
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya” (QS. Al Ikhlas [11]: 1-4)
Surat bernomor urut 112 yang berisi empat ayat ini diturunkan Allah SWT untuk menjawab pertanyaan orang-orang kafir yang ditujukan kepada Nabi SAW tentang ciri-ciri atau sifat-sifat Allah SWT. Inilah surat al-Qur’an yang paling populer dan banyak dihafal oleh muslim sedunia, karena ia amat singkat dan mudah dihafal. Bisa juga karena mereka mengetahui pahala membaca surat ini setara dengan pahala membaca sepertiga al-Qur’an.
Berdasar beberapa hadis, ada empat fungsi atau manfaat surat ini bagi pembacanya, yang saya singkat S.I.A.P. Pertama, senang dan disenangi Allah. Mengapa ia senang atau optimis? Sebab, dalam surat ini, Allah menjelaskan diri-Nya sebagai “as-shamad” yang artinya Tuhan yang dijadikan rujukan manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia, termasuk keselamatan dari semua bahaya. Melalui sifat Allah As-Shamad, seolah-olah Allah berbicara menyemangati kita, “Jika engkau haus dan lapar, cukup panggil Aku. Akulah “as-Shamad” yang Maha Kuasa membebaskanmu dari haus dan lapar.” Atau, “Jika engkau sakit atau terancam bahaya, jangan bersedih. Cukup panggil Aku. Akulah “as-Shamad” yang segera hadir untuk membebaskanmu dari penyakit dan bencana!” Karena itulah, sebagian ahli al-Qur’an menyebut surat ini surat as-Shamad.
Dengan keyakinan demikian, pembaca surat a-Ikhlas, terutama bagi yang merenungi dan menghayatinya dengan sungguh-sungguh, ia akan tegar dan berkemauan kuat sekuat batu cadas, serta optimis akan pertolongan Allah “as-Shamad.” Tidak hanya senang, ia juga disenangi Allah. Sebab, melalui surat ini, kita memuji kebesaran Allah dan mengakui ke-Esaan, kekuasaan dan kemurahan-Nya. Istri Nabi SAW, Aisyah, r.a bercerita,
أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا عَلَى سَرِيَّةٍ فَكَانَ يَقْرَأُ لِأَصْحَابِهِ فِي صَلَاتِهِمْ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ فَلَمَّا رَجَعُوْا ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ سَلُوْهُ لِأَيِّ شَيْءٍ صَنَعَ هَذَا؟ فَسَأَلُوْهُ فَقَالَ أَنَا أُحِبُّ أنْ أقرَأَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرُوهُ أنَّ اللهَ يُحِبُّهُ
“Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk memimpin sariyyah (pasukan atau sejumlah intelejen tanpa disertai Nabi yang biasanya berangkat malam hari untuk mengetahui kekuatan musuh atau sekaligus melakukan serangan). Ia (pemimpin itu) selalu membaca “qul huwallahu ahad” setiap memimpin salat. Ketika kembali, mereka melaporkan hal itu kepada Nabi SAW. Nabi menyuruh, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukan demikian!” Mereka lalu bertanya dan mendapat jawaban, “Aku senang membaca surat itu.” Nabi SAW bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah juga senang kepadanya (karena ia senang membaca surat al-ikhlas itu)” (HR. Ibnu Hibban)
Kedua, ijabah. Artinya doanya dikabulkan Allah berkah bacaan surat al-Ikhlas. Sebab, surat ini berisi nama-nama Allah yang terbaik. Allah SWT berfirman,
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ ۖ
“Allah memiliki asmaul husna (nama-nama yang terbaik). Maka, bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut (asmaul husna) itu.” (QS. Al A’raf [7]: 180).
سَمِعَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَدْعُوْ وَهُوَ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِأنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إلَّا أنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، قَالَ: فَقَالَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَقَدْ سَأَلَ اللَّهَ بِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ الَّذِيْ إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى
Nabi SAW mendengar seseorang berdoa seraya mengucapkan, “Wahai Allah, aku memohon kepada-Mu, karena aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, Tuhan Yang Maha Esa, tempat meminta segala sesuatu, Tuhan yang tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” Nabi bersabda, “Demi Allah yang Menguasai diriku, ia sungguh telah meminta Allah dengan nama-Nya yang agung, yang jika diminta Ia selalu memberi, dan jika dipanggil, Ia selalu menjawabnya.” (HR. Attirmidzi dari Buraidah bin Al Hashib al Aslamy r.a)
Ketiga, aman. Artinya, pembaca surat ini akan aman atau selamat dari bencana dunia dan selamat dari neraka di akhirat. Abu Hurairah, r.a bercerita,
أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ فَقَالَ وَجَبَتْ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا وَجَبَتْ قَالَ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Nabi SAW mendengar seseorang membaca “qul hauwallahu ahad” berulang-ulang. Lalu Nabi SAW bersabda, “pasti”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang pasti itu?” Nabi menjawab, “Pasti ia masuk surga.” (HR. Ahmad)
Keempat, pahala. Artinya, pembaca surat ini mendapat pahala setara dengan membaca sepertiga Al Qur’an atau sepuluh juz Al Qur’an. Abu Sa’id Al Khudry r.a bercerita,
أنَّ رَجُلًا سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكاَنَ الرَّجُلُ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Ada seseorang mendengar orang membaca “qul huwallahu ahad” berulang-ulang. Pagi harinya, ia datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang terjadi. Seolah-olah ia menganggap pahalanya kecil. Maka, Nabi SAW bersabda, “Demi Allah yang menguasai diriku, sungguh surat ini setara dengan sepertiga Al Qur’an” (HR. Al Bukhari).
Surat ini dimulai dengan “qul” (katakan). Sekarang, katakan kepada semua orang tentang isi surat ini, termasuk diri sendiri, “Jadilah muslim tangguh. Hadapilah tantangan hidup dengan semangat baja. Orang tak bertuhan bisa tangguh dan optimis, maka engkau yang bertuhan Allah “as-Shamad” harus memiliki ketangguhan dan optimisme yang lebih dari mereka!” Ben Carson, ahli bedah di Amerika Serikat mengatakan, “Faith is a sounder guide than reason. Reason can go only so far, but faith has no limits (keimanan adalah pegangan yang melebihi kekuatan akal. Akal hanya menjangkau sejauh itu, sedangkan keimanan menjangkau tanpa batas.”