Abdul Chalik
Guru Besar dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya
Saya sudah menulis dalam artikel sebelumnya dengan judul, “Belajar Dari Posisi Tempat Duduk” berdasarkan pengalaman saya saat di kelas waktu kuliah dan mengajar. Tentang posisi tempat duduk di kelas juga ditemukan di tempat lain. Di acara pengajian rutin Yasinan, menemukan fenomena yang nyaris sama. Begitu pula saat undangan slametan warga entah itu acara tujuh hari atau empat puluh hari kematian, atau acara slametan pernikahan. Mereka yang datang lebih lebih awal tidak serta merta mengambil tempat duduk di posisi depan entah itu kursi atau lesehan. Ada kalanya ambil posisi di tengah dan belakang. Begitu pula, mereka yang datang terlambat, ada kalanya langsung ambil posisi di paling depan.
Memang pengambilan posisi tempat duduk tergantung pada kenyamanan masing-masing individu. Tidak ada aturan atau bahkan larangan mau ambil di posisi manapun. Namun posisi tempat duduk banyak berhubungan dengan karakter. Individu yang extrovert ada kalanya mengambil posisi di tengah kerumunan untuk mudah bergaul dan berbicara. Sementara yang introvert lebih banyak memilih di posisi terbuka dan menghindari kerumunan. Semua tergantung pada kenyamanan masing-masing. Apalagi tidak ada aturan protokoler-seperti acara resmi –dimana yang datang awal harus berada di posisi depan, begitu pula sebaliknya yang datang terlambat harus duduk paling belakang.
Posisi tempat duduk juga berhubungan dengan motivasi masing-masing. Orang hadir di beberapa momen karena kewajiban, pilihan, bertetangga dan terpaksa. Pegawai hadir apalagi pejabat di acara rapat karena kewajiban yang bersifat mandatory artinya tidak dapat diwakilkan. Kehadirannya berhubungan dengan posisi jabatan yang harus dilaksanakan baik untuk konsultasi, koordinasi atau mendiskusikan sesuatu yang penting. Seorang mahasiswa datang ke kelas karena adanya pilihan untuk memenuhi kehadiran minimal 75 %, meskipun pada umumnya rata-rata melebihi prosentase tersebut. Artinya banyak mahasiswa yang menjadikan pilihan sebagai kebutuhan untuk mencari ilmu.
Ada pula kehadiran di acara kampung karena berkaitan dengan posisi bertetanggaan yang tidak dapat dihindari. Demikian pula hadir karena keterpaksaan karena perintah atasan atau untuk sekedar menggugurkan kewajiban, atau karena merasa ewuh pakewuh dengan pihak yang mengundang. Pada posisi tersebut hadir dengan posisi terpaksa karena tidak ada pilihan lain.
Karena ragam motivasi itulah berakibat pada cara berfikir seseorang. Jika seorang pegawai dan pejabat hadir untuk mendengarkan, mengambil bagian penting dari kegiatan rapat serta untuk memberikan jalan keluar maka mereka berada pada posisi yang berdekatan dengan pimpinan rapat. Jika terpaksa berada berjauhan, maka berusaha semaksimal mungkin untuk menyimak, memperhatikan dan bahkan mencatat poin-poin penting materi dan keputusan rapat. Jika mahasiswa hadir di kelas karena kebutuhan untuk memperdalam dan mengembangkan ilmu yang sedang ditekuninya, maka mereka berusaha untuk berada pada posisi yang cukup nyaman, dan kalau mungkin berdekatan dengan posisi dosen. Jika pun berada di posisi tengah dan belakang, maka akan berusaha untuk tidak membiarkan waktu dan materi berlalu begitu saja dengan acuh, berbisik atau bahkan tertidur. Dalam hal ini, kata kuncinya adalah ‘kebutuhan’. Menjadi tidak penting posisi depan, tengah dan belakang bagi mereka yang menganggap kelas, rapat dan pertemuan sebagai kebutuhan.
Jika hadir di acara slametan tetangga karena menghormati hubungan bertetanggaan, maka mereka berusaha peduli dengan mengambil posisi yang sekiranya terlihat oleh tuan rumah. Jika pun tidak mendapatkan posisi tersebut, maka berusaha membantu dengan cara menata, merapikan atau seolah tidak hanya diam di saat tetangga sedang sibuk dengan suatu acara. Begitu pula jika hadir karena dalam keadaan terpaksa maka mereka memilih datang terlambat atau dengan ambil posisi tempat duduk paling belakang. Jika pada akhirnya mendapat posisi tempat duduk di depan maka yang terjadi dengan terus membunuh ketidaknyamanan dengan seolah ambil bagian dari proses yang sedang berlangsung meskipun di dalam fikiranya bertolak belakang.
Lihatlah fenomena pada empat kelompok tersebut ketika sedang berada di tempat duduk. Jika berada di suatu acara atau kelas karena kebutuhan, maka posisi duduk mereka akan tegap dengan muka konsentrasi pada pihak yang sedang berbicara. Bukan hanya pikiran yang bekerja, tetapi tangan juga memegang ballpoint atau hand phone bahkan laptop dengan mencatat hal-hal penting. Jika pegawai atau pejabat hadir karena kewajiban yang harus dijalankan, maka dia sudah bersiap dengan pertanyaan, pernyataan atau jawaban manakala dibutuhkan untuk disampaikan. Wajah dan posisi badan tegap di tempat duduk dengan menggunakan waktu yang tersedia semaksimal mungkin. Berbeda dengan hadir dalam rapat atau acara karena terpaksa, maka waktu yang tersedia hanya sibuk dengan perangkat elektronik sendiri yang (kadang) tidak ada hubungan dengan materi yang sedang dibahas atau disampaikan. Sementara posisi duduk lebih banyak bersandar dengan pantat maju separuh di atas kursi. Jika ada kesempatan, mata dengan mudah mata tertutup atau bahkan tertidur.
Itulah kenapa posisi tempat duduk berhubungan dengan banyak hal. Jika ada yang mengatakan, ‘masa depanmu tergantung pada cara berfikirmu’, maka pada tulisan ini dimulai dengan ‘cara berfikirmu berhubungan dengan tempat dudukmu’. Tempat duduk berhubungan dengan motivasi seseorang hadir dalam kelas, rapat atau pertemuan. Motivasi dapat merubah cara berfikir seseorang. Jika anda sedang dalam posisi rendah atau bahkan di titik terendah, maka disarankan dengan cara merubah posisi tempat duduk, baik di kelas, di acara rapat atau pertemuan tidak resmi.