Tatag Satria Praja, dosen Universitas Muhammadiyah Lamongan sekaligus mahasiswa program doktoral UIN Sunan Ampel Surabaya, mencatatkan prestasi membanggakan. Pada Senin, 30 Desember 2024, ia berhasil meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasi yang berjudul, “Edutainment dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Mengembangkan Literasi Baca-Tulis di Sekolah dan Madrasah (Studi Kasus SD Muhammadiyah 16 Surabaya dan MI Narrative Quran Lamongan).” Dalam disertasinya, Tatag, begitu ia akrab disapa, menyoroti tantangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada abad ke-21 ini. Menurutnya, siswa di era milenial cenderung lebih tertarik bermain game dan menonton hiburan daripada harus membaca buku, menulis, dan mendalami pelajaran agama Islam. Padahal, membaca dan menulis merupakan pondasi dasar dalam memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini mendorong lembaga pendidikan, baik sekolah maupun madrasah, untuk menemukan formula baru guna mengembangkan literasi baca-tulis siswa.
Sebagai jawaban atas tantangan tersebut, Tatag memperkenalkan konsep inovatif bernama EDULITA (Edutainment and Literacy). Konsep ini mengintegrasikan hiburan dan permainan edukatif (edutainment) dalam pengembangan literasi baca-tulis, khususnya pada pembelajaran PAI. Dalam disertasinya, Tatag menjelaskan bahwa konsep EDULITA didasarkan pada enam elemen, antara lain: lingkungan belajar, permainan edukatif, kegiatan kreatif, evaluasi berbasis proyek, dan ekspresi kreatif. Konsep ini terdiri dari tiga tahapan: pra-baca, membaca, dan pasca-membaca. Setiap tahapan dilengkapi dengan aktivitas-aktivitas edutainment yang menyenangkan, seperti kuis interaktif, musikalisasi, diskusi kelompok, menonton video, storytelling, dan proyek literasi. Menurut Tatag, konsep ini telah diuji di dua lembaga pendidikan, yakni SD Muhammadiyah 16 Surabaya dan MI Narrative Quran Lamongan, dengan hasil yang signifikan dalam meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran PAI dan mengembangkan kemampuan literasi baca-tulis. Selanjutnya, sidang yang diketuai oleh Prof. Muhibbin Zuhri dan Prof. Kusaeri sebagai sekretaris sidang, mempersilakan kedua promotor, yaitu Prof. Husniyatus Salamah Zainiyati dan Dr. Hanun Asrohah. Prof. Husniya, yang akrab disapa Prof. Titik, mengajukan pertanyaan yang mengundang perhatian para hadirin. “Apa yang menjadi keunggulan EDULITA dibandingkan konsep literasi lainnya? Mengapa orang harus yakin bahwa EDULITA bisa menjadi solusi dalam pengembangan literasi baca-tulis siswa?” Tatag menjawab dengan percaya diri, bahwa EDULITA memiliki pendekatan unik yang tidak hanya fokus pada keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga pada pengalaman belajar yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan generasi saat ini. Keunggulan EDULITA terletak pada integrasi hiburan edukatif (edutainment) dengan literasi, yang membuat siswa tidak hanya belajar, tetapi juga menikmati prosesnya. Konsep ini memadukan teknologi, kreativitas, dan keterlibatan emosional siswa, yang membuat mereka lebih termotivasi untuk belajar. Hal ini mendapat apresiasi dari Prof. Titik yang menganggap konsep ini sebagai solusi inovatif untuk tantangan literasi di abad ke-21.
Dr. Hanun, selaku co-promotor, bertanya tentang implikasi teoritis konsep EDULITA dalam literasi baca-tulis, terutama jika dibandingkan teori literasi Fountas & Pinnell yang fokus pada pemahaman, analisis, dan komunikasi. Tatag menjawab dengan tegas bahwa EDULITA memperkaya pendekatan literasi baca-tulis yang sudah ada dengan menambahkan dimensi baru, seperti kemampuan berkreasi, berinteraksi, dan merefleksikan materi, yang sangat relevan dengan perkembangan pendidikan abad ke-21. Ia menjelaskan bahwa konsep ini mendukung tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang tidak hanya berfokus pada pemahaman teks, tetapi juga pada kreativitas, pembentukan karakter, dan kemampuan reflektif siswa. Prof. Yusuf Hanafi (penguji eksternal) dari UM Malang mempertanyakan terkait bagaimana cara menerapkan edutainment agar pembelajaran tidak hanya sekadar hiburan dan permainan saja, sehingga bisa menghilangkan esensi pembelajaran itu sendiri? Tatag pun menjelaskan tiga model yang menjadi dasar agar edutainment menjadi pembelajaran bermakna, yaitu model hiburan lebih dominan, keseimbangan, dan pendidikan dominan, di mana tiga model ini harus disesuaikan dengan keadaan siswa saat memulai pembelajaran, karena inti dari edutainment adalah menjadikan pembelajaran bermakna yang menyenangkan. Lebih lanjut, pertanyaan dari penguji internal, yaitu Prof. Evi Fatimatur Rusydiyah dan Prof. Yunus Abu Bakar. Prof. Evi, sebagai pegiat literasi, menanyakan terkait teks bacaan siswa dan leveling grade reading, kemudian dilanjutkan pertanyaan dari Prof. Yunus terkait metodologi dan keabsahan data penelitian. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa dijawab dengan baik oleh promovendus. Selanjutnya, pertanyaan dari Prof. Kusaeri yang seketika membuat suasana menjadi haru, di mana promovendus diminta menyampaikan perjalanan studinya dan diakhiri dengan pertanyaan terkait dampak edutainment dalam mengembangkan literasi baca-tulis siswa. Tatag menjelaskan bahwa edutainment mengembangkan aspek pemahaman, analisis, dan komunikasi siswa pada level fluent literacy. Pada sesi akhir, pertanyaan disampaikan oleh Prof. Muhibbin yang menanyakan apa alasan bahwa pembelajaran PAI harus dibuat menyenangkan dan EDULITA sesuai dengan karakteristik siswa pada zaman ini? Pertanyaan tersebut dijawab promovendus dengan sebuah hadis yang artinya: “Mudahkanlah, jangan mempersulit, gembirakanlah, dan jangan membuat mereka lari” (HR. Bukhari dan Muslim) dan perkataan dari Ali bin Abi Thalib, “Didiklah anakmu sesuai masanya, karena mereka diciptakan untuk masa yang berbeda.”
Di akhir sesi, para penguji, khususnya promotor, memberikan apresiasi bahwa promovendus sudah layak untuk menjadi doktor. Melalui disertasinya, Tatag berharap konsep EDULITA dapat diadopsi lebih luas oleh sekolah dan madrasah. “Edulita bukan hanya tentang mengembangkan literasi baca-tulis, tetapi juga membangun generasi yang kreatif, inovatif, dan melek teknologi tanpa melupakan nilai-nilai agama,” ujarnya. Prestasi Tatag ini tidak hanya membanggakan UINSA dan UMLA, tetapi juga memberikan harapan baru bagi perkembangan literasi di Indonesia. Dengan pendekatan yang menyenangkan, EDULITA diharapkan menjadi solusi nyata bagi tantangan pendidikan di era saat ini. Semoga. (baale)