Dr. Slamet Muliono Redjosari
Kejahatan manusia senantiasa mengalami peningkatan (progres), baik kuantitas maupun kualitasnya. Semakin modern dan terdidik masyarakat, bukannya terjadi penurunan angka kejahatan, tetapi justru meningkat. Kalau umat Nabi Luth terjadi pergaulan sesama jenis, dimana lelaki menyukai sesama lelaki. Akan tetapi sekarang terjadi pergaulan bercampur berbagai jenis kelamin. Kalau kaum Nabi Syu’aib mencuri timbangan sekarang justru mengoplos dengan mencampur barang yang bagus-asli dengan yang palsu-buatan guna mendapatkan keuntungan berlipat. Peningkatan kejahatan secara progresif ini bukan hanya rusak mental individu tetapi menunjukkan rusaknya mental kolektif. Ramadhan merupakan momentum tepat untuk menghentikan kejahatan manusia yang terus berkembang dan bertambah. Oleh karenanya, dengan berpuasa menyadarkan manusia untuk menghentikan berbagai potensi kejahatan yang terus menyelinap.
Progres Kejahatan
Dunia terus berkembang dengan kecanggihan teknologi dan kepintaran manusia yang semakin maju. Namun, di balik segala kemajuan ini, tersembunyi ironi besar, dimana kejahatan justru semakin kompleks dan sulit dikendalikan. Dahulu, kejahatan lebih sederhana; kaum Nabi Luth hanya melakukan penyimpangan seksual sesama jenis, sedangkan di zaman Nabi Shaleh, kecurangan ekonomi sebatas mengurangi timbangan. Kini, kejahatan berkembang pesat seiring dengan majunya zaman.
Di era modern, eksploitasi moral dan ketidakadilan semakin meluas. Penyimpangan seksual tak lagi terbatas pada satu jenis kelamin, tetapi mencakup berbagai bentuk perilaku yang jauh dari fitrah. Saat ini suka kepada lain jenis kelamin bukan hanya menimpa lelaki menyukai lelaki, tetapi juga Wanita menyukai Wanita. Dan bahkan wanita bisa menyukai wanita dan lelaki sekaligus.
Demikian pula kecurangan dalam perdagangan pun semakin canggih, bukan sekadar mengurangi timbangan, tetapi juga mengoplos bahan bakar, memanipulasi harga, dan merusak ekosistem ekonomi global. Kasus terbaru, manusia terdidik-pilihan yang ada di Pertamina justru mengoplos Pertamax sehingga merugikan masyarakat dan negara hingga ratusan triliun. Al-Qur’an mengabadikan perilaku menyimpang yang dialami oleh kaum Nabi Shaleh yang mencuri timbangan. Mereka mengurangi takaran sehingga terjadi kerusakan tatanan ekonomi. Hal ini dinarasikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَإِلَىٰ مَدۡيَنَ أَخَاهُمۡ شُعَيۡبٗا ۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥ ۖ قَدۡ جَآءَتۡكُم بَيِّنَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ ۖ فَأَوۡفُواْ ٱلۡكَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا ۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
Artinya:
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuʻayb. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhan-mu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Al-‘A`rāf : 85)
Fenomena mencuri timbangan saat ini berubah menjadi mengoplos barang yang bagus dengan barang palsu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin maju peradaban, semakin rumit pula bentuk penyimpangan yang muncul. Modernisasi bukan lagi sekadar membawa kemudahan, tetapi juga membuka pintu bagi kehancuran moral dan sosial. Jika dahulu kejahatan masih terbatas dalam lingkup kecil, kini ia menjalar ke berbagai aspek kehidupan, menunjukkan bahwa peradaban yang semakin canggih ternyata juga semakin rusak.
Teknologi yang seharusnya menjadi alat untuk kebaikan malah dimanfaatkan untuk kejahatan: peretasan data, manipulasi informasi, dan penyalahgunaan kecerdasan buatan untuk menipu dan mengendalikan opini publik. Manusia yang semakin pintar justru semakin pandai mencari celah untuk berbuat curang.
Rakus Dunia
Manusia pada umumnya memiliki cita-cita tinggi dan ingin keagungan sebagai penguasa di bumi. Allah pun menghendaki manusia untuk hidup dalam kebaikan dan ketakwaan, agar derajat mereka diangkat di sisi-Nya. Namun, manusia seringkali lalai dan lebih memilih gemerlap dunia yang fana. Mereka mengejar harta dan kekuasaan tanpa batas, menumpuk kekayaan demi kesenangan pribadi. Mereka justru melemahkan orang yang memiliki keterbatasan.
Ketamakannya menguasai hati mereka, hingga lupa akan amanah sebagai khalifah di bumi. Akibatnya, tatanan sosial pun rusak, keadilan tergantikan oleh keserakahan, kasih sayang digantikan oleh permusuhan, dan kehidupan yang seharusnya penuh keberkahan berubah menjadi ladang pertikaian. Padahal, sesungguhnya kebahagiaan sejati bukan terletak pada dunia yang sementara, melainkan dalam ridha dengan menjalankan nilai-nilai agung yang diperintahkan Allah. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا ۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah; maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al-‘A`rāf : 176)
Momentum bulan Ramadhan merupakan kesempatan emas untuk meluruskan niat manusia untuk menjadi manusia mulia yang hakiki. Mulia dalam konteks yang diinginkan Allah dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang mengangkat derajatnya di mata Allah. Bukan mulia yang mengarah pada pelampiasan keinginan dan hawa nafsu yang sifatnya enak sesaat, tetapi berujung kehinaan di dunia dan akherat.
Surabaya, 3 Maret 2025