk jangan melakukan pembununhan) – tetapi ternyata Qobil melakukan itu. Sehingga Qobil yang akan menerima akibat dari perbuatannya sendiri.

Dengan demikian, konsep dosa warisan dalam Islam tidak sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah, dan setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah

Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Yahudi

Teologi agama Yahudi, sebagaimana Islam tidak ada konsep dosa warisan seperti yang dipahami dalam agama Kristen. Setiap individu bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, dan tidak ada konsep bahwa dosa Adam dan Hawa diturunkan kepada seluruh keturunan mereka. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk berbuat baik (Yetzer HaTov) dan berbuat jahat (Yetzer HaRa), tetapi mereka memiliki kebebasan untuk memilih antara keduanya. 

Berikut adalah beberapa poin penting terkait konsep dosa dalam Yudaisme: Pertama, Pertanggungjawaban individu – bahwasetiap orang bertanggung jawab atas dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri. Tidak ada konsep bahwa dosa orang tua akan ditimpakan pada anak-anak mereka. Kedua, Dosa sebagai tindakan – dosa dalam Yudaisme dilihat sebagai tindakan pelanggaran terhadap hukum dan kehendak Tuhan. Ketiga, Yetzer HaTov dan Yetzer HaRa, bahwamanusia memiliki dua dorongan dasar: Yetzer HaTov (dorongan untuk berbuat baik) dan Yetzer HaRa (dorongan untuk berbuat jahat). Manusia memiliki kebebasan untuk memilih di antara keduanya. Keempat, Pertobatan. Yudaisme menekankan pentingnya pertobatan (Teshuvah) sebagai cara untuk memperbaiki kesalahan dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Kelima, Tanggung jawab orang tua. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka tentang hukum dan nilai-nilai Yahudi, tetapi mereka tidak bertanggung jawab atas dosa-dosa yang dilakukan anak-anak mereka. 

Dengan demikian, Yudaisme menekankan pada pertanggungjawaban individu atas tindakan mereka sendiri dan tidak menganut konsep dosa warisan,

Tekstualisasi dan Kontekstualisasi Teologi Kristen

Dosa warisan, dalam konteks teologi Kristen, mengacu pada kodrat dosa yang diwariskan dari Adam dan Hawa kepada seluruh umat manusia. Ini bukan berarti anak-anak mewarisi dosa spesifik yang dilakukan oleh orang tua mereka, melainkan mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa akibat kerusakan natur manusia yang terjadi setelah kejatuhan,

Dalam Alkitab, Adam dan Hawa melakukan dosa pertama dengan melanggar perintah Allah, yang menyebabkan kerusakan pada natur manusia dan terputusnya hubungan manusia dengan Allah. 

Akibat kejatuhan ini, manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk berbuat dosa, bukan dengan kesucian dan ketaatan seperti yang seharusnya. 

Dosa warisan berbeda dengan dosa pribadi. Dosa pribadi adalah dosa yang dilakukan secara individu, sedangkan dosa warisan adalah keadaan yang membuat manusia cenderung untuk berbuat dosa. Dosa perbuatan merupakan dosa yang diperbuat oleh masing-masing pribadi, seperti dosa membunuh, mencuri, berzinah, dan lain sebagainya. Dosa perbuatan ini menjadi tanggung jawab masing-masing pribadi. Dosa perbuatan seorang anak tidak akan ditanggung oleh orang tuanya. Dosa orang tuanya, tidak ditanggung oleh anaknya ataupun oleh cucunya.

Hal tersebut dapat kita baca dalam Yehezkiel 18:20 : Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.

Adapun Dosa warisan juga dikaitkan dengan kematian, karena dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah dan menyebabkan perpisahan dengan Allah, yang merupakan sumber kehidupan,

Meskipun manusia dilahirkan dengan natur berdosa, dalam keyakinan umat Kristen Allah telah menyediakan penebusan melalui Yesus Kristus. Melalui iman kepada Yesus, orang percaya dapat diperbarui dan diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk hidup benar. 

Berdasarkan teologi Kristenn tersebut, dosa warisan merupakan kodrat dosa yang diwariskan dari Adam dan Hawa, menyebabkan manusia cenderung berbuat dosa. Namun, Allah telah menyediakan jalan untuk mengatasi dosa ini melalui Yesus Kristus, yang memberikan pengampunan dan pembaruan bagi orang percaya.

Terkait dengan dosa yang dilakukan Adam dan Hawa, Islam dan Kristen tentu sependapat bahwa Adam dan Hawa telah melakukan perbuatan dosa, melanggar larangan Allah mendekati dan memakan buah pohon yang terlarang itu. Cerita tersebut dapat kita baca dalam Q.S. Al Baqarah: 35-38,  Q.S Al A’raf :11-22; dan/atau Alkitab (Bible) Kejadian 2: 15-17, Alkitab (Bible) Kejadian 3:23-24, dan Alkitab (Bible) Kejadian 3:16.

Dari kedua sumber tersebut, dapat disimpulkan: (1) Adam dan Hawa telah melakukan perbuatan dosa/ pelanggaran di surga atau Taman Eden- Firdaus; (2) karena dosanya, keduanya (Adam dan Hawa) dikeluarkan dari surga atau Taman Eden tersebut; (3) sebagai akibat dari dosa ini, maka selama Adam dan keturunannya berada di dunia fana ini, akan mengalami: (a) datangnya maut (dosa kematian rohani) dan hilangnya kehidupan kekal di alam surgawi (sebab seketika Adam dan Hawa memakan buah larangan tersebut, mereka telah dinyatakan mati, yaitu kematian rohani, jatuh ke dalam dosa). Baca Kejadian 2:17 pada kalimat terakhir, (b) sebagai pengganti dari kehidupan kekal surgawi yang hilang itu, Adam dan Hawa serta keturunannya diganti dengan kehidupan fana di bumi dan kematian fisik (maut), dan kebangkitannya kemudian (baca Q.S. 7: 25), (c) akan timbul permusuhan diantara para keturunan Adam, satu dengan yang lain (sebagaimana diterangkan oleh Q.S. Al A’raf 7: 24; Q.S Al Baqarah 2:36; Alkitab Kejadian 4:8-11), (d) Selama di bumi akan didatangkan juga tandingan-tandingan hidup bagi keturunan Adam berupa godaan setan, sehingga kehidupan kita selalu dalam godaan (Q.S 7: 27; Kejadian 3: 15), (e) Bagi perempuan akan mengalami kesusahan-kesusahan di waktu mengandung dan bersalin, takluk di bawah kewibawaan suami (Kejadian 3:16).

Perbedaan mendasar terkait dengan dosa warisan antara Islam dan Kristen adalah Islam percaya apa yang dilakukan Adam dan Hawa tersebut sebagai perbuatan pribadi dan tidak diwariskan kepada umat manusia, tetapi bagi umat Kristiani mempercayai itu sebagai dosa warisan yang diturunkan kepada manusia untuk selalu berbuat dosa-meski pada akhirnya terdapat penebusan dosa oleh Yesus (Nabi Isa).

Berdasarkan paparan di atas hal yang dapat diambil (ibrah) bagi kita umat Islam adalah: “janganlah menghakimi seseorang atas perbuatan yang tidak pernah ia lakukan dan/atau janganlah menghakimi seseorang atas perbuatan yang dilakukan orang lain apakah itu orangtuanya, suami/istrinya, dan atau anak-anaknya.”.

Spread the love

Tag Post :

2025, Dosa Warisan Ada atau Tidak?, FSH JAYA, FSH UINSA, Guru Besar, Professor, uinsa, Warisan

Categories

Column, Column UINSA