Berita

Surabaya, 14 Mei 2025 — Seminar nasional De Facto Talks 5.0 kembali hadir dengan mengangkat tema kritis dan relevan: “No Viral No Justice: Menyoroti Tendensi Penegakan Hukum yang Bergantung Terhadap Tekanan Publik.” Bertempat di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya, acara ini menjadi ruang reflektif bagi para akademisi, penegak hukum, serta aktivis untuk bersama-sama membedah fenomena hukum kontemporer yang kini semakin kompleks dan erat kaitannya dengan opini publik serta kekuatan viral di media sosial.

Dalam pemaparan bertajuk “Merekonstruksi Hukum Publik dalam Tekanan Publik”, Asc. Prof. Dr. H. Imron Rosyadi, Drs., S.H., M.H. menekankan perlunya pendekatan filosofis dan struktural dalam melihat relasi antara hukum dan masyarakat. Menurutnya, tekanan publik merupakan keniscayaan dalam sistem demokrasi, namun hukum tidak boleh kehilangan independensinya. Ia mengajak peserta untuk memahami pentingnya rekonstruksi paradigma hukum yang tidak reaktif terhadap desakan publik semata, melainkan tetap menjunjung tinggi keadilan substantif dan prinsip due process of law. Hukum, kata beliau, harus menjadi penuntun moral dan bukan sekadar alat respons terhadap gelombang viralitas.

Menanggapi isu dari perspektif institusi penegak hukum, AKBP Dr. Beny Elfian Syah, S.H., M. Hum. memaparkan materi berjudul “Langkah Polri Menyikapi Tagar #NoViralNoJustice dalam Perspektif Penegakan Hukum.” Dalam paparannya, ia mengungkap bagaimana tagar-tagar viral seperti #NoViralNoJustice mencerminkan keresahan publik terhadap lambannya penanganan hukum pada kasus-kasus tertentu. Namun demikian, ia menegaskan bahwa Polri terus berupaya menjaga profesionalitas dan transparansi dalam setiap proses hukum. Ia juga menyampaikan langkah-langkah konkret yang diambil Polri, termasuk penguatan manajemen media, peningkatan kapasitas penyidik, serta optimalisasi pelayanan publik berbasis teknologi untuk mempercepat respons terhadap laporan masyarakat tanpa harus menunggu tekanan viral.

Tak kalah penting, suara dari masyarakat sipil turut memperkuat diskusi melalui pemaparan Lingga Parama Liofa, S.H., M.H. dari LBH Surabaya. Dengan pendekatan kritis, ia mengangkat berbagai studi kasus yang menunjukkan bagaimana tekanan publik kerap menjadi satu-satunya jalan bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Menurutnya, situasi ini memperlihatkan adanya ketimpangan dalam sistem hukum yang belum sepenuhnya mampu menjangkau kelompok-kelompok rentan. Ia menekankan bahwa keadilan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi mereka yang memiliki akses terhadap media atau massa, melainkan harus hadir secara merata bagi seluruh warga negara.

Seminar ini tidak hanya menghadirkan diskusi intelektual, tetapi juga menjadi sarana membangun kesadaran hukum bagi generasi muda. Antusiasme peserta yang memadati auditorium sejak pagi menjadi bukti bahwa isu keadilan sosial masih menjadi perhatian besar. Selain mendapatkan wawasan dari tiga perspektif — akademisi, aparat penegak hukum, dan aktivis — peserta juga terlibat aktif dalam sesi tanya jawab yang membuka ruang dialog antara publik dan pemangku kepentingan.

Melalui De Facto Talks 5.0, para peserta diajak untuk melihat penegakan hukum tidak hanya sebagai domain teknis, tetapi juga sebagai bagian dari dinamika sosial yang kompleks. Harapannya, seminar ini menjadi pemicu lahirnya kesadaran kritis dan dorongan perubahan menuju sistem hukum yang lebih adil, objektif, dan berpihak pada kebenaran — bukan sekadar popularitas.

Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany
Desain Foto: Alya Luthfy Adzani