Surabaya, 16 Juni 2025 — Dua topik strategis dalam lanskap keislaman kontemporer menjadi fokus dalam kegiatan kuliah umum hari pertama Program Inbound Mobility antara Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya dan Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA), Brunei Darussalam. Kuliah umum ini menjadi forum dialog lintas-negara yang mempertemukan gagasan otoritatif tentang Sertifikasi Halal di Indonesia dan Penguatan Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dalam konteks dua bangsa serumpun yang mengusung Islam rahmatan lil ‘alamin sebagai visi bersama.

Sesi pertama menghadirkan narasumber dari dua lembaga otoritatif di bidang halal: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Keduanya mengulas secara mendalam tentang sistem sertifikasi halal di Indonesia, mulai dari aspek regulatif, metodologi audit produk, hingga kerangka hukum fiqih yang menjadi rujukan utama. Moderator sesi ini adalah Dr. Mohammad Arif, Lc., MA, dosen FSH UINSA yang dikenal sebagai pakar fikih kontemporer.

Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan bahwa sertifikasi halal bukan sekadar instrumen administratif, melainkan representasi dari komitmen syariah terhadap etika konsumsi, kepastian hukum, dan perlindungan umat. Forum ini juga menyoroti tantangan implementatif dalam dunia industri, termasuk peran sinergis antara ulama, pemerintah, dan pelaku usaha. Diskusi berlangsung dinamis, dengan partisipasi aktif dari mahasiswa UNISSA dan FSH UINSA, yang mengangkat berbagai pertanyaan kritis terkait mekanisme kontrol halal dan integritas lembaga fatwa.
Sesi kedua mengangkat tema yang tak kalah penting: Penguatan Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA) di Indonesia dan Brunei Darussalam. Topik ini relevan dalam membangun fondasi teologis yang kokoh di tengah arus ideologi transnasional yang terus berkembang. Narasumber utama pada sesi ini adalah KH. Ma’ruf Khozin dari PWNU Jawa Timur dan Professor Madya Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni dari UNISSA. Keduanya membentangkan peta epistemologi ASWAJA dari sudut pandang historis, sosiologis, dan strategis, serta relevansinya dalam membentuk wajah Islam moderat yang inklusif dan adaptif.
Moderasi beragama, toleransi mazhab, serta strategi dakwah berbasis kearifan lokal menjadi benang merah dari dialog yang berlangsung dalam suasana reflektif. Dr. Muh. Sholihuddin, M.H.I., yang bertindak sebagai moderator sesi ini, berhasil mengarahkan forum agar tetap fokus pada persoalan-persoalan aktual, termasuk tantangan digitalisasi pemahaman keagamaan di kalangan generasi muda. Forum ini tidak hanya memperkaya wawasan peserta, tetapi juga mempererat persamaan pandangan teologis antara Indonesia dan Brunei dalam memperkuat pilar-pilar ASWAJA sebagai arus utama keagamaan.
Salah satu dosen FSH UINSA yang turut hadir dan memberikan tanggapan terhadap keseluruhan kegiatan adalah Dr. Nabiela Naily, S.Si., M.H.I., M.A. Dalam keterangannya, beliau menyampaikan bahwa kuliah umum ini memperlihatkan kesamaan kegelisahan intelektual antara akademisi Indonesia dan Brunei dalam merespons kompleksitas zaman, baik dari sisi hukum maupun teologi.
“Yang menarik dari forum ini adalah kedalaman materi dan kesalingan perspektif. UNISSA dan FSH UINSA tampak memiliki frekuensi yang sama dalam membingkai Islam yang solutif dan relevan dengan realitas sosial. Ini bukan sekadar pertukaran pandangan, tetapi proses merancang kerangka kerja bersama untuk umat,” ujar Dr. Nabiela.
Dengan terselenggaranya kuliah umum ini, Program Inbound Mobility tidak hanya menjadi ajang silaturahmi akademik, tetapi juga wadah penguatan wacana keislaman yang kontekstual dan berdaya saing global. FSH UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menunjukkan komitmennya sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang aktif dalam membangun jaringan keilmuan syariah berbasis mazhab, inklusif dalam pendekatan, dan kolaboratif dalam strategi.
Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany
Desain Foto: Annisa Rahma Fadila