Menggagas Teori Pengembangan Masyarakat Islam (Bagian Dua)
oleh Prof. Nur Syam, M.Si.
(Guru Besar Prodi Pengembangan Masyarakat Islam)
Sesungguhnya, sesuai dengan perkembangan zaman, PMI memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh prodi lain, baik di dalam studi keislaman maupun dalam kajian ilmu sosial, humaniora dan saintek. Kekhususan tersebut terletak pada sasaran kajian PMI yang berupa upaya untuk mengembangkan komunitas berbasis pada kehidupan sasaran kajian tersebut. Sebagai ilmu praksis, maka dimensi praksisnya lebih besar dibanding dengan dimensi teoretiknya, atau sekurang-kurangnya 50% berbanding 50%.
Saya kira, pengembangan ekonomi komunitas tetap menjadi fokus kajian di dalam pengembangan masyarakat. Hanya ciri khasnya yang perlu dicari. Konsentrasi itu penting dalam kaitannya dengan distingsi dan ekselensi. Boleh sama dengan prodi PMI pada area tertentu tetapi harus tetap ada distingsinya atau ekselensinya. Makanya, perlu untuk melihat distingsi dan ekselensi prodi PMI dari seluruh Indonesia. Tanpa mengetahui profil masing-masing jangan berharap kita akan dapat memahami distingsi dan ekselensi kita apa.
Kita sudah sepakat bahwa arah pengembangan masyarakat itu dengan pendekatan PAR dan ABCD yang keduanya dibingkai dalam dakwah bil hal, artinya bagaimana membungkus keduanya dalam distingsi dan ekselensi pada Prodi PMI di FDK UINSA. Misalnya PAR untuk basis pemberdayaan komunitas yang bercorak umum tergantung pada hasil pemetaan masalahnya, misalnya dalam community organization atau pemberdayaan SDM, sedangkan ABCD didayagunakan untuk pemberdayaan komunitas tetapi basisnya adalah individu dalam komunitas. Sama-sama pengembangan masyarakat tetapi corak dan bentuknya berbeda, misalnya pemberdayaan komunitas berdasar atas lahan dan potensi aset serta SDM yang melakukan tindakan berkelanjutan. Fokusnya pada pengembangan asetnya dan bukan pada organisasi atau SDM-nya.
Ada banyak tantangan pengembangan masyarakat, misalnya pemberdayaan ekosistem lingkungan, pemberdayaan ekosistem SDM, pemberdayaan ekosistem aset komunitas, pemberdayaan ekosistem kesehatan, pemberdayaan ekosistem organisasi, pemberdayaan ekosistem ketahanan pangan, pemberdayaan ekosistem digital, pemberdayaan ekosistem kebudayaan, dan pemberdayaan ekosistem religius. Berbagai tantangan ini dapat dipilah dan dipilih manakah yang sangat unik untuk Jawa Timur sebagai home base prodi PMI UINSA atau juga memiliki transferability dengan area lainnya di Indonesia.
Lalu apa sesungguhnya profil sarjana PMI? Kita sedang hidup di era teknologi informasi dengan artificial intelligent (AI), big data (BD) dan augmented reality (AR) dan juga virtual reality (VR). Ini menjadi tantangan terbesar bagi PMI. Maka, PMI harus bersentuhan dengan masyarakat digital yang sedang terjadi. Jadi profil alumni PMI adalah menjadi agen pengembangan masyarakat yang menguasai dakwah bil hal dan terfokus pada pengembangan kapasitas eco-sistem ekonomi kreatif, ekosistem lingkungan, ekosistem pengembangan SDM berbasis kearifan lokal pada era digital.
Kita harus memahami bahwa ada paradigma, pendekatan, metodologi dan teori yang terkait dengan pengembangan masyarakat Islam. Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat dipahami bahwa ada pemikiran mendasar tentang sasaran kajian PMI, yaitu: paradigma sosial transendental yang menjadi sasaran kajian PMI adalah komunitas Islam berbasis sosial religious. Lalu paradigma budaya transendental bahwa yang menjadi sasaran kajian PMI adalah komunitas Islam berbasis budaya religious, kemudian paradigma natural transendental bahwa sasaran PMI adalah lingkungan dalam fokus infrastruktur sosio-kultural ekonomi religious.
Sedangkan yang menjadi pendekatan yaitu pendekatan partisipatif-kolaboratif komunitas, yaitu Upaya menggerakkan masyarakat atau komunitas untuk bergerak secara kebersamaan dan kerja sama. Pendekatan aset komunitas sebagai upaya untuk mengoptimalkan asset sosial, ekonomi, budaya dan religious secara kebersamaan. Kemudian pendekatan teknologi komunitas yaitu mengoptimalkan kapasitas infrastruktur, teknologi tepat guna dan arsitektur berbasis nilai keislaman. Berikutnya adalah pendekatan pembangunan komunitas berkelanjutan, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengoptimalkan program pembangunan berbasis perencanaan bottom up partisipatif berkelanjutan.
Cara untuk memahami metodologi penelitian yang dapat digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, kualitatif, mixed methods yang terintegrasi dalam model penelitian asset based community development (ABCD) dan participatory action research (PAR). Penelitian kuantitatif digunakan untuk menjelaskan produk yang dihasilkan di dalam pengembangan masyarakat, penelitian kualitatif digunakan untuk memahami proses dan makna pengembangan masyarakat dan mixed methods dapat digunakan untuk keduanya. Semua harus dikaitkan dengan ABCD dan PAR. Peneliti adalah agen untuk pengembangan masyarakat.
Sedangkan berdasarkan pelacakan Meta AI bahwa “atas teori Community Development (Comdev) tidak dapat dikaitkan dengan satu penemu tunggal karena merupakan konsep yang berkembang dari berbagai disiplin ilmu dan praktik pekerjaan sosial. Namun, beberapa tokoh yang berperan penting dalam pengembangan teori Comdev adalah:
- John McKnight dan Jody Kretzmann: Mereka mengembangkan pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD) yang berfokus pada pemberdayaan komunitas melalui penggalian dan pemanfaatan aset-aset lokal. ABCD Institute di Northwestern University didirikan oleh keduanya untuk mempromosikan pendekatan ini.
- Ross Murray dan Harry Specht: Mereka juga merupakan tokoh penting dalam pengembangan teori Comdev, terutama dalam konteks pekerjaan sosial dan pengembangan komunitas.
- Ifre: Ifre mengembangkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang meliputi pengembangan terintegrasi, hak asasi manusia, keseimbangan, pemberdayaan, dan lain-lain.
- Rothman dan Tropman: Mereka mengembangkan model pendekatan Comdev yang meliputi pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial, dan kebijakan sosial.
Dalam teori Comdev, beberapa konsep utama meliputi:
- Pemberdayaan komunitas: Meningkatkan kemampuan komunitas untuk mengambil keputusan dan mengelola sumber daya.
- Partisipasi aktif: Komunitas harus terlibat secara aktif dalam proses pengembangan.
- Pengembangan aset: Mengidentifikasi dan memanfaatkan aset-aset lokal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
- Kolaborasi: Membangun kerja sama antara komunitas, pemerintah, dan organisasi lainnya untuk mencapai tujuan Bersama.”
Berbagai macam teori yang dikembangkan oleh teoretikus Barat ini tentu perlu untuk direview dikaitkan dengan pengembangan masyarakar berbasis religiositas sebagai basis ethical dan value di dalam pengembangan masyarakat Islam atau Islamic Community Development. Kita pasti bisa akan menghasilkan teori-teori baru.
Wallahu a’lam bi al shawab.
NB. Artikel ini diuanggah ulang dari laman
https://nursyamcentre.com/artikel/opini/menggagas_teori_pengembangan_masyarakat_islam_bagian_dua/1