Column
Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi perbuatan-perbuatan yang kekal lagi saleh (al baqiyatus shalihat) adalah lebih baik di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk harapan (masa depan)(QS. Al Kahfi [18]: 46)

Pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan, kehidupan ini bisa diisi dengan kesenangan dan kenikmatan. Tapi, waspadalah, bisa saja kenikmatan itu sirna dalam sekejap, bagaikan tanaman yang subur dan berbuah setelah diguyur air hujan tiba-tiba kering kerontang karena panasnya cuaca sehingga diterbangkan angin ke udara. Sebagai kelanjutan, ayat yang dikutip di atas mengingatkan kembali, kenikmatan apa pun di dunia berupa harta dan anak yang menyenangkan terlalu murah harganya dibandingkan nilai ucapan dan perbuatan yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan sejati dan abadi di akhirat.

Ayat ini terdapat dalam Al Qur’an surat al Kahfi, surat yang berisi kisah as-habul kahfi (tujuh pemuda penghuni gua) atau “Seven Sleepers” (tujuh orang tidur) dalam literatur berbahasa Inggris. Kisah yang terjadi pada tahun 300 ini dipercaya oleh penganut Islam dan Kristen. Tujuh pemuda itu lari ke gua untuk menyelamatkan diri dari kekejaman Raja Diqyanus yang membunuh siapa pun yang menolak menyembah dewa-dewi Romawi kuno.

Dalam Kristen, tujuh pemuda itu adalah Maximilian, Martinianus, Dionisus, Yohanes, Konstantinus, Iamblikhos, dan Antoninus. Sedang dalam Islam, tidak ada kesepakatan di antara para penafsir Al Qur’an atau sejarawan, sebab nama-nama mereka tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Menurut Ibnu Abbas, mereka adalah Muksalmina, Tamlikho, Marthunis, Nainuwis, Sariyulis, Dzunawanis, dan Falyastathyunis. Di gua itulah mereka ditidurkan Allah selama 309 tahun dengan penjagaan anjing yang bernama Qithmir. Sebagian ulama menyebut peristiwa ini terjadi di Suriah, dan sebagian yang lain menyebut di Yordania atau Turki. 

Nabi SAW pernah bersabda tentang keistimewaan surat al Kahfi,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ  الْكَهْفِ  فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ (رواه البيهقي عن ابي سعيد الخدري)

“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada (malam atau) hari Jum’at, maka Allah memberinya cahaya di antara dua hari Jum’at” (HR. Al Baihaqi dari Abu Sa’id Al Khudry, r.a).  

          Berdasar hadis ini, siapa pun yang membaca surat Al Kahfi, lebih-lebih memahami artinya, ia akan mendapat cahaya Allah, dan dengan cahaya itulah Allah membebaskannya dari hati yang sedih, bingung dan gelap, atau dari jalan yang sesat.

          Suatu hari, saya kedatangan orang yang sulit tidur berhari-hari, sehingga kepalanya pusing, badannya lemas, dan mudah marah. Ia saya minta merenungi QS. Al Kahfi ayat 18 berikut ini,

وَتَحْسَبُهُمْ اَيْقَاظًا وَّهُمْ رُقُوْدٌ ۖوَّنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖوَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيْدِۗ

“Engkau mengira mereka (ashabul kahfi) terjaga, padahal mereka tidur. Kami membolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedangkan anjing mereka membentangkan kedua kaki depannya di muka pintu gua.”

          Menjelang tidur, saya memintanya mandi dengan air hangat, lalu shalat dua rakaat. Setelah itu, saya menyuruhnya membacanya berkali-kali disertai doa, “Wahai Allah, saya Ikhlas, Ikhlas, ikhlas dan rida dengan kesulitan tidurku. Wahai Allah, Engkau Maha Kuasa menidurkan tujuh hamba-Mu dalam gua itu selama 309 tahun. Maka, pasti, pasti, pasti lebih mudah bagi-Mu untuk menidurkan aku beberapa jam malam ini. Saya pasrah, pasrah, pasrah kepada-Mu.” Dengan kemurahan Allah, alhamdulillah ia bisa tidur pulas malam itu.

          Pada waktu yang lain, seorang janda bercerita, betapa berat beban hidupnya setelah ditinggal suami pergi tanpa pamit entah kemana. Ia harus menanggung sendirian biaya angsuran rumah dan tiga anak yang masih usia sekolah dasar. Ia tidak menyerah. Ia menjadi petugas kebersihan masjid dengan jual makanan ringan. Malam harinya, hanya bisa bersujud atau membaca Al Qur’an sebisanya walaupun tidak lancar. Ketika bacaannya sampai pada surat Al Kahfi ayat 46 sebagaimana saya kutip pada awal tulisan ini, ia tiba-tiba menangis walaupun tak tahu artinya. Anehnya, penglihatannya tidak bisa berpindah ke ayat berikutnya. Ia baru tahu artinya setelah membaca Al Qur’an dan terjemahnya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi perbuatan-perbuatan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk harapan (masa depan)” (QS. Al Kahfi [18]: 46)

          Wanita itu melanjutkan kisahnya, “Rasanya, melalui ayat ini, Allah berbicara secara langsung kepadaku, menghiburku dan menyemangatiku. Aku harus beribadah, berzikir, dan bekerja keras. Aku yakin dengan pertolongan Allah, aku dan anak-anakku memiliki masa depan di dunia dan surga di akhirat. 

          Yang dimaksud al baqiyatus shalihat dalam ayat ini adalah bacaan subhanallah, walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar. Inilah zikir yang paling disenangi Nabi SAW, karena zikir ini lebih mahal daripada semua benda yang tersinari matahari (HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a). Al baqiyatus shalihat juga berarti shalat lima waktu (menurut Ibnu Abbas), atau semua perbuatan baik yang menghasilkan pahala yang kekal dan terus menerus, termasuk di dalamnya memeras keringat untuk menjadikan anak yang saleh. Semua kesalehan anak adalah pahala yang kekal dan terus mengalir sepanjang masa bagi orang tua.

          Ketika pulang ke kampung, ia langsung menjumpai bibinya yang merasa malu dan sedih tidak mendapat keturunan sejak pernikahannya selama 20 tahun. Ia mengajaknya membaca dan merenungkan QS. Al Kahfi ayat 46 tersebut.

          Tanpa diduga sama sekali, sang bibi tertarik dengan isi ayat tersebut. Ia berjanji untuk menikmati sisa hidup dan mewakafkan hartanya untuk masa depan yang jelas, terang dan kekal, yaitu senyum Allah dan surga-Nya (khairun amala) kelak di akhirat. Ia tidak lagi menghabiskan hartanya untuk puluhan macam ikhtiar yang menghabiskan hampir separuh kekayaannya demi mendapatkan keturunan.

Dua kisah di atas merupakan salah satu bukti cahaya Surat Al Kahfi sebagaimana dijanjikan Nabi SAW. Terapilah kegelisahan Anda dengan membaca dan merenungi surat al Kahfi yang amat istimewa ini. Wallahu a’lamu bis shawab. (Surabaya, 1 Januari 2024)