Column UINSA

Customise It!  Itu Saja

Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D

Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

Motor custom. Lagi ramai. Memadati jalanan. Terutama saat akhir minggu. Di saat banyak orang menikmati libur. Tentu libur dari kerja harian. Di kala itu, mata mudah melihatnya. Karena jumlahnya makin banyak aja. Berkeliaran di jalanan. Rata-rata laki-laki pengendaranya. Jalannya biasanya gerombolan. Bukan sendirian. Seakan pawai yang selalu didambakan. Oleh rata-rata penggemar yang kian dimanjakan. Tentu oleh selera pribadi yang makin banyak varian. Motor custom pun salah satu buktinya. Yang lain pun bisa diceritakan kemudian.

 “Tau kan…kalo zaman sekarang lagi musimnya motor custom,” ujar seorang penggemar bernama F. Budiman menegaskan. Dia seorang pelajar bankir dan PC gamer. Begitu dia ngakunya. “Sebenernya Ane juga agak bingung nih ama pembuatan motor custum,” ujarnya mengisahkan awal ketertarikannya pada motor custom. Lalu dia menceritakan lebih jauh: “Kebanyakan yang Ane liat itu motor standar pabrik dirubah menjadi sebuah motor custom yang lagi rame banget.” Dia pun akhirnya lalu menjadi penggemar motor custom dan menjadi bagian dari kecenderungan baru tersebut (lihat ceritanya lebih jauh di: https://id.quora.com/Bagaimana-pengalamanmu-menggunakan-motor-custom-Bagaimana-tarikannya).

Banyak model dari motor custom. Sesuai keinginan pribadi konsumen. Sesuai selera. Bahkan, tidak hanya untuk kepentingan liburan akhir minggu saja. Yang untuk kebutuhan perjalanan harian pun ada. Adi Prasetyo (26 tahun), pemilik, teknisi, serta tukang modif motor custom dari bengkel modifikasi Brilliant Costum di Depok menyebut Jap’s style atau Brat Style sebagai contoh model motor custom yang kini ramai digunakan penggemar untuk kebutuhan harian. Termasuk ke tempat kerja. Atau aktivitas harian. “Jap’s style atau Brat Style paling aman menurut gue, dipakai harian juga enak nggak pegal kayak cafe racer, spakbor juga bisa kita bikin depan belakang lebih panjang, jadi kalau hujan juga nggak nyiprat,” ujarnya (lihat: https://oto.detik.com/modifikasi-motor/d-4221966/apa-tipe-motor-custom-yang-asyik-buat-harian).

Saudarakau yang Budiman,

Motor custom hanyalah salah satu contoh saja dari kecenderungan terkini. Yakni, semakin besarnya gelombang orang yang ingin memanjakan selera diri. Semakin besarnya kehendak orang untuk semakin terobsesi memenuhi hasrat pribadi. Semua itu tak jarang membuat mereka harus keluar dari kecendeurngan umum. Mereka kerap tampil berbeda dari standar umum. Mereka kemudian menyesuaikan yang umum dengan yang diinginkan secara pribadi. Mereka sering memodifikasi yang umum agar bisa sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya sendiri. Dan, ini semua lalu seakan menjadi kebiasaan dan gaya hidup baru nan tersendiri. Oleh sejumlah kalangan yang kemudian diikuti oleh lainnya yang sama-sama menyukai.

Dalam kasus motor custom di atas, dulu memang sudah ada kendaraan modif. Dulu memang sudah dikenal motor hasil oprek. Tapi kini, modifikasi dan oprekan menjadi sebuah fenomena yang lagi mengemuka. Khususnya di kota-kota besar. Modelnya pun sangat beragam. Tapi semuanya cantik dan enak dipandang. Mengendarainya pun seakan menjadi kebanggaan. Banyak lelaki terpesona untuk memilikinya. Mereka kesengsem dibuatnya. Mengendarainya di jalanan seakan menyempurnakan marwah tersendiri bagi penggemarnya. Jadilah motor custom pembicaraan umum.  

Cerita tentang motor custom di atas menarik. Khususnya bagi siapa saja yang merasa penting untuk membaca gejala perubahan sosial. Banyak situasi yang bisa ditangkap. Kadang selera berubah mengikuti peningakatan ekonomi. Kadang kesukaan bergeser mengiringi perubahan pergaulan. Kadang preferensi membuat perubahan pilihan. Itu karena referensi hidup juga berubah akibat kemajuan teknologi informasi yang makin menjanjikan.

Globalisasi semakin memperkuat perubahan sosial itu. Preferensi berubah karena referensi hidup makin mengembang. Tidak saja yang lokal menginspirasi. Yang global pun kerap memberikan tekanan yang berarti. Lalu menjadi rujukan diri. Tak ada batas soal dimensi. Tak ada ujung soal aspek hidup yang dihinggapi. Semua muncul akibat pengaruh satu atas lainnya. Hingga membuat hidup makin berwarna. Pilihannya makin tidak itu-itu saja. Hingga membuat kesukaan baru makin menggejala. Apalagi, dunia seperti satu desa saja. Muncul di sini, terdengar di sana. Terjadi di ujung sana, langsung bisa dikonsumsi di ujung dunia lainnya. Hingga homogenisasi dan heterogenisasi seakan menjadi dua sisi mata uang yang tak bisa dipisah. Itulah tanda-tanda perubahan zaman yang ada. 

Saudarakau yang Budiman,

Perubahan zaman selalu diikuti dengan pergeseran cara hidup. Bagian penting dari cara hidup adalah dua komponen utama: gaya hidup dan cara kerja. Gaya hidup berkaitan dengan gaya konsumsi. Cara kerja berhubungan dengan gaya produksi. Kemajuan teknologi informasi sebagai penciri dari perubahan zaman terkini membuat berubah pula dua komponen ini. Nancy W. Gleason (2018:1) pernah mengingatkan: “The automation economy… is changing the way we live and work.” Ekonomi digital telah mengubah cara kita menjalani hidup dan cara kita bekerja. Begitu kata Nancy. 

Peringatan Nancy di atas mengirim dua pesan. Pertama, pentingnya kita membaca kecenderungan baru hidup masyarakat. Tentu beserta individu-individu di dalamnya. Perubahan pada gaya hidup individu akan segera diikuti oleh perubahan gaya hidup masyarakat. Maka gaya hidup dan cara kerja warga masyarakat penting untuk ditelah secara seksama. Kedua, pentingnya membaca dekat perkembangan ekonomi. Jangan jauh-jauh dari ekonomi. Dekatkanlah diri dengan perkembangan ekonomi. Itu karena banyak perubahan berawal dari ekonomi. Perubahan gaya hidup dan cara kerja warga masyarakat terkini, meminjam perspektif Nancy, berawal dari perubahan baru dalam bentuk ekonomi digital.  

Pintu masuk analisis nancy memang ekonomi. Argumennya berangkat dari kecenderungan baru di bidang ekonomi. Lalu merambah ke bagian hidup lainnya. Termasuk urusan cara kerja dan gaya hidup. Argumen Nancy ini bisa dipahami. Dulu, untuk memenuhi kebutuhan harian dan tersier, orang pergi ke pasar. Orang bertransaksi di pasar. Proses jual-beli berawal dan berakhir pula di pasar. Bentuk pasar kala itu cukup sederhana. Masing-masing penjual memperdagangkan barang sepsifiknya. Pembeli datang untuk dilayani. Mereka tinggal menyebut barang, lalu penjual memenuhinya. Bahkan barang dagangan itu jarang bisa disentuh. Apalagi terdapat price tag padanya. Tentu tak pernah ada.

Lalu, muncul perkembangan pasar modern. Bentuknya adalah grosir. Di situ muncul Makro dan belakangn Hypermart. Sebagai contoh. Modelnya grosiran. Bahkan, kala itu, untuk bisa memasuki gedung penjualan, Makro mempersayaratkan membership. Setiap pengunjung yang datang wajib memiliki kartu anggota. Situasi ini menimbulkan kesulitan di kalangan pengunjung. Persyaratan keanggotaan membuat tidak semua mereka bisa memenuhi. Sebagaian justeru merasa tidak nyaman. Konsumen dengan konsumsi satuan tak tertarik. Padahal jumlah mereka juga totalnya tidak sedikit.

Gejala respon konsumen ini dibaca sebagai sebuah kekurangan oleh pelaku usaha lainnya. Muncullah lalu gagasan untuk mendekatkan toko atau pasar ke pembeli. Pengunjung dilayani dengan baik. Mereka juga bisa melakukan proses telaah sendiri. Melihat-lihat langsung. Memilih milih sendiri. Lalu membanding-bandingkannya dengan lainnya. Sehingga, orang bisa memuaskan seleranya. Karena dia bisa menelaah, membadingkan dan akhirnya menjatuhkan pilihan atas barang konsumsi yang disukai. Kesukaannya dipuaskan dengan bisa berinteraksi langsung dengan barang dagangan. Keputusan untuk berbelanja dan mengkonsuminya dilakukan dengan penuh pertimbangan yang dikehendaki.

Namun penting diberi catatan. Argumen analitis Nancy di atas bisa diperluas ke isu lain. Kecenderungan baru digitalisasi tidak hanya berpengaruh pada cara kerja dan gaya hidup yang berangkat dari, dan berkaitan dengan, ekonomi. Hampir semua aspek hidup terdampak serius oleh perkembangan baru dari kemajuan teknologi informasi dalam bentuk digital.  Kecdnerungan digital membuat yang publik jadi privat. Dan juga memfasilitasi yang privat menjadi publik. Kini, orang pun mulai sulit membedakan mana urusan privat dan mana urusan publik. Kecenderungan diri personal membuat peruaban ini semain kencang.

Karena itu, kata kunci perkembangan baru adalah customizing. Bukan hanya di bidang bisnis semata. Melainkan menggejala hampir di semua bidang. Bahkan, pada bidang yang selama ini tak dipikirkan banyak orang kini terkena imbasnya. Bentuknya, orang bisa menyesuaikan kebutuhan dan pemenuhannya. Dia juga bisa menyesuaikan layanan umum dengan kebutuhan terbaik yang sedang mereka inginkan.

Lihatlah bagaimana Microsoft Azure membangun tagline jualan layanan cloud-nya. Microsoft Azure menyatakan begini: Customise cloud services to what matters most for your business (Sesuaikan layanan cloud dengan hal yang paling penting bagi bisnis Anda). Aplikasi milik Microsoft ini menggunakan diksi “customise” untuk menggambarkan bagaimana fleksibilitas layanan yang disediakan Microsoft untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan konsumen. Dalam kaitan itu, kepentingan konsumen menepati nomor satu. Layanan dibuat menyesikan dengaan itu.

Biasanya, customisation itu berangkat dari strategi personalisation. Proses personalisation ini menunjuk kepada penguatan ketepatan sasaran konsumen yang dibidik. Perbedaan individual beserta preferensi yang dimiliki sangat dihitung sebagai data awal. Kepentingannya agar kebijakan berbasis pada ragam individu konsumen beserta preferensinya yang khas. Dengan begitu, personalitas konsumen sangat diperhitungkan. Layanan diselenggarakan berbasis pada situasi personal konsumen. Bukan situasi yang personalitas mereka digabungkan jadi satu ke dalam konsep yang homogen.

Nah, customisation muncul untuk menjamin meningkatnya kesesuaian produk (atau layanan) dengan kepentingan dan kebutuhan diri konsumen secara individual. Customisation ini meningkatkan nilai kepuasan diri konsumen. Itu karena keinginan masing-masing pribadi konsumen dipenuhi melalui produk layanan yang bisa disesuaikan. Saat ekspektasi, harapan, dan keinginan masing-masing pribadi konsumen bisa dipenuhi, di situ kepuasan pasti akan meningkat. 

Perguruan tinggi pun sudah selayaknya menyambut era baru di atas. Kecenderungan personalisation dan customisation harus direspon secara serius untuk perkembangan terkini. Harus ada strategi untuk merespon dan sekaligus memenuhi tantangan yang muncul oleh kecenderungan personalisation dan customisation ini. Kampus bukan tempat yang steril dari pengaruh perubahan di atas. Apalagi, pasar kampus adalah generasi milenial dan Z. Mereka berkembang di tengah perkembangan digital yang semakin kuat. Semua layanan harus disesuaikan dengan kecenderungan mereka. Keinginan dan kesukaan mereka harus menjadi pertimbangan utama bagi penyelenggaraan layanan kampus. Customise it!